Mubadalah.id – Pada 30 Desember 2009 KH Abdurrahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur berpulang. Hari itu merupakan hari duka bagi banyak orang di seluruh pelosok negeri. Pengabdian dan jasanya kepada masyarakat begitu besar. Kepergian Gus Dur membuat mereka sedih. Tak terkecuali mereka yang ada di Cirebon yang sangat kehilangan tokoh unik, nyentrik dan juga asyik. Ia merupakan pembela kaum marjinal.
Gus Dur merupakan manusia yang sangat disegani bukan hanya oleh umat Islam di Indonesia tetapi juga oleh umat-umat agama lain. maka tidak heran ketika banyak masyarakat yang mengadakan acara bertajuk “In Memorium Gus Dur” sebagai bentuk penghormatan kepada beliau.
Begitupun di Cirebon, Hj. Umayah dan Siti Fatimah dalam buku ”Gus Dur di Mata Wong Cirebon” menceritakan pada tanggal 7 Januari 2010, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) bekerjasama dengan BEM STAIN pernah mengadakan acara “Ín Memorium Gus Dur Refleksi 100 Tokoh Cirebon atas Pemikiran dan Aktifitas Gus Dur untuk Indonesia”.
Acara tersebut untuk mengenang jasa Gus Dur pada masyarakat yang begitu besar.
Selain itu, di mata masyarakat Tionghoa, Gus Dur merupakan sosok pembebas dan pembela hak-hak manusia. Gus Dur mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 yang membatasi adat istiadat masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia saat beliau menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Gus Dur mempertahankan keberagaman Indonesia sekaligus memperkenalkan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara majemuk. Sikap Gus Dur inilah yang banyak menginspirasi orang untuk terus mempejuangkan nilai-nilai kemanusiaan, di antaranya membela kaum yang terdiskriminasi.
Hal ini sejalan dengan cita-cita Gus Dur untuk menyelaraskan demokrasi dengan keadilan dan mewujudkan kebinekaan di Indonesia. Menurut beliau, keragaman itu merupakan rahmat Tuhan yang indah yang patut disyukuri. Bukan malah menjadi pemisah antara umat satu dengan yang lainnya.
Cita-cita Gus Dur yang selanjutnya ialah mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Berangkat dari cita-cita tersebut, Gus Dur menjadi sosok yang berani mempertahankan hal yang beliau yakini kebenarannya, walaupun arus yang beliau lalui berbeda dengan orang lain.
Seringkali pemikiran-pemikiran beliau dinilai kontroversial karena berbeda dengan pandangan masyarakat pada umumnya. Tetapi hal itu tidak membuat Gus Dur mundur dalam membela setiap kaum yang lemah. Misal dalam setiap tulisannya, ia selalu menyampaikan bahwa Tuhan itu tidak perlu dibela, tetapi justru umatnyalah yang perlu dibela.
Dengan cara berpikir seperti itu tidak jarang Gus Dur mendapat kritikan pedas bahkan kecaman-kecaman yang sangat jahat. Tetapi beliau menghadapinya dengan sikap tenang-tenang saja bahkan salah satu quote yang sampai sekarang masih populer, Gus Dur selalu bilang “gitu aja kok repot”.
Karena beliau yakin bahwa sebagai penganut agama Islam, ia dan semua umat muslim harus mampu melindungi siapapun tanpa melihat latar belakang sosial, gender, keyakinan, asal usul dan hal lainnya.
Senada dengan itu, KH Wawan Arwani, Wakil Ketua Yayasan Buntet Pesantren Cirebon, banyak meneladani sikap Gus Dur yang terbuka terhadap orang yang berbeda keyakinan. Beliau sering mengajarkan santri-santrinya untuk tidak menyelesaikan setiap persoalan dengan kekerasan. Beliau bahkan menegaskan terorisme yang mengatasnamakan jihad itu hukumnya haram. Karena Islam tidak membenarkan prilaku yang menyakiti sesama manusia.
Bercermin dari kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan oleh Gus Dur penulis meyakini bahwa Islam menurut pandangan beliau ialah agama yang damai, adil dan toleran. Maka memang baiknya kita meneladani guru bangsa ini. Terutama dalam menjaga kesatuan NKRI dan perjuangan untuk kemanusiaan tanpa melihat agama, ras, gender, dan yang lainnya.[]