Mubadalah.id – Film bertema perselingkuhan kerap kali menjadi buah bibir di kalangan penonton Indonesia, begitu pula dengan film Ipar adalah Maut yang sedang naik daun. Banyak yang tertarik mengikuti alur ceritanya karena diangkat dari kisah nyata.
Akan tetapi ada pula yang sudah lebih kritis dan jeli memandang film Ipar adalah Maut dan film-film bertema perselingkuhan lainnya. Di mana masih lebih banyak menyalahkan perempuan dalam perbuatan perselingkuhan. Namun, terlepas dari itu semua, ada aspek yang juga perlu kita cermati dalam film ini. Yaitu resiliensi korban dalam melawan tindakan-tindakan dzalim yang terjadi kepada dirinya.
Tokoh korban dalam film ini adalah Nissa. Dia adalah seorang pengusaha perempuan yang mandiri nan salihah yang harus menerima kenyataan pahit bahwa rumah tangganya tak berjalan sesuai dengan harapan. Terutama akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan adik kandungnya.
Penggambaran Nissa sebagai tokoh yang mandiri secara intelektual maupun ekonomi rasanya layak kita apresiasi. Mengingat masih banyaknya tayangan media yang menggambarkan perempuan korban perselingkuhan maupun korban kekerasan sebagai sosok yang selalu lemah dan tak punya agensi diri yang baik.
Perselingkuhan
Dalam perjalanan cerita perselingkuhannya, film ini menggambarkan bahwa perselingkuhan yang terjadi antara Rani (adik kandung Nisa) dan Aris (suami Nisa). Di mana peristiwa itu terjadi akibat banyaknya kesempatan untuk berduaan yang disambut baik oleh keduanya.
Hal ini juga merupakan penggambaran yang cukup adil jika kita bandingkan dengan narasi-narasi yang kerap kali mempertanyakan kapasitas seorang istri ketika suaminya memutuskan untuk berselingkuh.
Tergambarkan pula bahwa di tengah kesibukan Nissa mengurus bisnis toko kuenya, Nissa juga menaruh perhatian yang cukup kepada hubungan rumah tangganya. Bahkan juga kepada ibunya yang kian menua. Dari sini Nissa menaruh curiga pada perubahan sikap dan kebiasaan suaminya. Dari perhatian ini pula yang pada gilirannya mengantarkan Nissa mengetahui perselingkuhan yang telah suami dan adiknya lakukan.
Di sini sisi resiliensi Nissa semakin tampak. Seketika saat ia mengetahui hubungan tak wajar antara suami dan adiknya ia membuat jarak yang aman dari suaminya. Bahkan setelah konflik tersebut memicu penurunan kondisi kesehatan ibu Nissa secara drastis, Nissa masih mampu menjadi caregiver untuk sang ibu.
Hingga pada saat ibunya meninggal, Nissa di tengah keterpurukannya masih berusaha untuk bangkit dengan melanjutkan usaha toko kue bersama sahabatnya.
Akhir Cerita yang Tidak Jelas
Sayangnya, meskipun dalam kisah aslinya dinyatakan bahwa Nissa dan Aris bercerai, namun di dalam film tidak tergambarkan dengan jelas, apakah pada akhirnya Nissa dan Aris bercerai akibat permasalahan ini.
Padahal, kejelasan tersebut barangkali dapat menjadi sumber keyakinan bagi perempuan-perempuan lain untuk meninggalkan hubungan yang sudah lebih banyak membawa mudharat. Nissa bahkan menunjukkan kemandirian ekonomi dengan mengembangkan bisnisnya ke luar kota pasca perpisahan dengan suaminya.
Sebagaimana yang kerap Mama Dedeh sampaikan di mimbar-mimbar pengajiannya, bahwa perempuan harus memiliki kebahagiaan dan ketenangan hati dari kejujuran hati. Apabila tidak ridla tersakiti maka jangan memaksakan mempertahankan hubungan termasuk dengan alasan demi anak.
“Bagaimana mau membesarkan anak dengan tenang kalau setiap hari batinnya tersiksa,”
kata Mamah Dedeh di sebuah forum pengajian.
Hal ini juga menjadi pengingat untuk kita semua bahwa tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk mendapatkan ketenangan batin di antara keduanya. Maka, apabila tujuan pernikahannya sudah tidak dapat kita capai karena salah satu pihak telah berkhianat kepada janjinya di hadapan Allah. Lantas terbuka jalan untuk kita mengakhiri pernikahan dengan cara yang baik.
Sebagaimana tersebutkan juga dalam QS Al-baqarah ayat 231 di mana Allah melarang seorang suami merujuk istrinya dan menahannya dalam pernikahan jika untuk saling menyakiti.
“..dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk mendzalimi mereka. Barangsiapa melakukan demikian, maka dia telah mendzalimi diri sendiri..” []