• Login
  • Register
Rabu, 29 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Hukum Berjabat Tangan Laki-Laki dan Perempuan

Imam Nakhai Imam Nakhai
01/06/2020
in Hukum Syariat
0
Berjabat Tangan Lelaki dan Perempuan
180
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Saya berpikir, hukum berjabat tangan laki-laki dan perempuan sudah selesai, eh ternyata belum. Ada beberapa kawan yang bertanya karena di keluarganya mulai ada yang mempermasalahkan jabat tangan laki laki perempuan yang bukan mahram.

Pendapat pendapat ulama tentang jabat tangan laki-laki dan perempuan memang dirumuskan dalam konteks situasi dan kondisi psikologis yang memposisikan perempuan sebagai obyek penderita (maf’ul) dan dalam kondisi di mana banyak kedhaliman terhadap perempuan. Sejarah membuktikan hal itu.

Maka dari itu, dengan semangat “melindungi perempuan” para ulama terilhami untuk bersikap keras menutup pintu pintu yang memberi ruang laki laki melakukan kekerasan terhadap perempuan, seperti hukum memandang perempuan (nadrah ila al mar’ah), menyentuhnya (al-massu wa al-lamsu), berduan ditempat tersembunyi (al khalwah), berbaur aduk (al ikhtilath), dan hal lain yang berpotensi terjadinya tindakan yang pada akhirnya merugikan perempuan.

Upaya “menutup pintu-pintu” itu dalam teori usul fiqih disebut saddu ad dzari’ah, yaitu menutup pintu-pintu yang sesungguhnya tidak dilarang agar tidak mengantarkan pada hal yang benar benar dilarang. Misalnya menutup “pintu memandang, menyentuh dan berkhalwat” agar tidak mengantarkan pada hal yang benar benar dilarang, yaitu perzinahan. Jadi yang dilarang hakikatnya adalah perzinahannya, bukan melihat, menyentuh dan berkhalwatnya. Melihat, menyentuh dan berkhalwat dilarang karena ia mengantar pada hal yang dilarang.

Hukum yang yang didasarkan pada “saddu ad dzari’ah-menutup pintu” ini pastilah melahirkan perbedaan, karena dua hal. Pertama karena perbedaan memastikan apakah pintu itu benar-benar, dugaan, atau hanya kemungkinan mengantarkan pada hal yg membahayakan atau tidak.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Q & A: Ikut Sahur Tapi Lupa Membaca Niat Puasa Ramadan, Apakah Sah Puasanya?
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih
  • Wali Nikah Dalam Pandangan Ulama Fikih
  • Hukum Walimah dalam Fikih

Baca Juga:

Q & A: Ikut Sahur Tapi Lupa Membaca Niat Puasa Ramadan, Apakah Sah Puasanya?

Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

Wali Nikah Dalam Pandangan Ulama Fikih

Hukum Walimah dalam Fikih

Kedua perbedaan seberapa rapat pintu itu ditutup, apakah rapat rapat dan dikunci sehingga tidak mungkin dibuka lagi, ataukah longgar-longgar aja, sehingga masih sangat mungkin dibuka.

Lalu bagaimana dengan hukum berjabat tangan laki-perempuan?

Ulama Syafi’iyyah menutupnya rapat rapat. Sehingga menurutnya “Haram” berjabat tangan laki-perempuan bukan mahram tampa kecuali. Sementara Jumhur Ulama, menutup agak terbuka, sehingga membolehkan jabat tangan laki-perempuan yang sudah kakek-nenek yang tidak punya gairah lagi. Karena, menurut mereka, sudah tidak ada “fitnah” lagi dalam menjabat tangani kakek-nenek.

Konon Imam Ahmad bin Hanbal menutupnya sangat sangat rapat, sampai sampai yang memiliki hubungan mahrampun diharamkan, kecuali ayah-ibu. Namun mereka sepakat bahwa keharaman menyentuh dan berjabat tangan itu disebabkan karena berpotensi menimbulkan fitnah/syahwah.

Bagaimana kalau saling menyentuh dan berjabat tangan dipastikan atau diduga tidak menimbulkan fitnah/syahwah?

Jika menggunakan nalar Usul Fiqih, mudah menjawabnya. Hukum itu berputar sesuai dengan perputaran alasan hukumnya. Jika alasan hukumnya berputar berubah, maka hukumnya pun ya harus berubah. Berjabat tangan haram jika menimbulkan fitnah dan syahwat, jika tidak ya maka tidak haram. Begitu nalar usulnya.

Jadi sederhana, jika kita mau berjabat tangan, maka takarlah hati kita, apakah tidak akan menimbulkan fitnah dan syahwah, maka boleh. Atau hati kita berbisik bahwa jabat tangan itu akan menimbulkan fitnah dan syahwah, maka berarti otak dan hati kita memang bermasalah.

Intinya berjabat tangan laki laki perempuan hakikatnya masih diperselisihkan di kalangan Ulama. Namun Ulama sepakat bahwa membahagiakan orang lain adalah inti keberagamaan. Dan mereka juga sepakat bahwa menyakiti, mengecewakan, dan mempermalukan orang lain adalah haram.

Mendahulukan yang disepakati lebih utama dari pada bersikukuh dalam perbedaan. Wallahu ‘Alam. []

Tags: fikihFikih Mubadalahfiqh mubadalahrelasi laki-laki dan perempuan
Imam Nakhai

Imam Nakhai

Bekerja di Komnas Perempuan

Terkait Posts

Pernikahan tanpa Wali

Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

3 Februari 2023
Hukum Aborsi

Fatwa KUPI (Bukan) Soal Hukum Aborsi

29 Desember 2022
Khitan Perempuan

OIAA-Cairo: Mengharamkan Khitan Perempuan Sesuai Syari’ah Islam

19 Desember 2022
Khitan Perempuan

Ulama Dunia Desak Hentikan Khitan Perempuan

13 Desember 2022
Hukum Perempuan Haid Membaca Al-Quran

Hukum Perempuan Haid Membaca Al-Quran Menurut Syekh As-Sya’rawi

2 Desember 2022
Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

9 November 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sittin al-‘Adliyah

    Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Pada Awalnya Asing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Pada Awalnya Asing
  • Jalan Tengah Pengasuhan Anak
  • Imam Malik: Sosok yang Mengapresiasi Tradisi Lokal
  • Mengapa Menjadi Bapak Rumah Tangga Dianggap Rendah?
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist