Mubadalah.id – Di ruang publik, perspektif mubadalah meniscayakan adanya kesetaraan perempuan dan laki-laki sebagai warga negara di mata hukum.
Sehingga, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, agar bisa saling mengisi, memperkuat, dan membangun kehidupan sosial yang baik bagi segenap masyarakat.
Sebagaimana laki-laki, perempuan juga harus diberi kesempatan yang luas untuk bisa berkontribusi di ruang publik dan mengambil manfaat darinya.
Pada saat yang sama, laki-laki juga harus kita dorong untuk berkontribusi di ruang domestik dan menikmati keintiman dengan keluarga, terutama anak-anak.
Tentu saja, tanpa mengesampingkan kemungkinan adanya perbedaan-perbedaan yang khas antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, ada perbedaan di antara individu-individu, terutama yang memiliki kebutuhan khusus.
Ruang Domestik
Di ruang domestik, perspektif mubadalah menegaskan pentingnya relasi yang saling melayani, menguatkan, dan membahagiakan antara suami dan istri, serta orang tua dan anak.
Kerja-kerja rumah tangga dan mengurus anak menjadi tanggung jawab bersama. Kebahagiaan juga menjadi hak bersama.
Logika mubadalah menegaskan bahwa jika senyum, keramahan, melayani, dan segala tindakan yang menyenangkan adalah baik istri lakukan kepada suami, maka ia juga baik suami lakukan pada istri.
Begitu pun, jika berkata buruk, tidak pandai bersyukur, menghina, mengumpat, memukul, dan kekerasan. Serta melakukan segala tindakan yang tidak menyenangkan adalah buruk diterima suami dari istri.
Maka suami juga harus menghindari sikap dan perilaku tersebut agar tidak terjadi pada istri sama sekali.
Inilah contoh penjelasan sikap mubadalah dalam kehidupan rumah tangga. *
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.