• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Intoleransi di Banyak Segi

Toleransi sebagai cara pandang artinya menerima perbedaan dengan kesediaan terbuka pada berbagai sudut pandang, sehingga tumbuh kepekaan dan empati pada pihak lain yang berbeda dalam penghayatan nilai, sistem norma dan kebiasaan hidup.

Listia Listia
26/01/2021
in Publik
0
Toleransi

Toleransi

270
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Toleransi adalah keadaan yang diwarnai sikap saling menerima adanya perbedaan latar belakang dalam berbagai bentuk pergaulan, yang memungkinkan seseorang mampu menghormati perbedaan pada orang lain dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan.

Merujuk pada asal kata dalam bahasa Latin tolerare, toleransi mengandung makna menahan; yaitu menahan sesuatu yang sesungguhnya dapat dilakukan namun ditahan mengingat adanya kebutuhan dan kondisi-kodisi pihak lain yang perlu dihargai. Dalam toleransi ada kelenturan sikap, bukan memenangkan kepentingan ego, melainkan justru menghindar dari cara pikir menang-menangan untuk kepentingan bersama yang lebih besar.

Sebagian masyarakat kita ada yang beranggapan bahwa soal toleransi hanya dikaitkan dengan urusan perbedaan agama, suku dan antargolongan. Padahal ranah perbedaan meliputi lebih banyak segi. Perbedaan agama, suku, ras dan antargolongan selama ini memang dianggap paling sensitif –dalam pengertian dianggap mengkhawatirkan mudah menimbulkan kemarahan bila salah membahas– karena hal-hal ini menyangkut soal doktrin keselamatan, identitas primordial maupun status sosial tertentu, sehingga orang menyikapi hal ini dengan lebih hati-hati.

Kenyataannya, intoleransi karena perbedaan strata ekonomi, jender,  usia, akses informasi, perbedaan kemampuan dll juga dapat menimbulkan ketidakadilan dan berdampak sosial yang tidak sehat bila tidak dikelola dengan baik.

Memahami pola intoleransi dalam banyak segi

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Ada banyak yang orang merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak lain di bebagai segi kehidupan. Ada banyak anak yang tidak mendapat ruang aspirasi karena orang tua merasa lebih tahu tentang apa yang terbaik untuk anak, ada banyak kelompok minoritas yang dianggap sesat atau tidak bertuhan hanya karena beda tafsir atau berbeda cara merumuskan keyakinan, dll.

Hal-hal seperti Ini juga termasuk intoleransi dalam mengelola perbedaan. Maka akan sangat berguna bila kita dapat menelah pola-pola relasi yang mengandung berbagai perbedaan, yang luput dari perhatian karena dikategorikan tidak membutuhkan sikap toleran.

Tidak hanya soal agama atau suku, perbedaan usia, perbedaan kemampuan, latar belakang sosial ekonomi, akses pada pada informasi dll, di dalamnya terdapat juga perbedaan pengalaman, perbedaan pengetahuan, perbedaan penghayatan nilai-nilai yang secara keseluruhan membentuk cara pandang yang berbeda-beda tentang kehidupan.

Di sinilah komunikasi menjadi jembatan yang mempertemukan makna. Namun tidak selalu komunikasi yang terbangun bermuatan seimbang, karena pola hubungan yang timpang. Komunikasi dalam pola hubungan yang tidak seimbang, selalu ada pihak yang memposisikan diri dominan dan ada pihak yang dilemahkan oleh keadaan.

Banyak orang kaya merasa lebih berhak dihormati dan bicara lebih banyak dari dari orang yang kurang miskin. Orang dengan kemampuannya umum seringkali merasa lebih tahu kebutuhan-kebutuhan kelompok disabilitas dan banyak kasus lain dalam beragam ranah perbedaan. Dalam situasi komunikasi dan relasi seperti ini, prasangka dan curiga antarkelompok sering muncul dan makin memperpesar potensi munculnya tindakan intoleran dan diksiminatif.

Beberapa hari ini kasus, siswi bukan muslim yang dikondisikan untuk berjilbab di sekolah negeri mendapat perhatian publik. Pihak sekolah merasa hanya menghimbau, namun wali siswi memiliki persepsi dipaksa. Yang jelas hal ini terkait kepekaan dan kebijaksanaan yang minim, bahwa diantara makna menghormati perbedaan agama adalah memberi ruang dan menghormati tata nilai, sistem norma, kebiasaan dan cara hidup yang berbeda.

Kelompok minoritas dalam masyarakat sering kali memilih diam dan terkesan mengikuti kemauan mayoritas karena ada kekhawatiran tidak disukai atau tidak diterima oleh lingkungan. Apalagi dalam hal ini ada dobel pola hubungan yang tidak seimbang; mayoritas-minoritas dan siswa-pihak sekolah. Peristiwa dobel pola hubugan tidak seimbang juga pernah terjadi di sebuah sekolah di Bali pada 2014 yang melarang siswi muslim  menggunakan jilbab, dengan alasan sama dengan yang terjadi Sumatera Barat, yaitu mengikuti kearifan budaya lokal.

Di Sumatera Barat dengan mayoritas muslim, di Bali dengan mayoritas Hindu. Secara etis, mestinya pihak yang mayoritas perlu lebih peka pada kebutuhan dan cara hidup kelompok minoritas agar tidak ada pihak yang ‘terpaksa mengalah’ yang pada praktiknya adalah bentuk intoleransi. Kepekaan untuk dapat menghormati kemanusiaan adalah salah satu hal yang penting dalam menumbuhkan karakter dalam lembaga pendidikan, sehingga sangat disayangkan kejadian seperti ini terjadi dalam lembaga pendidikan.

Toleransi sebagai cara pandang

Toleransi sebagai cara pandang artinya menerima perbedaan dengan kesediaan terbuka pada berbagai sudut pandang, sehingga tumbuh kepekaan dan empati pada pihak lain yang berbeda dalam penghayatan nilai, sistem norma dan kebiasaan hidup. Dengan demikian komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang dialogis dengan asumsi bahwa perbedaan harus dijembatani dengan pola hubungan yang setara sebagai sesama manusia dan sesama warga negara.

Mengingat banyaknya ranah perbedaan dalam kehidupan masyarakat, sudah semestinya toleransi perlu dididikkan untuk menjadi cara pandang agar pengelolaan perbedaan secara adil dapat menjadi kebiasaan sehari-hari. Menerima kenyataan perbedaan membutuhkan kesadaran moral dan kedewasaan kepribadian karena menuntut pengendalian ego. Mampu berfikir kritis sekaligus batin yang ikhlas dalam setiap mengupayakan kebaikan hidup bersama adalah pemenuhan tuntunan agama dalam mencapai akhlak mulia, sehingga toleransi pun perlu diusahakan sebagai bagian dari mengusahakan kesalehan beragama itu sendiri. []

Tags: keadilankeberagamankemanusiaanPerdamaiantoleransi
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version