• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Justice For Moumita: Tragedi Kekerasan Seksual Perempuan India

Tragedi yang menimpa Dr. Moumita menggarisbawahi kegagalan negara dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak perempuan

Layyin Lala Layyin Lala
19/08/2024
in Publik
0
Tragedi Kekerasan Seksual

Tragedi Kekerasan Seksual

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tagar #JusticeForMoumitaDebnath menjadi trending topic dalam media sosial X (yang sebelumnya merupakan aplikasi twitter) selama dua hari terakhir. Tagar ini memaksa pemerintah India untuk mengusut tuntas tragedi kekerasan seksual dan pembunuhan yang terjadi pada seorang dokter muda perempuan India.

Hingga saat ini (18/08/2024), lebih dari 150.000+ unggahan dengan tagar #JusticeForMoumitaDebnath masih menduduki tangga teratas X. Seluruh masyarakat dunia berkabung atas tragedi yang tidak manusiawi ini.

Dr. Moumita Debnath

Dr. Moumita Debnath merupakan dokter perempuan berumur 31 tahun yang sedang melanjutkan Pendidikan kuliah pascasarjana tahun kedua di Kolkata R. G. Kar Medical College and Hospital (RGKMCH) India. Pada tanggal 9 Agustus 2024, rekan sejawat Dr. Moumita Debnath melaporkan kehilangan beliau.

Rekan sejawat tersebut terakhir kali melihat Dr. Moumita menuju ke ruangan seminar untuk beristirahat setelah hampir 36 jam bekerja. Sayangnya, rekan sejawat beliau menemukan beliau dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi yang sangat tragis.

Pada sebuah catatan yang beredar di platform media sosial X, orang-orang melaporkan bahwa Dr. Moumita mengalami berbagai luka-luka dan cedera pada tubuhnya, seperti pendarahan di kedua mata, pendarahan di area mulut, cedera di wajah dan kuku, pendarahan pada vagina, cedera di kaki kiri, cedera di area perut, cedera di leher, cedera di tangan dan pergelangan tangan kanan, jari patah, serta cedera di bibir.

Baca Juga:

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Film Bhakshak: Bicara Eksploitasi Anak dan Keberanian Jurnalis

Membincang Femisida, Kejahatan yang Membunuh Kemanusiaan

Refleksi Hari Ibu: Semua Perempuan adalah Ibu

Yang paling tragis, tim medis menemukan sebanyak 150 ml sperma di tubuhnya, serta banyak bekas luka gigitan manusia di sekujur tubuhnya. Tim dokter bedah otopsi yang menangani menjelaskan bahwa penyebab kematian Dr. Moumita adalah kekerasan seksual (pemerkosaan) dan pencekikan hingga menyebabkan kematian.

Betapa sakitnya kita mendengar kejadian ini. Dr. Moumita meninggal secara tragis di tempat beliau bekerja yang seharusnya menjadi tempat yang aman. Namun, fasilitas yang tersedia di rumah sakit tersebut juga tidak ramah bagi perempuan. Dr. Moumita senidri harus beristirahat di ruangan seminar karena keterbatasan tempat untuk istirahat dokter, sehingga beliau terpaksa beristirahat pada karpet di ruang seminar rumah sakit.

Seorang polisi Bernama Sanja Roy ditangkap pada tanggal 10 Agustus 2024 karena menjadi tersangka atas kematian Dr. Moumita. Pelaku merupakan polisi yang menjadi sukarelawan (volunteer) sipil pada divisi penanggulangan bencana kepolisian Kolkata pada tahun 2019.

Demonstrasi ‘Reclaim The Night’

Seluruh lapisan masyarakat India melakukan protes besar-besaran. Belasan ribu perempuan di Benggala Barat, India, turun ke jalan pada Rabu malam (14/08/2024) untuk berunjuk rasa. Mereka menamakan demonstrasi ini ‘Reclaim The Night,’ yang menjadi puncak protes selama satu pekan terakhir.

Di Kolkata, para pengunjuk rasa, terutama perempuan, membawa obor dan lilin saat mereka berunjuk rasa pada malam hari. Mereka dengan tegas menuntut pemerintah setempat untuk menegakkan keadilan atas kasus kekerasan seksual.

Para demonstran hadir dalam berbagai usia, profesi, dan latar belakang yang beragam. Mereka meminta keadilan, menyuarakan sakitnya menjadi perempuan, hingga meminta kemerdekaan serta keamanan bagi perempuan. Pada malam itu, seluruh demonstran menyusuri setiap jalan kota sambal membawa penerangan seperti lampu, lilin, dan obor.

Beberapa di antaranya membawa anak, suami, dan saudara. Bertepatan dengan malam hari kemerdekaan India yang ke-77 tahun, suasana demonstrasi berubah menjadi hening. Bagi saya, mungkin India sudah merdeka secara de facto dan de jure tapi tidak bagi perempuan disana. Mereka masih mencari keadilan dan kemerdekaan dari rasa yang tidak aman.

#JusticeForMoumita: Meminta Kemerdekaan Hak-Hak Perempuan

Saya yakin, seluruh lapisan masyarakat yang menggaungkan tagar #JusticeForMoumita tidak hanya meminta pemerintah setempat untuk mengusut kasus dan menghukum pelaku. Namun, sebuah cara vokal untuk meminta kemerdekaan atas terjaminnya keamanan bagi perempuan India.

Yang perlu kita sadari, perempuan-perempuan di India seringkali mendapatkan diskriminasi karena kentalnya budaya patriraki serta cara pandang yang rendah terhadap perempuan (dalam hal ini, perempuan tidak dipandang menjadi manusia yang memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Namun, hanya sebagai objek seksual bagi laki-laki).

Perempuan di India hidup dalam bayang-bayang ketakutan, rasa tidak aman, gelisah dan kecemasan karena sewaktu-waktu bisa saja menjadi korban pelecehan hingga kekerasan seksual. Bahkan, hal ini juga mengancam perempuan-perempuan yang sedang melakukan aktivitas di ruang publik. Hingga saat ini, lebih dari 31.000 kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual tercatat di India.

Setidaknya, hampir terdapat 90 perempuan yang mengalami kekerasan seksual setiap harinya. Hal inilah yang menjadikan India mendapatkan labelling dari mata dunia sebagai negara yang paling tidak aman untuk perempuan.

Tragedi yang menimpa Dr. Moumita memperlihatkan bagaimana negara gagal menegakkan hukum dan melindungi hak-hak perempuan. Peristiwa ini menunjukkan tidak hanya adanya kekosongan moral yang memungkinkan kejahatan terhadap perempuan terjadi, tetapi juga budaya impunitas yang merajalela di India.

Budaya impunitas ini memberi kesempatan bagi pelaku untuk lolos dari jerat hukum atau hanya menerima hukuman ringan. Situasi ini membuat lingkungan menjadi permisif terhadap kekerasan, di mana masyarakat menganggap ketakutan perempuan sebagai norma, bukan sebagai masalah mendesak yang perlu segera diselesaikan.

Demonstrasi ‘Reclaim The Night’ dan penggunaan tagar #JusticeForMoumitaDebnath adalah bukti bahwa masyarakat, khususnya perempuan tidak lagi bisa diam. Mereka menuntut perubahan sistemik yang nyata, bukan sekedar tindakan simbolis dari pemerintah.

Demonstrasi ini menjadi seruan untuk mengakhiri siklus kekerasan yang melanda perempuan di India, sebuah permintaan besar agar negara mengakui kegagalannya dalam mengambil langkah-langkah konkret untuk menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kejadian ini seharusnya menjadi titik balik dalam sejarah pergerakan hak perempuan di India. Yakni untuk mendorong perubahan legislatif dan sosial yang sangat diperlukan untuk mengakhiri budaya kekerasan dan penindasan terhadap perempuan yang berlangsung lama. []

 

 

 

 

Tags: Dr. Moumita DebnathHak Asasi PerempuanIndiaJustice For Moumita DebnathTragedi Kekerasan Seksual
Layyin Lala

Layyin Lala

Khadimah Eco-Peace Indonesia and Currently Student of Brawijaya University.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version