Mubadalah.id – Pendidikan termasuk salah satu pranata sosial yang paling bertanggung jawab melestarikan ketimpangan-ketimpangan laki-laki dan perempuan.
Materi pengajaran agama yang berkembang juga merupakan salah satu faktor yang mungkin banyak memengaruhi budaya patriarkhal.
Materi-materi ini harus dikaji ulang dan disusun kembali agar ketimpangan-ketimpangan tidak lagi terjadi, dan keadilan bagi perempuan yang juga berarti keadilan bagi semua akan terwujud.
Bahkan lebih banyak teks-teks hadis yang ulama maknai dengan cara yang timpang dan tidak adil dalam kaitannya dengan relasi laki-laki dan perempuan.
Dari sebagian teks-teks hadis, sebagi orang mengenal ajaran bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok. Perempuan adalah fitnah, kurang akal, kurang agama, dan sebagai penghuni neraka terbanyak.
Kemudian banyak perempuan tidak layak menempuh pendidikan tinggi, tidak sah mengawinkan dirinya atau orang lain. Tidak sah menjadi saksi, tidak boleh bepergian kecuali dengan kerabat, harus tunduk pada aturan suami. Bahkan ada teks yang menyatakan bahwa perempuan adalah sumber kesialan.
Pemaknaan Ulang
Pemaknaan terhadap teks-teks hadis seperti ini harus kita kaji ulang. Bahkan sebagian di antaranya harus kita tolak karena sanadnya lemah, atau karena maknanya bertentangan dengan ayat al-Qur’an. Atau dengan hadis lain yang sanadnya lebih kuat.
Aisyah bint Abi Bakr ra telah mencontohkan bagaimana beliau mengkritik hadis tentang kesialan perempuan, yang diriwayatkan sahabat Abi Hurairah ra dan dicatat Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Teks hadis tersebut adalah pernyataan Nabi Saw riwayat Abu Hurairah ra: “Sumber kesialan itu ada tiga hal, kuda, perempuan, dan rumah.”
Dari teks tersebut, Aisyah ra. tidak mau menerima teks hadis tersebut, karena maknanya bertentangan dengan ayat al-Qur’an :
“Tiada bencanapun yang menimpa di muka bumi ini dan (tidak pula) padamu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid, 57: 22).
Katanya, tidak mungkin teks hadis yang menyatakan bahwa perempuan adalah sumber kesialan keluar dari mulut Rasulullah Saw, suaminya. Dari sini, Aisyah ra mengajarkan bahwa pemaknaan hadis harus kita kaitkan dengan ayat-ayat al-Qur an. []