Mubadalah.id – Dalam ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, bekerja bukan sekadar soal mencari nafkah, melainkan menjadi bagian penting dari ibadah. Nabi tidak pernah membatasi jenis pekerjaan; semua sah asal halal, entah itu berdagang, bertani, menjadi guru, buruh, wiraswasta, atau profesional.
Islam justru mengecam orang-orang yang malas, enggan berusaha, lalu membiarkan keluarga mereka terlantar, kelaparan, dan anak-anak tumbuh tanpa pendidikan.
Bekerja dalam perspektif Islam bukan cuma soal memenuhi perut, tapi juga menjaga harkat keluarga dan martabat manusia. Bahkan, bekerja bisa bernilai ibadah jika dilandasi niat yang baik: menafkahi keluarga, menjauhkan diri dari kebodohan, serta memberi manfaat kepada sekitar.
Dalam Al-Qur’an, dorongan untuk bekerja berseliweran di banyak ayat. Salah satunya termaktub jelas dalam surat al-Jumu’ah ayat 9-10. Setelah perintah untuk bersegera menunaikan salat Jumat, Allah SWT berfirman:
“Apabila salat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah, serta ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”
Ayat ini menegaskan betapa bekerja dan mencari penghidupan (ma‘aisyah) sejajar urgensinya dengan ibadah ritual. Usai salat, manusia bersegera kembali menjemput rezeki Allah di penjuru bumi, bukan hanya duduk berpangku tangan di kampung halaman menunggu nasib.
Kemudian, pesan serupa kita jumpai dalam surat al-Mulk ayat 15. Allah SWT berfirman:
“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”
Dalam tafsir Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, ayat-ayat ini memperlihatkan apresiasi Allah terhadap segala bentuk ikhtiar manusia. Bahkan kita harus untuk aktif, bergerak, berkeliling bumi mencari penghidupan, bukan pasrah menunggu datangnya rezeki tanpa upaya.
Sayangnya, banyak umat Islam yang justru melupakan dimensi bekerja sebagai ibadah ini. Padahal, Islam sejak awal telah membebaskan manusia untuk mengisi profesinya, selama tidak menyalahi prinsip halal, adil, dan bermanfaat. Kita mestinya menjemput rezeki dengan semangat ibadah, lalu mensyukuri setiap nikmat yang Allah titipkan. []