Mubadalah.id – Jika merujuk metodologi tafsir maupun ushul fiqh, maka kita akan memiliki lebih banyak lagi inspirasi untuk mentransformasikan isu pemukulan istri menjadi larangan. Bahkan termasuk dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Khususnya, pada kasus ini, sebagai istri dari suaminya. Ada kaidah-kaidah umum tentang larangan berbuat zalim (‘adam azh-zhulm), larangan berbuat keburukan (‘adam adh-dharar), dan kesusahan (‘adam al-masyaqqah). Kaidah ini harus dipegang seorang laki-laki ketika berelasi dengan perempuan.
Lebih khusus lagi, kaidah-kaidah yang terkait dengan relasi rumah tangga, seperti relasi itu harus didasarkan pada sesuatu kebaikan yang patut (ma’ruf), simpati dan empati (ihsan), dan saling memandang antara suami istri sebagai pakaian yang melindungi, menutupi, dan menghangatkan (libisun Iakum wa antum libisun lahunn).
Kemudian, harus saling menjaga ikatan dengan kokoh (mitsdqan ghalizhan), dan mengupayakan dan meningkatkan pencapaian ketenangan, cinta kasih, dan kebahagiaan bersama (sakinah, mawaddah, rahmah).
Kaidah Hukum
Ini semua adalah kaidah-kaidah hukum yang telah ditetapkan para ulama klasik dalam berbagasi disiplin ilmu, dengan mengambil dari sumber-sumber al-Qur’an dan Hadits. Semua prinsip ini hadir secara jelas dalam tradisi kita.
Adalah tanggugjawab kita untuk mengaitkannya dengan isu pemukulan istri. Agar pandangan keagamaan yang kita lahirkan dan sebarkan adalah yang integral dengan visi rahmatan lil ‘alamin dan akhlak mulia.
Ini mensyaratkan terlebih dahulu untuk mendengar dan mengangkat realitas pengalaman perempuan yang dipukul. Yang dipukul tentu saja berbeda jauh pengalamannya dari yang memukul.
Islam, sebagaimana saran Nabi SAW, harus memihak kepada yang terzalimi. Termasuk dengan menghentikan agar para suami tidak lagi memukul para istri.
Dalam metodologi KUPI, tentu saja sangat terang benderang, memilih dan merujuk pada pengalaman-pengalaman nyata para perempuan yang mengalami pemukulan dari suami mereka.
Persis sebagaimana Nabi SAW menerima para perempuan yang suami pukul mereka mendengar, mereka mendukung dan memihak pada mereka. (Sunan Abu Dawud, Hadits nomor 2148 dan Sunan Ibn Majah, Hadits nomor 2061).
Di samping itu, tentu saja, KUPI juga merujuk dan mengoperasikan seluruh kaidah hukum warisan tradisi klasik kita. []