Mubadalah.id – Hikmah dan misi akikah secara sosial, berguna untuk mengikis tradisi Arab Pra-Islam, yang hanya menyembelih kambing untuk bayi laki-laki. Karena, dari kalangan mereka, setelah Islam hadir, masih ada yang mangatakan tidak perlu akikah bagi bayi perempuan.
Sebagaimana diketahui, masyarakat Arab Pra-Islam membedakan derajat sosial laki-laki dan perempuan secara diskriminatif.
Kelahiran bayi laki-laki, misalnya, dirayakan dengan gembira, dengan menyembelih kambing dua, tiga, atau lebih, sebagai tanda syukur dan suka cita.
Sementara untuk bayi perempuan sebaliknya, tanpa perayaan, harus sembunyi-sembunyu, tak perlu menyembelih apa pun sebagai rasa syukur, bahkan sebagian menguburnya hidup-hidup.
Tradisi inilah yang Islam kritik. Bahwa bayi perempuan adalah manusia sebagaimana laki-laki, yang harus orang tua hormati, syukuri, dan juga rayakan kelahirannya.
Nabi Saw. memproklamasikan kepada masyarakat yang masih kental dengan tradisi Jahiliah bahwa yang melahirkan bayi perempuan akan berdatangan para malaikat, ikut mendoakan, dan mendapatkan dukungan sepenuhnya.
Jika seseorang Allah beri bayi perempuan, maka Allah Swt. mengutus para malaikat untuk turun bertandang seraya berkata: segala keberkahan untuk kalian sekeluarga.
Para malaikat kemudian mendekapnya dengan sayap mereka (tanda suka cita) dan mengusapkan tangan mereka ke kepalanya (tanda kasih sayang).
Mereka mendoakan (bayi tersebut) yang masih lemah, yang lahir dari (seorang ibu) yang juga masih lemah.
Siapa pun yang bertanggung jawab (mengurus, membesarkan, dan mendidik) sang bayi tersebut. Ia akan Allah dan para malaikat dukung dan tolong sampai hari kiamat kelak. (Al-Mu’jam al-Shaghir li al-Thabrani, juz 1, hal. 61, no. 70). []