Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, membolehkan perempuan masa iddah bekerja di luar rumah. Kebolehan para perempuan yang sedang iddah bekerja di luar rumah itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Muslim. Isi hadis tersebut sebagai berikut:
Jabir bin Abdullah Ra bercerita, “Bibiku cerai dengan suaminya, lalu ia keluar rumah untuk memetik kurma. Di jalan, ia dihardik/ dicegah oleh seseorang karena keluar rumah”.
“Kemudian, ia mendatangi Rasulullah Saw. dan menceritakan kejadian yang menimpanya. Maka, beliau bersabda, Ya, petiklah kurmamu itu. Dengan demikian, semoga engkau bisa bersedekah atau berbuat kebaikan (kepada orang lain dengan kurmamu itu).” (Shahih Muslim).
Dari hadis tersebut, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, seperti di dalam buku 60 Hadis Shahih, Nabi Muhammad Saw justru dengan tegas mempersilahkan perempuan masa iddah atau yang tengah menjalani iddah untuk keluar rumah, melakukan sesuatu yang bisa memberi manfaat bagi dirinya atau orang lain.
Hal ini merupakan jawaban yang lebih fundamental bahwa perempuan pada masa apa pun adalah tetap manusia utuh, yang memiliki kewajiban atas diri, pasangan, keluarga, dan lingkungannya.
Termasuk pada perempuan masa iddah, yaitu ketika kebanyakan orang menganggap perempuan harus memperhatikan relasinya dengan sang suami, ia tidak boleh keluar rumah agar mudah bagi suami untuk kembali rujuk jika ia menghendaki.
Dalam teks di atas, perempuan yang sedang iddah tetap memiliki hak untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi hidupnya, keluar rumah, bekerja, berkebun, memetik kurma, atau yang lainnya.
Dengan demikian, pelarangan-pelarangan terhadap aktivitas perempuan itu seharusnya memikirkan hak-hak dasarnya. Sebagaimana juga laki-laki yang memiliki hak dasar manusia. Hal-hal yang bertentangan dengan hak-hak dasar seharusnya tidak mereka terapkan pada perempuan, sebagaimana tidak pada laki-laki. []