Selasa, 9 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Cirebon dan Citra Keberagaman

Hazman Baharom Hazman Baharom
11 Januari 2023
in Pernak-pernik
0
Cirebon dan Citra Keberagaman
56
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Ketika kami dibawa berkeliling Kota Cirebon oleh teman-teman Mubadalah, kami diberi huraian tentang sejarahnya. Menurut rekod Belanda, kata Cirebon berasal dari “cai” bermaksud “air” dan “rebon” bermaksud “udang.” Tetapi, rekod manuskrip Purwaka Caruban Nagari pula menyebut ia berasal dari kata “Sharumban” (berkognat dengan “Seremban”), yang bermaksud “tempat percampuran pelbagai jenis manusia.”

Percampuran ini boleh membawa maksud percampuran bangsa, keturunan, budaya, cara hidup, kesenian, agama, kelas sosial, dan bermacam-macam lagi. Sejarah Cirebon membuktikan proses ini sebagai bukan saja sesuatu yang pernah berlaku, bahkan sedang berlaku sehari-hari dalam budaya masyarakatnya.

Ketika zaman Maharaja Yongle dari Dinasti Ming (memerintah 1402-1424 M), China sangat aktif mengembangkan “kuasa halus” (soft power) di kawasan serantau. Sebelum Cheng Ho (Zheng He) tiba di Melaka, beliau singgah dahulu ke Cirebon.

Kota Cirebon ini terletak betul-betul di tepi laut Jawa secara geografi. Adalah logik untuk angkatan tersebut tiba di sini, kerana Cirebon merupakan salah satu pelabuhan entrepot terpenting di Pulau Jawa pada zaman tersebut. Maka, kami turut melawat tapak mercusuar yang dibina angkatan Cheng Ho di sini. Ia berdekatan kompleks Makam Sunan Gunung Jati.

Lebih menarik, apa yang terjadi selepas itu menjelaskan makna nama Cirebon. Yongle turut menghantar puterinya Ong Tien untuk dikahwinkan dengan Sunan Gunung Jati, yakni pendiri kerajaan Cirebon. Maka bermulalah diaspora Cina di Cirebon, dan percampuran bersama rakyat tempatan inilah yang termanifestasi menerusi banyak sekali simbol seni budaya tempatan.

Untuk mengenalpasti citra kebudayaan sesuatu masyarakat, kita harus melihatnya dari sudut cara hidup, seni, kesusasteraan lisan dan tulisan, makanan, geografi, dan beberapa sudut lagi. Ia merupakan hasil hubungan secara dialektis lewat eksistensi manusia sebagai satu proses, apabila dua daya (luaran dan dalaman) dalam diri manusia sentiasa berinteraksi, menanggapi satu sama lain, lantas menerbitkan pemaknaan terhadap realiti di hadapannya.

Salah satunya yang telah disebut sebelum ini, iaitu corak “mega mendung” itu sendiri. Jika ditinjau lewat seramik zaman Ming, itulah corak awannya yang seterusnya diterapkan makna Islam ke atas simbol tersebut. Corak ini bukan setakat terhenti di Cirebon (dan tempat-tempat lain), ia turut sampai ke Jepun kerana budaya Jepun yang banyak menyerap pengaruh Cina.

Carian ringkas di internet tentang motif awan sedemikian rupa menemukan saya terhadap karya 雲霞集 (dibaca “unkashuu,” “himpunan awan dan kabus”) dari zaman Meiji, awal abad ke-20. Motif awan dalam lukisan-lukisan “ukiyo-e” (浮世絵) juga kelihatan sedemikian rupa.

Di sinilah saya kira Masashi Kishimoto menemukan ilham untuk jubah Akatsuki dalam siri-siri anime Naruto, iaitu dari korpus budaya Jepun sendiri. Bagi yang boleh berbahasa Jepun, ini rujukannya: https://mag.japaaan.com/archives/90648

Hal yang disebut ini merupakan citra keberagaman pertama yang terdapat di Cirebon. Seterusnya, kita dapat mengenalpasti bagaimana Islam yang tiba di kawasan ini berinteraksi dengan kebudayaan lokal, lantas menatijahkan amalan serta pengalaman keagamaan baharu.

Ia masih berpaksi kepada agama Islam dan konsep tauhid, tetapi digabungjalinkan dengan simbol-simbol kebudayaan lokal di Cirebon. Perkara ini paling jelas dapat ditinjau dari motif-motif kesenian di Keraton Kesepuhan Cirebon. Masyarakat di kebanyakan kawasan di Nusantara ini pada awalnya menerima pengaruh agama Hindu dan Buddha sebelum kedatangan Islam.

Sebagai contoh, imej tiga ikan satu kepala yang terdapat di beberapa tempat di dinding atau tembok Keraton. Imej ini pada awalnya merupakan pengaruh daripada agama dan budaya yang terzahir dari agama Hindu, iaitulah imej bagi tajalli Brahma, Vishnu, dan Shiva.

Dari tiga tajalli ini, mereka mengisyaratkan kepada satu realiti paling tinggi dalam teologi Hindu, yakni realiti yang tidak punya rupa, warna, bentuk, nama, jisim, jirim, yang tidak mungkin difahami lewat akal manusia. Al-Biruni turut menyentuh hal ini ketika membahaskan perihal teologi Hindu dan Islam dalam terjemahannya ke atas Yogasutra of Patanjali (beliau terjemahkan menjadi Kitab al-Batanjal).

