• Login
  • Register
Sabtu, 17 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Hari Pahlawan 10 November: Peran Perempuan di Pertempuran Surabaya

Kehadiran PPRI menjadi bukti nyata bahwa pertempuran Surabaya tidak terlepas dari keterlibatan perempuan.

Mifta Sonia Mifta Sonia
10/11/2024
in Publik, Rekomendasi
0
10 November

10 November

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Rakyat Indonesia memperingati Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November. Pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan untuk mengenang patriotisme bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdakaan saat pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.

Pertempuran 10 November di Surabaya merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Pertempuran ini terjadi karena adanya ketegangan dan konflik antara pejuang kemerdekaan Indonesia dengan pasukan sekutu.

Saat itu rakyat mengambil sikap dengan menolak terjajah kembali oleh Belanda atau Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang bekerja sama dengan sekutu yakni tentara Inggris.

Pertempuran ini mulai pecah saat meningkatnya ketegangan pada akhir Oktober 1945 dan mencapai puncaknya pada 10 November.

Sejarah PPRI

Pada pertempuran tersebut, seluruh elemen masyarakat terlibat dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, termasuk perempuan yang tergabung dalam Pemuda Putri Republik Indonesia (PPRI).

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Pemuda Putri Republik Indonesia (PPRI) merupakan organsasi perempuan yang awalnya bernama Gabungan Pemuda Putri Surabaya (GPPS).

Lukitaningsih menjabat sebagai ketua PPRI pada saat itu. Organisasi perempuan ini beranggotakan pelajar dan non pelajar.

PPRI terbentuk untuk membangkitkan rasanasionalisme kebangsaan dan menghimpun kekuatan perempuan agar siap menghadapi penjajah yang mengganggu kemerdekaan Indonesia.

Sebelum PPRI menjadi organisasi mandiri, mereka bergabung dengan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Gedung Simpang Club atau yang saat ini terkenal sebagai Balai Pemuda Surabaya menjadi markas mereka saat itu.

Pada pertengahan Oktober 1945, beberapa anggota PRI melakukan kekerasan dan persekusi, sehingga PPRI memilih untuk memisahkan diri dengan PRI.

Jauh-jauh hari sebelum pertempuran 10 November di Surabaya pecah, PPRI mengajak para perempuan untuk bergabung dalam usaha pembelaan kemerdekaan yang tersebar luaskan melalui surat kabar Soeara Rakjat.

Aksi PPRI

Usaha kongkrit yang PPRI tunjukkan dalam membantu membangkitkan rasa nasionalisme adalah ikut serta bergerak mengadakan aksi coret-coret, penempelan plakat, selebaran merah-putih, dan menjahit tanda pangkat BKR.

Aksi tersebut bernama “Aksi Pengibaran Sang Merah Putih” yang dilakukan di setiap rumah dan kantor di Surabaya.

Pada 21 September 1945, Lukitaningsih mewakili PPRI dalam rapat raksasa di Tambaksari. Lukitaningsih menjadi salah satu pembicara dalam aksi tersebut. Ia juga bersumpah atas nama rekan-rekannya untuk tetap mempertahankan berkibarnya Bendera Merah Putih.

Setelah rapat tersebut, semua pembicara dan penanggung jawab tertangkap serta ditahan oleh Kenpeitai (Polisi militer dan polisi rahasia Jepang).  Lalu mereka semua dilepaskan pada tengah malam setelah Gubernur Suryo melakukan perundingan dengan pihak Kenpeitai.

Pada 5 November 1945, PPRI berencana melakukan pelatihan yang diikuti oleh 200 perempuan, namun batal karena pertempuran 10 November di Surabaya pecah.

Sebelum itu sebagian besar anggota PPRI telah diberi pelatihan P3K oleh dr. M. Sutopo dan istrinya, sesudah itu mereka langsung bertugas.

Peran PPRI dalam Pertempuran Surabaya

Pertempuran 10 November di Surabaya merupakan pengalaman pertama PPRI terjun ke medan perang. Kendati demikian, mereka bertugas di garda depan dan garda belakang membantu pejuang kemerdekaan.

