Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa keberadaan dan pembagian harta gono gini sebagaimana yang lazim berlaku memiliki landasan hukum dan logika yang dapat dibenarkan menurut syariat dan akal sehat.
Hal ini, kata Nyai Badriyah, sesuai dengan konsep ma’ruf dalam al-Qur’an, yaitu sebuah konsep penyelesaian masalah atau kasus yang berdasarkan pada syariat, akal sehat dan asas kepatutan lokal.
Ma’ruf itu, menurut Nyai Badriyah, merupakan cara penyelesaian masalah yang barangkali al-Qur’an kemukakan dalam berbagai persoalan keluarga. (Baca juga : Ijtihad : Cara untuk Pembagian Harta Gono Gini)
Berdasarkan argumen-argumen di atas, institusi harta bersama dalam perkawinan atau harta gono gini yang sudah menjadi hukum positif di Indonesia dan masuk dalam ranah ijtihad yang tidak bertentangan dengan syari’ah.
Ranah ijtihad ini, Nyai Badriyah menyebutkan, sesuai dengan prinsip kemashlahatan, keadilan, serta konsep ma’ruf dalam al-Qur’an.
Dengan demikian, institusi ini perlu mempertahankannya sepanjang keadilan dan kemaslahatan masih melekat di dalamnya.
Sementara itu, Nyai Badriyah mengungkapkan, jika ekonomi sebuah keluarga sepenuhnya bertumpu pada istri, misalnya, karena suaminya tidak mau bekerja.
Kemudian, suami tidak memberi nafkah dan tidak mau mengerjakan urusan rumah tangga, maka harta gono-gini pun tidak layak suami miliki.
Sebab harta gono-gini merupakan akibat dari kerjasama dalam sebuah perkongsian yang terjadi dalam perkawinan. (Rul)