Di sini, boleh ditemukan kebarangkalian titik pertemuan yang mampu dimanfaatkan dalam usaha memaknakan kebersamaan hidup antara orang Islam dengan orang Hindu. Apatah lagi di Nusantara, bukan sekadar agama Hindu/Buddha yang telah bertapak sekian lama, adat-budaya lokal turut menjadi cabaran besar untuk Islam bertapak di sini.

Seterusnya, imej Ganesha di Keraton yang terdapat di sekurang-kurangnya dua tempat, iaitu patung berbentuk gajah serta ukiran di dinding yang turut memaparkan motif gajah. Dalam teologi Hindu, Ganesha penting kerana ia merupakan dewa ilmu pengetahuan.

Nah, dua hal di atas menuntut kepada kreativiti supaya Islam dapat diterima serta tidak dianggap menentang budaya yang telah lama diamalkan di sesuatu tempat. Justeru, terhasillah satu kompromi yang sangat indah lagi menarik: imej-imej tersebut dikekalkan, tetapi pemaknaannya diubah sesuai dengan konsep-konsep yang diusung Islam.

Contohnya, tiga ekor ikan berkepala satu itu diubah maksudnya menjadi tiga serangkai Islam, Iman, dan Ihsan. Tiga konsep ini apabila digabungkan secara harmonis, membawa seorang manusia kepada hakikat keberagamaan dalam Islam, sesuai dengan banyak sekali ayat Quran serta hadis-hadis Rasulullah. Dalam isu Ganesha pula, imej gajah tidak diubah, tetapi sekali lagi pemaknaannya bukanlah Ganesha dalam teologi Hindu, tetapi telah berubah menjadi peringatan kepada perlunya menuntut ilmu, seperti yang terangkum dalam hadis “menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.”

Di samping itu, keberagaman di Cirebon turut terpapar melalui kompleks Makam Sunan Gunung Jati. Di dinding kompleks tersebut, terdapat banyak sekali seramik Dinasti Ming yang dilekapkan bersama, menunjukkan kuatnya pengaruh Cina berikutan perkahwinan baginda dengan Ong Tien.

Malah, berdekatan makam tersebut, terdapat satu tokong Cina yang digunakan oleh masyarakat Cina bukan Islam untuk memberi penghormatan kepada roh Ong Tien, dan salah satu tiangnya merupakan pemberian daripada Sunan Gunung Jati.

Sekali lagi, di sini kita dapat melihat bahawa meraikan keberagaman merupakan sesuatu yang sudah terdapat dalam budaya masyarakat di banyak tempat di Nusantara sejak awal lagi—khusus dalam kasus Cirebon. Islam hadir di sini dengan cara meraikan kepelbagaian, bergabungjalin dengan budaya lokal, dan bukannya membawa imej budaya “Timur Tengah” bersama-samanya.

Potensi daripada pemahaman terhadap sejarah ini amat besar. Salah satunya ialah semesta pentafsiran agama dapat dibuka, diluaskan, serta disesuaikan dengan konteks ruang dan masa. Ketika konsep-konsep agama Islam ditafsir ala-Timur Tengah oleh penduduk di sana, penduduk di wilayah Nusantara ini dengan aktif menghadirkan pemaknaan-pemaknaan konsep Islam melalui amalan budaya lokal, dan tentunya usaha sebegini menuntut kepada penggunaan akal rasional yang aktif sekali. Inilah antara rahmat yang datang daripada pengalaman hidup masyarakat Cirebon yang dilatari keberagaman.

Proses pemahaman dengan akal terhadap budaya setempat terus diperkembangkan, lalu dari situ agama difahami. Kreativiti sebeginilah yang kian hilang dalam minda umat Islam pada hari ini, apabila kemalasan berfikir seolah-olah menjadi sesuatu yang “dimuliakan.”

Teks-teks para pemikir Islam zaman silam yang agung-agung itu tidak harus berhenti difahami setakat teksnya sahaja, tetapi pemahaman kontekstual baharu perlu dihadirkan supaya masyarakat hari ini tidak diadili oleh pandangan-pandangan zaman sebelumnya yang telah menjadi tidak relevan.

Jika kita meninjau kehidupan pemikir Islam zaman-berzaman, inilah juga semangat mereka. Sebagai contoh, sekalipun al-Shafi’i menganggap Malik sebagai antara gurunya yang paling mulia, banyak pendapatnya yang berbeza dengan gurunya itu lantaran konteks zaman yang berbeza.

Malangnya, majoriti umat Islam hari ini lebih memilih untuk mengambil teks yang telah selesai, berbanding mengambil metode dan semangatnya. Ibarat hanya mengambil makanan tetapi tidak mahu belajar memasak, apabila mati tukang masaknya, maka kita juga ikut mati kebuluran.[]

Hazman Baharom

Hazman Baharom

Terkait Posts

Relasi Difabel
Publik

Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

9 Desember 2025
Bencana di Sumatera
Aktual

Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

9 Desember 2025
Skizofrenia
Personal

Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

9 Desember 2025
Ayat Ekologi
Aktual

Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

9 Desember 2025
Kerusakan Ekologi
Kolom

Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

9 Desember 2025
Bencana
Aktual

Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

9 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam
  • Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID