• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Pola Parenting-Childrening Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Jelang Peristiwa Penyembelihan

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
03/08/2020
in Figur, Hikmah, Keluarga
0
Ilustrasi NBU

Ilustrasi NBU

501
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Perayaan Idul Adha selain bertepatan dengan ibadah haji, juga tidak terlepas dari peristiwa sejarah yang tercatat dalam Al-Qur’an Surat As-Saffat Ayat 99-113 tentang percakapan demokratis penuh keikhlasan antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengenai peristiwa pengorbanan antara keduanya.

Perintah berkurban pada perayaan Idul Adha tidak terlepas dari peristiwa yang bermula saat Nabi Ibrahim bermimpi melihat dirinya menyembelih putranya sendiri, Ismail. Putra yang sangat ia cintai setelah terpisah karena diperintahkan Tuhan untuk membawa dan meninggalkannya di gurun Arab bersama Ibunda Siti Hajar saat masih bayi. Peristiwa ketangguhan Siti Hajar dan bayi Ismail tersebut juga kemudian diabadikan sebagai tuntunan berhaji bagi umat Islam.

Setelah Ismail bertumbuh, seperti yang disebutkan dalam surat As-Saffat ayat 102, Nabi Ibrahim berdialog dengan putranya tentang mimpi yang ia alaminya berturut-turut. “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Nabi Ibrahim, seorang nabi yang agung tetap menanyakan pendapat kepada anaknya mengenai hal yang melibatkan dirinya dan anaknya juga.

Lantas Nabi Ismail, sang anak juga menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlan apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Jawaban Ismail tersebut menggambarkan betapa keikhlasan dan kepasrahan kepada perintah yang disampaikan Tuhan melalui ayahnya itu juga harus dilaksanakan tanpa paksaan.

Dari peristiwa ini, kita bukan hanya diajarkan tentang kesabaran, pengorbanan, dan keikhlasan saja. Tetapi juga teladan parenting-childrening Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kedua pola tersebut harus ada, karena untuk menciptakan keluarga yang inklusif harus melibatkan seluruh anggota keluarga dalam hal apapun.

Baca Juga:

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

Bentuk relasi yang terbuka, hangat, dan saling percaya antara orang tua dan anak akan terbangun rasa hormat dan kepercayaan satu sama lain. Pola dialogis tersebut juga dibutuhkan agar pola pengasuhan tidak hanya bertumpu pada kacamata pandang orang tua saja, tetapi juga perlu melibatkan pandangan anak dalam melihat dan menanggapi sesuatu di depannya.

Hal ini karena pandangan anak (children eyes) tak selamanya sama dengan bagaimana orang tua memandang suatu perkara. Maka berdialog dengan anak juga perlu diperhatikan bagi para orang tua. Pola Childrening ini juga diabadikan dalam Al-Qur’an tentang kisah Nabi Nuh dan Kan’an. Kisah Ibunda Nabi Musa (ketika menyusui), juga Kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ya’qub.

Namun berbeda dengan Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang penuh keteladanan, sebaliknya kisah Nabi Nuh dan Kan’an (putranya) yang termaktub dalam Surat Hud ayat 41-48 memberikan pelajaran yang berbeda. Ketika kapal Nabi Nuh berlayar membawa kaumnya ke dalam arus gelombang besar laksana gunung, Nabi Nuh memanggil anaknya ketika mengetahui Sang Anak berada di tempat yang jauh terpencil.

“Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir” yang kemudian dijawab oleh anaknya, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah” jawab Sang Anak dalam dialog tersebut. Nabi Nuh berkata lagi, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.”

Namun Kan’an tetap tidak mengikuti perintah ayahnya, dan gelombang besar tersebut menenggelamkannya. Walau kisah ini menggambarkan bagaimana akhir tragis dari nasib Sang Anak, tetapi juga mengajarkan kita bahwa proses dialog itu harus ada untuk memastikan anak-anak melakukan sesuatu atas pilihannya dan menerima segala konsekuensi atasnya.

Dengan demikian puisi Kahlil Gibran yang mengatakan ‘Anakmu bukanlah anakmu, dia anak kehidupan yang merindui dirinya sendiri, dia terlahir melaluimu tapi bukan darimu, meski dia bersamamu tapi dia bukan milikmu’ menjadi nasihat tersendiri bagi para orang tua, bahwa Anak selain miliknya juga milik dirinya sendiri dan Tuhan yang menciptakan dan mematikannya kelak. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID