• Login
  • Register
Kamis, 30 November 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Hukum Berjabat Tangan Laki-Laki dan Perempuan

Imam Nakhai Imam Nakhai
01/06/2020
in Hukum Syariat
0
Berjabat Tangan Lelaki dan Perempuan
195
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Saya berpikir, hukum berjabat tangan laki-laki dan perempuan sudah selesai, eh ternyata belum. Ada beberapa kawan yang bertanya karena di keluarganya mulai ada yang mempermasalahkan jabat tangan laki laki perempuan yang bukan mahram.

Pendapat pendapat ulama tentang jabat tangan laki-laki dan perempuan memang dirumuskan dalam konteks situasi dan kondisi psikologis yang memposisikan perempuan sebagai obyek penderita (maf’ul) dan dalam kondisi di mana banyak kedhaliman terhadap perempuan. Sejarah membuktikan hal itu.

Maka dari itu, dengan semangat “melindungi perempuan” para ulama terilhami untuk bersikap keras menutup pintu pintu yang memberi ruang laki laki melakukan kekerasan terhadap perempuan, seperti hukum memandang perempuan (nadrah ila al mar’ah), menyentuhnya (al-massu wa al-lamsu), berduan ditempat tersembunyi (al khalwah), berbaur aduk (al ikhtilath), dan hal lain yang berpotensi terjadinya tindakan yang pada akhirnya merugikan perempuan.

Upaya “menutup pintu-pintu” itu dalam teori usul fiqih disebut saddu ad dzari’ah, yaitu menutup pintu-pintu yang sesungguhnya tidak dilarang agar tidak mengantarkan pada hal yang benar benar dilarang. Misalnya menutup “pintu memandang, menyentuh dan berkhalwat” agar tidak mengantarkan pada hal yang benar benar dilarang, yaitu perzinahan. Jadi yang dilarang hakikatnya adalah perzinahannya, bukan melihat, menyentuh dan berkhalwatnya. Melihat, menyentuh dan berkhalwat dilarang karena ia mengantar pada hal yang dilarang.

Hukum yang yang didasarkan pada “saddu ad dzari’ah-menutup pintu” ini pastilah melahirkan perbedaan, karena dua hal. Pertama karena perbedaan memastikan apakah pintu itu benar-benar, dugaan, atau hanya kemungkinan mengantarkan pada hal yg membahayakan atau tidak.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Mahram Bagi Perempuan dalam Pandangan Ulama Fikih
  • Dewi Sri dan Nyi Roro Kidul: Pahlawan Perempuan dalam Folklor Indonesia
  • Walimah Pernikahan dalam Pandangan Fikih
  • Walimah Pernikahan dalam Pandangan Ulama Fikih

Baca Juga:

Mahram Bagi Perempuan dalam Pandangan Ulama Fikih

Dewi Sri dan Nyi Roro Kidul: Pahlawan Perempuan dalam Folklor Indonesia

Walimah Pernikahan dalam Pandangan Fikih

Walimah Pernikahan dalam Pandangan Ulama Fikih

Kedua perbedaan seberapa rapat pintu itu ditutup, apakah rapat rapat dan dikunci sehingga tidak mungkin dibuka lagi, ataukah longgar-longgar aja, sehingga masih sangat mungkin dibuka.

Lalu bagaimana dengan hukum berjabat tangan laki-perempuan?

Ulama Syafi’iyyah menutupnya rapat rapat. Sehingga menurutnya “Haram” berjabat tangan laki-perempuan bukan mahram tampa kecuali. Sementara Jumhur Ulama, menutup agak terbuka, sehingga membolehkan jabat tangan laki-perempuan yang sudah kakek-nenek yang tidak punya gairah lagi. Karena, menurut mereka, sudah tidak ada “fitnah” lagi dalam menjabat tangani kakek-nenek.

Konon Imam Ahmad bin Hanbal menutupnya sangat sangat rapat, sampai sampai yang memiliki hubungan mahrampun diharamkan, kecuali ayah-ibu. Namun mereka sepakat bahwa keharaman menyentuh dan berjabat tangan itu disebabkan karena berpotensi menimbulkan fitnah/syahwah.

Bagaimana kalau saling menyentuh dan berjabat tangan dipastikan atau diduga tidak menimbulkan fitnah/syahwah?

Jika menggunakan nalar Usul Fiqih, mudah menjawabnya. Hukum itu berputar sesuai dengan perputaran alasan hukumnya. Jika alasan hukumnya berputar berubah, maka hukumnya pun ya harus berubah. Berjabat tangan haram jika menimbulkan fitnah dan syahwat, jika tidak ya maka tidak haram. Begitu nalar usulnya.

Jadi sederhana, jika kita mau berjabat tangan, maka takarlah hati kita, apakah tidak akan menimbulkan fitnah dan syahwah, maka boleh. Atau hati kita berbisik bahwa jabat tangan itu akan menimbulkan fitnah dan syahwah, maka berarti otak dan hati kita memang bermasalah.

Intinya berjabat tangan laki laki perempuan hakikatnya masih diperselisihkan di kalangan Ulama. Namun Ulama sepakat bahwa membahagiakan orang lain adalah inti keberagamaan. Dan mereka juga sepakat bahwa menyakiti, mengecewakan, dan mempermalukan orang lain adalah haram.

Mendahulukan yang disepakati lebih utama dari pada bersikukuh dalam perbedaan. Wallahu ‘Alam. []

Tags: fikihFikih Mubadalahfiqh mubadalahrelasi laki-laki dan perempuan
Imam Nakhai

Imam Nakhai

Bekerja di Komnas Perempuan

Terkait Posts

Single Parent Wali Nikah

Perempuan Single Parent, Berhakkah Menjadi Wali Nikah? 

31 Juli 2023
Saksi Hilal

Perempuan Sebagai Saksi Hilal dalam Pendekatan Mubadalah

28 Juli 2023
Trilogi Fatwa KUPI dalam Hukum Ihdād

Menelisik Analisa Trilogi Fatwa KUPI dalam Hukum Ihdād

13 Juli 2023
Balikan Sama Mantan Istri

Balikan Sama Mantan Istri/Rujuk Saat Ihram Haji, Bolehkah?

24 Juni 2023
Syarat Hewan Kurban

Persiapan Menjelang Iduladha, Tiga Syarat Hewan Kurban yang Harus Dipenuhi

19 Mei 2023
Pengelolaan Dana Zakat

Prinsip-prinsip Mubadalah dalam Pengelolaan Dana Zakat

6 Mei 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anxiety

    Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Air Mata Ibu Tak Akan Pernah Reda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguak Dalih Kekerasan Israel lewat Topeng Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Birrul Awlad: Berbuat Baik pada Anak Tanpa Syarat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma Al-Murabit: Perempuan Ulama yang Menuntut Pembebasan Kaum Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hadapi Tantangan Abad ke-2: Lakpesdam Menyelenggarakan Muktamar Pemikiran NU
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah
  • Nyai Fadilah Munawwaroh: Ulama Perempuan Muda yang Aktif Menyuarakan Bahaya Perkawinan Anak
  • Seni Hidup Berdampingan dengan Orang yang Menyebalkan
  • Islam Ajarkan untuk Bersikap Toleransi dengan Mereka yang Berbeda Agama

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist