Mubadalah.id – Judul ini di atas terinspirasi dari hadis Nabi “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, boleh jadi di suatu saat dia menjadi orang yang engkau benci, dan bencilah musuhmu sewajarnya saja, boleh jadi di suatu saat, dia menjadi orang engkau cintai.”
Menarik untuk membincang tentang cinta dan benci, karena ini bagian dari tabiat manusia. Cinta dan benci datang silih berganti. Di tahun 80 an ada lagu pop yang sangat disukai anak muda remaja pada waktu itu, yaitu cintanya terbagi dua, yang satu 50 yang lain 50, maka cukuplah 100% cintanya, ini dinyanyikan oleh seorang remaja putri ditujukan kepada dua orang laki-laki. Apakah cinta dapat dibagi?, Atau cinta bisa bertambah atau berkurang sebagaimana iman bisa menguat dan bisa melemah.
Senada dengan hadis di atas, waktu kuliah di Makassar di tahun 90 an, saya masih ingat dosen linguistik saya, di sastra Asia barat UMI Makassar H.Ruslan, MA yang pada waktu itu belum Doktor, sekarang pembantu rektor IV di UIM.
Di salah satu mata kuliah yang diajarkan yakni sintaksis bahasa Arab, di sela-sela memberikan kuliah beliau selalu mengutip syair arab yang terkait dengan pokok bahasan, salah satu syair yang pernah disampaikan oleh beliau, terkait dengan term cinta dan benci. Teks arabnya saya lupa, adalah “Aku mencintaimu bukan karena engkau tidak mempunyai kekurangan, tapi ada satu kelebihan yang engkau miliki yang tidak dimilki oleh orang lain, begitupun tentang benci “Aku membencimu bukan karena engkau tidak mempunyai kelebihan tetapi ada satu kekurangan yang engkau miliki yang tidak dimiliki oleh orang lain.”
Menarik ini syair, salah satu dorongan untuk mencintai seseorang atau kelompok karena ada kelebihan-kelebihan yang kita dapatkan dari seseorang itu, apakah dari segi fisik, atau dari sisi kepribadian, intelegensia, atau dari sisi akhlak, ramah, mudah senyum, dan sisi kelebihan lainnya.
Jadi cinta itu bisa lahir dalam diri seseorang karena ada obyek yang menarik di hadapannya. Begitupun benci, benci itu lahir karena ada kekurangan-kekurangan yang kita dapatkan dalam diri seseorang, apakah itu kepribadian, sombong, tidak familiar, atau sifat-sifat yang tidak baik lainnya. Jadi kebencian itu lahir karena ada obyek yang kurang menarik di hadapan kita.
Sebagaimana iman yang sifatnya fluktuatif bisa naik bisa juga turun, begitupun cinta dan benci, karena cinta dan benci adalah naluri manusia, dan manusia itu memiliki kalbu, yang dari segi bahasa berarti bolak-balik, hati manusia dinamai kalbu karena sering berubah-ubah.
Maka, agama menganjurkan kita untuk berdoa agar diteguhkan hati kita, agar selalu berada di jalan-Nya. Kebencian juga bisa menjadikan mental kita tidak baik, dan bisa mendorong kita untuk tidak berbuat adil terhadap sesama. Dalam QS 5 : 8 dikatakan ” Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk tidak berlaku adil, Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa”.
Jadi salah satu efek dari kebencian adalah akan mendorong kita untuk selalu tidak seimbang dalam hidup atau tidak adil dalam menilai sesuatu, misalnya dalam memilih antara satu diantara dua, yang satu kita benci padahal punya kualitas yang bagus, sementara yang lain tidak punya kualitas tapi dekat dengan kita, lalu kita pilih yang tidak berkualitas, berarti kita tidak adil, karena kita memilih lebih didominasi oleh persoalan benci dan suka.
Itulah yang dimaksud dengan firman Tuhan, karena kebencian, kita buta terhadap kebenaran. Dalam pandangan agama, itu tidak bisa dikategorikan ke dalam golongan orang-orang yang dekat kepada Tuhan.
Cinta dan benci punya sisi baik dan punya sisi buruk, bagaikan pedang yang bermata dua. Keduanya bisa memberikan motivasi positif dan negatif kepada manusia. Karena cinta yang membara orang akan terdorong untuk berbuat positif, tapi mungkin juga karena cinta dia berbuat sesuatu yang negatif.
Demikian juga karena dorongan kebencian yang memuncak seseorang mampu melakukan hal-hal yang negatif yang luar biasa kejinya. Dan disinilah pangkal persoalannya. Seandainya cinta dan benci itu hanya mendorong untuk berbuat baik saja, maka tidak ada masalah. Tapi karena juga bisa mendorong perbuatan negatif, maka agama kita memperingatkan supaya kita berhati-hati. (Cak Nur)
Dalam pandangan agama, kalau membenci sesuatu periksalah, jangan-jangan dia mengandung kebaikan untuk kita. Dan kalau mencintai sesuatu, juga telitilah kalau-kalau dia justru berbahaya bagi kita. (QS.2.216). Pandangan Al-Qur’an ini sangat sejalan dengan hadis di atas.
Kalau dalam pandangan Cak Nur, bahwa hadis di atas bukanlah hadis melainkan adalah syair Arab, tapi yang jelasnya ungkapan “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, kalau-kalau suatu hari dia menjadi seterumu. Dan bencilah seterumu sekedarnya saja, kalau-kalau suatu hari dia menjadi kekasihmu. Sangat berkaitan dengan firman Tuhan di atas. []