• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Ipar Adalah Maut : Potret Resiliensi Korban Melawan Kedzaliman 

Penggambaran Nissa sebagai tokoh yang mandiri secara intelektual maupun ekonomi rasanya layak kita apresiasi

Fatimatuz Zahra Fatimatuz Zahra
28/06/2024
in Film, Rekomendasi
0
Film Ipar Adalah Maut

Film Ipar Adalah Maut

792
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Film bertema perselingkuhan kerap kali menjadi buah bibir di kalangan penonton Indonesia, begitu pula dengan film Ipar adalah Maut yang sedang naik daun. Banyak yang tertarik mengikuti alur ceritanya karena diangkat dari kisah nyata.

Akan tetapi ada pula yang sudah lebih kritis dan jeli memandang film Ipar adalah Maut dan film-film bertema perselingkuhan lainnya. Di mana masih lebih banyak menyalahkan perempuan dalam perbuatan perselingkuhan. Namun, terlepas dari itu semua, ada aspek yang juga perlu kita cermati dalam film ini. Yaitu resiliensi korban dalam melawan tindakan-tindakan dzalim yang terjadi kepada dirinya.

Tokoh korban dalam film ini adalah Nissa. Dia adalah seorang pengusaha perempuan yang mandiri nan salihah yang harus menerima kenyataan pahit bahwa rumah tangganya tak berjalan sesuai dengan harapan. Terutama akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan adik kandungnya.

Penggambaran Nissa sebagai tokoh yang mandiri secara intelektual maupun ekonomi rasanya layak kita apresiasi. Mengingat masih banyaknya tayangan media yang menggambarkan perempuan korban perselingkuhan maupun korban kekerasan sebagai sosok yang selalu lemah dan tak punya agensi diri yang baik.

Perselingkuhan

Dalam perjalanan cerita perselingkuhannya, film ini menggambarkan bahwa perselingkuhan yang terjadi antara Rani (adik kandung Nisa) dan Aris (suami Nisa). Di mana peristiwa itu terjadi akibat banyaknya kesempatan untuk berduaan yang disambut baik oleh keduanya.

Baca Juga:

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

Hal ini juga merupakan penggambaran yang cukup adil jika kita bandingkan dengan narasi-narasi yang kerap kali mempertanyakan kapasitas seorang istri ketika suaminya memutuskan untuk berselingkuh.

Tergambarkan pula bahwa di tengah kesibukan Nissa mengurus bisnis toko kuenya, Nissa juga menaruh perhatian yang cukup kepada hubungan rumah tangganya. Bahkan juga kepada ibunya yang kian menua. Dari sini Nissa menaruh curiga pada perubahan sikap dan kebiasaan suaminya. Dari perhatian ini pula yang pada gilirannya mengantarkan Nissa mengetahui perselingkuhan yang telah suami dan adiknya lakukan.

Di sini sisi resiliensi Nissa semakin tampak. Seketika saat ia mengetahui hubungan tak wajar antara suami dan adiknya ia membuat jarak yang aman dari suaminya. Bahkan setelah konflik tersebut memicu penurunan kondisi kesehatan ibu Nissa secara drastis, Nissa masih mampu menjadi caregiver untuk sang ibu.

Hingga pada saat ibunya meninggal, Nissa di tengah keterpurukannya masih berusaha untuk bangkit dengan melanjutkan usaha toko kue bersama sahabatnya.

Akhir Cerita yang Tidak Jelas

Sayangnya, meskipun dalam kisah aslinya dinyatakan bahwa Nissa dan Aris bercerai, namun di dalam film tidak tergambarkan dengan jelas, apakah pada akhirnya Nissa dan Aris bercerai akibat permasalahan ini.

Padahal, kejelasan tersebut barangkali dapat menjadi sumber keyakinan bagi perempuan-perempuan lain untuk meninggalkan hubungan yang sudah lebih banyak membawa mudharat. Nissa bahkan menunjukkan kemandirian ekonomi dengan mengembangkan bisnisnya ke luar kota pasca perpisahan dengan suaminya.

Sebagaimana yang kerap Mama Dedeh sampaikan di mimbar-mimbar pengajiannya, bahwa perempuan harus memiliki kebahagiaan dan ketenangan hati dari kejujuran hati. Apabila tidak ridla tersakiti maka jangan memaksakan mempertahankan hubungan termasuk dengan alasan demi anak.

“Bagaimana mau membesarkan anak dengan tenang kalau setiap hari batinnya tersiksa,”

kata Mamah Dedeh di sebuah forum pengajian.

Hal ini juga menjadi pengingat untuk kita semua bahwa tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk mendapatkan ketenangan batin di antara keduanya. Maka, apabila tujuan pernikahannya sudah tidak dapat kita capai karena salah satu pihak telah berkhianat kepada janjinya di hadapan Allah. Lantas terbuka jalan untuk kita mengakhiri pernikahan dengan cara yang baik.

Sebagaimana tersebutkan juga dalam QS Al-baqarah ayat 231 di mana Allah melarang seorang suami merujuk istrinya dan menahannya dalam pernikahan jika untuk saling menyakiti.

“..dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk mendzalimi mereka. Barangsiapa melakukan demikian, maka dia telah mendzalimi diri sendiri..” []

Tags: Film IndonesiaFilm Ipar Adalah MautkonflikperselingkuhanRelasirumah tangga
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Akun Sosial Media : Fatimatuz Zahra(Facebook), @fzahra99_(instagram)

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Film Rahasia Rasa

Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

6 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Tradisional

    Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID