Joglo Baca dirancang untuk mendorong para mahasantriwa SUPI harus membiasakan diri untuk membaca dan merefleksikan isi bacaan.
Mubadalah.id – Data yang dirilis UNESCO pada tahun 2012 secara gamblang menunjukkan potret minat baca masyarakat Indonesia sangat mengkhawatirkan. Angkanya begitu rendah, hanya mencapai 0,001%.
Ini bukan sekadar statistik belaka, melainkan fakta yang memprihatinkan. Dari data tersebut menunjukan bahwa setiap 1.000 penduduk Indonesia, hanya satu orang yang memiliki kebiasaan membaca.
Fakta ini secara langsung menempatkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dalam hal literasi dunia.
Tentu saja, dengan rendahnya minat baca sangat berdampak pada berbagai hal, mulai dari kualitas sumber daya manusia, kemampuan berpikir kritis, hingga daya saing di kancah internasional.
Masyarakat yang kurang literasi cenderung lebih mudah terpapar hoaks, kesulitan dalam menganalisis informasi, dan kurang mampu mengambil keputusan berbasis data. Ini menjadi lingkaran setan yang harus segera kita putus demi masa depan yang berpengetahuan tinggi.
Joglo Baca
Namun, di tengah krisis literasi yang mengkhawatirkan ini, berbagai inisiatif muncul sebagai upaya untuk menumbuhkan minat baca. Salah satunya adalah Joglo Baca, sebuah program yang digagas oleh Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF Cirebon.
Joglo Baca dirancang untuk mendorong para mahasantriwa SUPI harus membiasakan diri untuk membaca. Lalu merefleksikan isi bacaan dan menyampaikan pemikiran dan gagasan mereka di depan teman-temannya.
Setiap sesi Joglo Baca memiliki struktur yang efektif dan partisipatif. Para mahasantri harus membaca buku bersama selama 60 menit. Setelah membaca, mereka wajib berbagi hasil bacaannya kepada teman-teman. Sesi ini bertujuan melatih kemampuan komunikasi dan mengendapkan pengetahuan yang mereka dapatkan.
Membangun Budaya Literasi
Dari pengalaman mengikuti Joglo Baca, saya menyadari bahwa membangun budaya literasi membutuhkan konsistensi dan lingkungan yang mendukung.
Karena seperti kita ketahui bersama, bahwa literasi tidak bisa terbentuk secara instan, ia adalah proses berkelanjutan yang memerlukan upaya berkesinambungan.
Bahkan keberadaan Joglo Baca sangat relevan bagi mahasantriwa, terutama di tengah era digital saat ini. Di tengah derasnya arus informasi dan banyaknya distraksi, program seperti Joglo Baca berperan penting dalam menjaga semangat literasi.
Lebih dari itu, Joglo Baca tidak hanya menjadi tempat berbagi. Tetapi juga membantu semua mahasantriwa tetap meng-update dengan isu-isu terkini, memahami konteks secara lebih jernih, dan belajar untuk menyaring informasi agar tidak mudah terprovokasi.
Pada akhirnya, di tengah lautan informasi yang terus membanjiri dan tantangan literasi yang begitu nyata, Joglo Baca adalah salah satu cara paling efektif untuk menjawab persoalan krisis literasi bangsa ini.
Dengan adanya Joglo Baca, terbukti bahwa meskipun tantangannya besar, solusi tetap ada dan bisa kita wujudkan melalui inisiatif kolektif dan konsisten.
Hal ini bukan hanya tentang menaikkan angka statistik minat baca, melainkan tentang membentuk mahasantri SUPI yang lebih cerdas, adaptif, dan mampu memilah informasi dengan bijak demi masa depan bangsa yang lebih literat dan berdaya. []