• Login
  • Register
Senin, 2 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Kasih Sayang sebagai Pondasi Saling Percaya Suami Istri

Persoalan relasi suami istri yang dibangun dengan kasih sayang sebagai pondasi saling percaya, dengan pembagian peran yang adil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, maka tak perlu lagi dipertanyakan kapan seorang ibu akan pulang ke rumah

Zahra Amin Zahra Amin
09/01/2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
sikap kasih sayang

sikap kasih sayang

136
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kemarin sore, ketika saya masih bertahan di Gedung Pusat Dakwah Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu, ada panitia Konferensi Cabang yang bertanya, kenapa belum pulang? Di rumah anak dengan siapa? Saya jawab spontan dengan ayahnya. Melalui percakapan singkat itu, saya bertanya-tanya, mengapa ketika seorang ibu sedang berada di luar rumah, untuk kegiatan apapun, selalu ditanya anak di rumah dengan siapa, sementara ayah tidak ditanyakan sama sekali.

Secara jelas, masih banyak masyarakat yang beranggapan jika tugas pengasuhan anak hanya dibebankan pada perempuan. Kedua, hak perempuan untuk terlibat dalam kerja-kerja publik dan urusan sosial kemasyarakatan kerap kali dipandang sebelah mata, dan urusan perempuan itu ya hanya di ruang domestik alias di rumah saja, sehingga menganggap kehadirannya tak pernah ada, suaranya tak pernah terdengar, dan hak-haknya terabaikan.

Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa jika persoalan relasi suami istri yang dibangun dengan kasih sayang sebagai pondasi saling percaya, dengan pembagian peran yang adil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, maka tak perlu lagi dipertanyakan kapan seorang ibu akan pulang ke rumah, atau ketika ibu sedang berada di luar rumah untuk urusan tertentu, tak perlu ada tanya di rumah anak-anak bersama siapa.

Dalam bingkai bahasa kasih sayang tersebut, konsep ketaatan dan kerelaan antara pasangan suami istri dipahami dan dipraktikkan dengan semangat saling melayani dan membahagiakan, karena ini merupakan pondasi dari relasi pasutri dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam kerja-kerja domestik urusan rumah tangga, maupun kerja-kerja publik urusan sosial kemasyarakatan.

Konsep qimawah (QS. An-Nisa 4:34), sebagaimana saya kutip dari buku “Qira’ah Mubadalah” yang ditulis Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, bahwa pernikahan dalam perspektif mubadalah tidak bisa dipahami sebagai hak kepemimpinan yang mutlak oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki terhadap yang berjenis kelamin perempuan.

Sebab dalam Islam, pernikahan bukan kontrak politik pemerintahan, sehingga suami bukan pemerintah di mana istri sebagai rakyatnya. Pernikahan juga bukan kontrak perbudakan, sehingga suami bukan majikan di mana istri sebagai budaknya.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

Pernikahan juga bukan kontrak perburuhan, sehingga suami bukan bos di mana istri sebagai buruhnya. Pernikahan adalah kontrak perkongsian (izdiwaj) dan kerja sama (musyarakah). Baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keberlangsungan keluarga dan rumah tangga.

Dengan demikian, qimawah adalah soal pertanggungjawaban terhadap keberlangsungan keluarga dan rumah tangga. Tanggung jawab ini disematkan kepada laki-laki atas perempuan dalam ayat ini karena secara sosial, merekalah yang biasanya memiliki kapasitas dan sumber daya (harta). Tetapi secara normatif, qiwamah ini menjadi tanggung jawab bersama. maka karena itu, ketika perempuan juga mempunyai kapasitas dan sumber daya, ia berkewajiban berkontribusi secara bersama-sama.

Begitu pun ketaatan, yang seringkali disuarakan oleh banyak pihak dengan menyitir berbagai ayat dan hadits, ditujukan kepada perempuan/istri saja. seharusnya dipahami dalam konteks tanggung jawab berumah tangga dengan bingkai kasih sayang yang bersifat resiprokal.

Dengan semangat kasih sayang yang resiprokal ini, ketaatan istri pada suami dan sebaliknya suami pada istri, semata-mata untuk kepentingan keberlangsungan keluarga dan rumah tangga, bukan bersifat mutlak, apalagi semena-mena.

Artinya karena tuntutan ketaatan itu untuk kelangsungan relasi yang kuat dan saling menyayangi, maka ia ditujukan kepada suami dan istri sekaligus. Di mana satu sama lain saling berbagi kasih sayang, menaati dan melayani untuk kebaikan dan kebahagiaan bersama.

Tidak hanya satu arah, taat istri kepada suami semata. Tetapi dua arah, saling menaati, dan berbagi kasih sayang satu sama lain. Karena keduanya bersama-sama, satu sama lain saling mengingatkan dan menganjurkan kebaikan-kebaikan untuk keberlangsungan rumah tangga serta keutuhan keluarga. []

Tags: istrikasih sayangkeluargaKesalingansuami
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Merariq Kodek

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

28 Mei 2025
Kafa'ah yang Mubadalah

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

27 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID