Mubadalah.id – Salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa hukum pijat laki-laki/perempuan pada dasarnya adalah boleh, karena ada alasan syar’i yang membolehkan.
Di antara alasan syar’i yang membuat laki-laki/perempuan boleh melihat dan memegang lawan jenisnya adalah untuk kepentingan pengobatan. Itu pun sebaiknya ada mahram atau teman yang sejenis, tidak boleh melakukannya di tempat tertutup.
Namun, khusus pengobatan yang membuat alat kelamin terlihat, para ulama mengharamkan berobat ke lain jenis kecuali keadaan darurat.
Oleh sebab itu, Nyai Badriyah mengingatkan, dengan ketentuan umum seperti ini maka hukum pijat/urut seluruh tubuh karena lelah atau sekedar ingin fresh adalah hukumnya tidak boleh, karena ini bukan pengobatan, sekalipun keduanya berpakaian lengkap.
Maka dari itu akan membuka peluang masuknya setan di antara keduanya. Dan ini sering terjadi di sekeliling kita.
Namun, jika pijat/urutnya karena sakit seperti keseleo patang tulang, atau pengobatan dengan pijat refleksi, berobat dengan cara dipijat oleh lain jenis diperbolehkan dengan syarat sebagaimana disebutkan di atas. Sebab pada dasarnya Islam tidak ingin menyulitkan umatnya.
Meskipun demikian, Nyai Badriyah meyebutkan, Islam juga sangat menekankan kewajiban menjaga pandangan bagi laki-laki dan perempuan (QS. an-Nur 24:30-31).
Dari ayat ini bisa dipahami bahwa jika pandangan saja harus dijaga, persentuhan bukan mahram tentunya lebih wajib lagi dijaga.
Saat ini di sekeliling kita banyak tukang pijit perempuan, baik pijat lelah maupun pijit pengobatan. Untuk pijit lelah, gunakanlah hanya pemijat perempuan (sejenis).
Untuk pengobatan selain selagi masih ada pemijat perempuan profesional prioritaskan memakai jasa mereka. (Rul)