Saat pertempuran mulai, prajurit kesehatan belum disiapkan. Sehingga PPRI mengambil tugas tersebut dan langsung membentuk tenaga Palang Merah Khusus yang selanjutnya menjadi Palang Merah tentara.

Mereka mengurus korban pertempuran dari garis depan untuk diangkut ke pos-pos Palang Merah atau ke Rumah Sakit terdekat.

PPRI juga bertugas di dapur umum seperti membagi makanan yang dapat mereka ambil dari kampung-kampung, maupun sumbangan yang mereka terima dari luar kota, untuk diteruskan kepada pejuang di garis depan pertempuran.

Mereka juga membagikan pakaian yang diambil dari gudang timbunan Jepang untuk diberikan kepada pejuang di garis depan.

Selain itu, anggota PPRI juga membantu Markas Besar PRI dan kelima, Cologne sebagai caraka dan penyelidik dalam tugas membantu TKR, menyusup sebagai mata-mata di daerah musuh dan daerah pertempuran melawan sekutu.

Mereka antara lain: Lukitaningsih, Tuty Amisutin, Sutiyem, dan Siti Chatijah. Kader-kader yang tergembleng di Jakarta maupun Surabaya, dengan motto “Merdeka atau Mati”.

Kegiatan PPRI Sebagai Individu dan Kelompok

Selain kegiatan tersebut, anggota PPRI juga melakukan kegiatan lain secara individu maupun berkelompok. Seperti yang dilakukan kelompok Dariyah dan Murtinah.

Dariyah menginisiasi pembentukan dapur umum di Ngemplak Gentengkali. Dariyah mendatangi Doel Arnowo sebagai ketua KNI untuk minta izin mendapatkan beras yang tersimpan di gudang Kalimas.

Sri Mantuni, Mulyaningsih, dan kawan-kawan menjadi penanggung jawab Pos P3K dan dapur umum PPRI di jalan Kempemen.

Di jalan Plampitan kantor Asuransi Bumi Putera 1912 ada Isbandiyah, Piet Isnaeni dan di jalan Kedungsari personalianya adalah Mujiati, Musrini, Fatimah, Umiyati, Salmah, dan Sukarti. Lukitaningsih, Sutiyem dan Siti Chatijah menjadi penanggung jawab pos induk di jalan Embong Sawo.

Surabaya jatuh ke tangan musuh pada 28 November 1945, sehingga anggota PPRI mundur ke Sepanjang, Kletek dan mulai menyusun kembali pembentukan pos-pos di daerah pertahanan Selatan Kali Brantas; pos induk di Trosobo dan pos garis di Kletek.

Sedangkan tugas lain adalah mencari hubungan dengan pamong praja dan organisasi wanita untuk memasak dan memberi nasi bungkus dan menyalurkan ke garda terdepan.

PPRI Pasca Surabaya Lautan Api

Setahun setelah pertempuran 10 November di Surabaya, Lukitaningsih selaku ketua PPRI menghadiri Kongres Perempuan di Solo.

Sejak saat itu, PPRI meleburkan diri menjadi anggota Pemuda Putri Indonesia (PPI). Berjalannya kongres tersebut juga menghasilkan pembentukan Badan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) yang salah satu di dalamnya terdapat PPI.

Mereka kemudian bekerja di isu buruh, pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, hukum Islam (adat), kebudayaan, dan hubungan luar negeri.

Kehadiran PPRI menjadi bukti nyata bahwa pertempuran Surabaya tidak terlepas dari keterlibatan perempuan.

Mereka membuktikan bahwa perempuan juga bisa berperan dan berdaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di garda depan.

PPRI juga menunjukkan bahwa setelah merdeka, masih banyak isu yang perlu kita soroti dan masyarakat benahi untuk merasakan kemerdekaan yang ‘sepenuhnya’. []

 

 

Tags: 10 NovemberHari PahlawankemerdekaanperempuanPPRISurabaya
Mifta Sonia

Mifta Sonia

Seorang perempuan yang sedang menggeluti dunia Jurnalistik dengan keinginan bisa terus menyuarakan suara-suara perempuan yang terpinggirkan.

Terkait Posts

Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyi HIndun

    Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama
  • Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap
  • Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)
  • Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat
  • Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version