“Mau kemana neng, sini temenin abang ya, abang lagi kesepian nih”
“aduuuh, sendirian aja ih si eneng, jomblo ya kayak tiang listrik aja sendiri”
“assalamu’alaikum ukhti mau kemana nih, abang anter ya”
Mubadalah.id – Pernahkah kita mendapat ungkapan tersebut Ketika pergi sendirian atau Bersama teman ditempat umum? Atau bahkan anda pernah mengatakan hal tersebut kepada perempuan? Ungkapan-ungkapan tersebut merupakan catcalling, apa itu catcalling? Catcalling merupakan sebuah akar dari pelecehan seksual secara verbal, berangkat dari hal tersebut orang-orang akan mulai berani tidak hanya sebatas verbal bisa sampai melakukan pelecehan secara fisik, seperti menyentuh, mencium, memeluk bahkan melakukan pemerkosaan.
Catcalling bisa dialami oleh siapa saja baik laki-laki maupun perempuan, kapan saja, baik pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Akan tetapi dari kasus-kasus yang terjadi kebanyakan yang menjadi korban hal tersebut adalah perempuan. Catcalling juga tidak memandang status, baik pada gadis maupun yang sudah menikah, baik pada perempuan yang menggunakan pakaian terbuka maupun tertup sama-sama bisa mengalami.
Apakah pelecehan seksual disebabkan karena korban mengenakan pakaian terbuka dan ketat? Menurut survei yang dilakukan oleh koalisi yang terdiri dari Hollabacak! Jakarta, perempuan, lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (JFFDG) dan Change.org Indonesia menunjukan temuan bahwa pelecehan seksual terjadi sekitar 18% pada korban yang mengenakan Rok dan celana Panjang, 17% pada korban yang mengenakan hijab, 16% pada korban yang mengenakan baju lengan Panjang, 14% pada korban yang mengenakan seragam sekolah, dan14% pada korban yang mengenakan baju longgar.
Apakah betul keluar malam paling berbahaya? Kenyataannya tidak.
Kejadian pelecehan seksual di ruang publik paling tinggi jumlahnya pada siang hari.17% terjadi pada pagi hari, 35% terjadi pada siang hari, 255 terjadi pada sore hari dan 21% terjadi pada malam hari. Bentuk-bentuk pelecehan secara verbal yang dialami oleh korban bentuknya beragam, 60% berupa komentar atas tubuh, siulan, diklakson, suara kecupan atau ciuman, komentar rasis atau seksis, komentar seksual, didekati terus. 24% berupa dihadang, digesek, dikuntit, diintip dan difoto, 15% berupa main mata, gestur vulgar, dipertontonkan alat kelamin dan masturbasi
Di beberapa negara Perempuan bereaksi positif untuk melakukan kampanye anti cat-calling salah satunya dengan cara berswafoto dengan setiap pelaku catcalling yang ditemui dan mengunggahnya langsung di media social. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesadaran bahwa catcalling adalah sebuah perlakuan yang tidak membuat nyaman bagi korban bahkan bisa mempengaruhi psikis korban akibat trauma yang ditimbulkan.
Beberapa negara telah sepakat membentuk aturan untuk memberantas catcalling menjadi hukum pidana, seperti Belgia, Portugal, Argentina, Kanada dan New Zealand serta Amerika Seikat. Bahkan Perancis melarang laki-laki untuk melakukan catcalling dan meminta perempuan untuk berani bersuara dan melaporkan kasus catcalling. Belanda menerapkan denda sebesar 8200 Euro atau sekitar 130 juta rupiah atau tiga bulan penjara bagi pelaku catcalling serta beberapa negara memiliki komunitas yang mendukung gerakan untuk memberantas catcalling.
Di Indonesia kasus catcalling sering terjadi di tempat umum seperti institusi Pendidikan, pasar, terminal, trotoar, transportasi umum (kereta, bus, angkot) alun-alun atau bahkan sekitar masjid. Lalu Langkah apa yang bisa dilakukan Perempuan Indonesia dalam memberantas catcalling?
Perlu kita sadari bahwa catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual secara verbal yang bisa terjadi kepada siapa saja dan kapan saja khususnya pada perempuan. Catcalling menimbulkan rasa yang tidak nyaman dan ancaman kepada diri. Berani melaporkan kepada wadah yang mengatasi hal tersebut juga merupakan salah satu cara yang tepat.
Meskipun di Indonesia belum ada aturan atau hukum yang spesifik mengenai catcalling atau pelecehan seksual secara verbal ini tetapi kita harus tetap berani menegur pelaku catcalling bahkan melaporkannya. Apabila tidak memiliki keberanian untuk menegur dan melaporkannya, korban bisa meminta bantuan orang lain yang bisa dipercaya untuk menegur bahkan melaporkan pelaku.
Mengapa hal tersebut perlu kita lakukan? Agar semakin banyak korban yang terselamatkan dan pelaku mendapatkan teguran bahkan hukuman akibat perilaku yang tidak pantas tersebut.