Umumnya ikrar pernikahan atau akad nikah biasa dilakukan antara calon pengantin pria dengan wali perempuan, sehingga sosok laki-laki menjadi lebih dominan. Bahkan tak jarang wanita berada di ruangan lain dan akan keluar jika prosesi ijab qabul telah usai. Ada juga calon pengantin pria yang mengalami gugup dan melakukan pengulangan lafal qabul berkali-kali dalam prosesi tersebut.
Namun, di dalam kelompok adat yang berada di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, terdapat ikrar pernikahan yang menjadikan laki-laki dan perempuan memiliki peran aktif dalam pelaksanaannya.
Ikrar pernikahan itu disebut Ikrar Jatukrami yang dibuka oleh pangjejer atau pemangku adat, kemudian disusul dengan 14 pertanyaan yang diajukan oleh pangjejer dan harus dijawab secara serentak oleh kedua calon pengantin. Setelah pertanyaan selesai diajukan, calon mempelai perempuan akan melafalkan Ikrar Jatukrami yang akan direspon oleh wali calon mempelai perempuan dan direspon kembali oleh kedua calon mempelai lalu ditutup dengan pengesahan oleh pangjejer.
Ikrar ini menjadi sebuah janji setia untuk menjalani kehidupan rumah tangga bersama. Menikah seyogiyanya merupakan persatuan antara dua insan, dua keluarga untuk saling melengkapi, menopang, dan menolong untuk terus meningkatkan kualitas hidup kdua belah pihak. Konsep saling bekerjasama dalam mengarungi bahtera rumah tangga telah tergambarkan jelas dalam kekompakan calon mempelai dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pengjejer.
Pertanyaan tersebut terdiri dari kesiapan kedua calon pengantin untuk melakukan rumah tangga, sudah satu keyakinan, suka sama suka, tidak ada yang mengadu, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, sudah paham tentang tujuan dan maksud pernikahan, sudah mencapai usia pernikahan dengan ketentuan laki-laki 25 tahun dan perempuan 20 tahun, kesiapan memimpin rumah tangga, mendidik, mengurus dan mengatur segala hal dalam rumah tangga.
Kemudian mendapat persetujuan dari ibu bapak atau wali, tidak ada ikatan perjodohan dengan pihak lain tidak akan berpisah, tidak akan memiliki istri lebih dari satu, tidak akan melakukan hubungan di luar perkawinan, tidak akan menganiaya atau menyakiti satu sama lain dan kesanggupan melaksanakan kewajiban lahir batin selama di dalam perkawinan.
Selain dari konsep kesalingan yang tergambar jelas, Ikrar Jatukrami ini menjadi ikrar yang menjadikan perempuan berperan lebih dominan dan memberi perempuan untuk ikut aktif berperan dalam ikrar pernikahan tersebut. Sehingga dalam praktiknya, tidak hanya calon mempelai pria yan merasa gugup, namun calon pengantin perempuan juga merasakan kegugupan.[]