Mubadalah.id – Jika merujuk teks Hadis terkait hal jihad rumah tangga bersifat resiprokal terekam dalam kitab al-Mushannaf karya ‘Abdurrazzaq, bukan dalam kitab-kitab Hadis utama.
Dar Ibn Abbas r.a., berkata: seorang laki-laki dan ibunya datang menemui Nabi Muhammad Saw. Ia ingin ikut pergi bejihad bela negara, sementara ibunya melarangnya (karena memerlukannya).
Nabi Saw. berpesan (kepada laki-laki tersebut): “Tinggal saja bersama ibumu (dan temani dia), sesungguhnya (dengan begitu) kamu sudah memperoleh pahala jihad, sebagaimana kamu ikut keluar jihad (bela umat)”.
Kemudian ada seorang perempuan datang juga dan berkata: “Aku utusan para perempuan, datang menemuimu (wahai Rasul). Demi Allah, baik mereka yang sudah paham atau yang belum paham, mereka semua ingin keluar, seperti diriku, menemui kamu.”
“Allah adalah Tuhan bagi perempuan dan laki-laki, kamu juga Rasul bagi kami, laki-laki dan perempuan. Tetapi Allah menetapkan bagi laki-laki untuk berjihad, jika menang selamat: mereka dapat pahala. Jika meninggal: dapat pahala syahid dan hidup di sisi Allah dengan penuh kenikmatan. Lalu apa yang bisa sama dengan hal itu, bagi kami para perempuan?”
Nabi Saw. menjawab: “Melayani para suami dan mengetahui hak-hak mereka, dan sedikit sekali yang bisa melakukannya dari kalian.”
Di dalam teks al-Mushannaf ini, yang pertama kali datang adalah laki-laki yang ingin pergi berjihad. Tetapi ibunya melarang dan memintanya untuk tinggal di rumah untuk menemani dan melayani sang ibu di rumah.
Nabi Saw. menjawab kepada laki-laki tersebut: “Tinggal untuk (menemani dan melayani) ibumu, kamu akan dapat pahala yang sama dengan pahala jihad.”
Yang kedua baru datang seorang perempuan yang juga meminta pahala yang sama (jihad) sekalipun tidak ikut pergi jihad.
Dengan kerja-kerja domestik di dalam rumah tangga. Artinya, teks tersebut tidak sedang membuat ukuran norma yang universal. Tetapi sedang menyuarakan pernyataan empatik dan memberi alternatif pada kondisi-kondisi tertentu. []