Mubadalah.Id – Daurah Kader Ulama Perempuan Muda Jawa Barat dan Jawa Tengah yang diadakan Fahmina Institute sebagai bagian dari proklamator Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) telah berlangsung sejak senin, (15/03/21).
Ada dua bentuk kegiatan yang berlangsung, kegiatan dalam jaringan melalui ruang virtual zoom meeting dilaksanakan selama lima hari, sedangkan kegiatan luar jaringan akan dilaksanakan pada Hari Rabu dan Kamis (24-25/03/21) untuk wilayah Jawa Barat, adapun wilayah Jawa Tengah akan dilaksanakan di bulan April 2021.
Pada pertemuan pertama (15/03/21), Ny. Hj. Badriyah Fayumi. LC selaku Ketua Majelis Musyawarah KUPI menjadi keynote speaker dalam acara pembukaan DKUP ini. Dalam sambutannya beliau menyampaikan visi misi dari jaringan KUPI yakni menjadi gerakan intelektual, moral, sosial, kultural dengan visi kemanusiaan, kebangsaan, dan kesemestaan, yang semuanya itu terintegrasi satu sama lain.
Ia juga menjelaskan tentang fikrah dan harakah yang menjadi konsen KUPI dalam pergerakannya. Dalam fikrah, ada dua hal yang menjadi metodologi KUPI. Pertama, bersumber dari metode yang sudah mapan dalam tradisi tetapi lebih dimaknai dengan spesifik dengan perspektif keadilan. Misalnya dengan memaknai tauhid sebagai bentuk penghambaan hanya kepada Allah, bukan selainnya (tidak menghamba pada laki-laki dan tidak menjadikan perempuan sebagai hamba).
Menggunakan maqashid syariah yang dimaknai dengan perspektif kemasalahatan. Metode istiqra’ yang tidak melupakan pengalaman perempuan sebagai sumber pengetahuan. Menggunakan kaidah fikih yang dibaca dengan keadilan untuk perempuan dan laki-laki. Kedua, metodologi yang bersumber asli dan dilahirkan oleh ulama perempuan, seperti Qira’ah Mubadalah Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dan Keadilan Hakiki Dr. Nur Rofi’ah Bil Uzm.
Dalam harakahnya, KUPI juga memperkuat advokasi kebijakan. Namun berbeda dengan lembaga advokasi pada umumnya, KUPI mengintegrasi semua visi dengan memperkuat hukum dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan, juga membangun misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Dan pembeda utamanya adalah adanya kajian keagamaan di dalamnya.
“Contoh dalam masalah perkawinan anak, KUPI dalam gerakan intelektualnya melakukan musyawarah keagamaan dan halaqoh di berbagai tempat. Dalam gerakan sosialnya, KUPI menyuarakan isu tersebut. Dalam gerakan kulturalnya, para ulama perempuan jaringan KUPI mengedukasi pencegahan perkawinan anak melalui majelis ta’lim, pondok pesantren, dll. Dan dalam advokasi kebijkan, KUPI memperkuat hukum dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan” Jelas Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina ini.
Adapun peserta DKUP ini berjumlah 40 orang, 20 orang berasal dari Jawa Barat dan 20 lainnya dari Jawa Tengah, yang merupakan kader muda pesantren dan telah memahami dasar ajaran Islam dan konsep gender.
“Output dari kegiatan ini adalah mencetak kader muda yang sadar gender, memiliki perspektif keadilan gender, paham ajaran Islam adil gender, dan menguasai metodologi KUPI untuk menghasilkan fatwa adil gender, sebagai bagian dari perjuangan kontekstualisasi ajaran Islam untuk menghasilkan fikih adil gender, dan melakukan transformasi sosial untuk membangun kehidupan sosial adil gender sebagai bagian dari misi profetik” Ungkap Marzuki Wahid. Selaku fasilitator dalam kegiatan ini, sekaligus salah satu ulama perempuan KUPI. []