• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Insecure dan Keterasingan Diri Perempuan

Muallifah Muallifah
10/09/2020
in Pernak-pernik, Personal
0
428
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi, satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri”

Begitu saya mengawali tulisan ini dengan kalimat Kartini yang begitu familiar. Siapa yang paling bertanggung jawab dengan masa depan kita? Jawabannya adalah diri kita sendiri. Meskipun kalimat ini sudah banyak bertebaran di halaman facebeook, instagram, media sosial lainnya, apakah benar kita sudah memaknainya demikian? Jangan-jangan kita hanya sekedar tahu tanpa memahaminya.

Banyak sekali persoalan perempuan di dunia ini yang begitu kompleks, tapi masalah yang paling sulit untuk dipecahkan terkait dengan diri sendiri. Masalah insecure misalnya. Ini menjadi masalah setiap individu, khususnya perempuan yang tidak pernah selesai diperbincangkan. Di media sosial, bertebaran konten-konten perempuan dengan segala kesempurnaan yang dimiliki, mulai dari good looking, kecerdasan mumpuni, prestasi yang luar biasa, membuat kita merasa bahwa seolah-olah pencapaian diri sendiri tidak ada penghargaan sama sekali.

Sekilas mungkin masalah ini menjadi pemicu semangat kita untuk berubah. Berubah dari kebiasaan lama, berubah untuk menjadi lebih baik. Bahkan ini sangat dianjurkan oleh ajaran Islam untuk selalu melakukan kebaikan, hal ini ditegaskan oleh nabi “ seorang mukmin yang kuat dalam segala kebaikan, lebih utama dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah dalam segala kebaikan,” HR. Muslim.

Disisi lain, masalah ini menjadi toxic untuk diri sendiri. Kita bisa melihat bahwa persoalan kecantikan seringkali menggunakan tolok ukur dari kacamata sosial. Ia yang cantik, adalah yang memiliki kulit putih, badan langsing dan segala image yang ditampilkan melalui media sosial. Insecure persoalan kecantikan akan membuat kita menuntut seperti apa yang ditampilkan media sosial. Perempuan berlomba-lomba untuk menuju standart kecantikan yang telah ditetapkan oleh sosial di tatanan dunia maya.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Praktik ekonomi dalam media sosial menjadikan kita sebagai manusia konsumen yang terus merasakan kebutuhan secara terus menerus. Kita bisa lihat, produk kecantikan yang mewabah dengan berbagai manfaat yang ditampilkan. Menurut Erich Fromm, inilah bentuk wajah homo consumers berilusi dirinya berbahagia. Padahal, secara alam bawah sadar sebenarnya ia bosan dan pasif. Semkian ia mengonsumsi, semakin ia menjadi budak “kebutuhan” yang terus meningkat, yang diciptakan dan dimanipulasikan oleh sistem industri.

Meski sebenarnya, kita lebih suka berpenampilan pake rok, dengan baju hem, lalu kerudung paris, bedak bayi dan pakai minyak kayu putih. Namun sebagai perempuan yang hidup bersosial, kita akan cenderung mengikuti berbagai kenikmatan sosial media yang ditampilkan. Akhirnya, kita menjadi kehilangan diri sendiri. Perempuan kehilangan kesukaannnya. Kita merasa asing dengan diri sendiri, sebab yang menggerakkan kita bukanlah diri sendiri melainkan kefanaan yang ditampilkan oleh media sosial.

Sikap insecure semacam ini akan membuat kita jatuh dan tidak bisa mengenali sesuatu yang ada dalam diri. Sebab kita lebih fokus melihat orang lain dengan segala kesempurnaannya dibandingkan melihat diri sendiri yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Masalah seperti ini tidak hanya dialami oleh beberapa perempuan saja, mungkin setiap perempuan akan mengalami hal yang sama. Akan tetapi, kita tetap harus bersyukur dengan segala kecantikan yang kita miliki itu, dan menjadi versi terbaik karena yang paling mengenal “diri” adalah diri kita sendiri.

Menjadi cantik seperti apa yang ditampilkan di media sosial akan menjadikan kita lebih baik, merawat diri, namun ketika pemberian Tuhan atas diri kita tidak seperti apa yang dimiliki oleh orang lain, tidak perlu memaksakan untuk menjadi orang lain. Menerima diri sendiri itu pekerjaan wajib sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap Allah SWT. []

Tags: kecantikanperempuan
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID