Mubadalah.id – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tema menantang bagi siapa pun yang yakin bahwa Islam adalah agama kasih sayang dan mengajarkan kemaslahatan. Karena kekerasan dalam rumah tangga jauh dari kasih sayang dan jelas melahirkan kemafsadahan, maka KDRT bertentangan dengan Islam.
Sementara itu, dalam teks-teks otoritatif Islam, terdapat pembolehan tindakan yang diyakini menjadi bagian dari KDRT. Misalnya, pemukulan istri, pemaksaan hubungan seksual kepada istri, perkawinan anak, pemaksaan perkawinan, hingga poligami.
Sebetulnya, dalam Islam juga ditemukan teks-teks tentang perintah untuk menjalankan perkawinan dengan kasih sayang (mawaddah wa rahmah) agar mencapai ketenangan jiwa (sakinah) sebagai tujuan perkawinan.
Juga teks-teks tentang perintah memperlakukan istri secara bermartabat, pendewasaan usia pengantin, memastikan izin perempuan yang dinikahkan, hingga dorongan untuk monogami.
Sayangnya, teks-teks kedua ini kurang populer atau dipandang kurang otoritatif dibandingkan dengan yang pertama.
Teks otoritatif tidak turun dalam ruang hampa budaya. Jika dua jenis teks di atas dipadukan dan dihubungkan de. ngan konteks sosial turunnya, maka spirit memanusiakan perempuan yang menjiwainya terlihat jelas.
Ada banyak tradisi Jahiliyah yang kita ubah secara perlahan. Ada juga yang tidak sampai tuntas terhapus. Mengapa? Karena tradisi tersebut telah berakar kuat selama berabad-abad sebelum Islam hadir.
Contohnya perbudakan. Banyak sekali ayat tentang perbudakan, tetapi tidak satu pun yang tegas mengharamkannya. Semua ayat tersebut jika kita kumpulkan dan hubungkan dengan realitanya, mempunyai pesan penghapusan perbudakan, dan selama belum bisa, pastikan budak ia perlakukan secara manusiawi.
Pesan Utama
Pesan utama ini tidak bisa terlihat kalau ayat kita baca secara parsial. Persis seperti puzzle yang tidak utuh. Bahkan sebaliknya, bisa terkesan membolehkan dan memerintahkan untuk melestarikannya.
Ayat-ayat yang kerap menjadi legitimasi bagi KDRT juga serupa. Jika ayat tentang perkawinan dan keluarga, maka akan terlihat pesan utama yang berbeda.
Pesan utama teks-teks tentang pemukulan istri justru menganjurkan untuk jangan main pukul. Pesan utama teks-teks tentang kawin anak justru mendorong pendewasaan usia perkawinan. Dan pesan utama teks-teks tentang poligami justru menyarankan untuk monogami.
Dalam perspektif keadilan hakiki, teks semacam ini, yang secara gamblang membolehkan, kita sebut sebagai “Target Antara” sehingga tidak bisa kita pandang sebagai “Target Final”. Ia hanya bisa kita tolerir ketika target final sulit ia wujudkan. Itu pun dengan spirit mengurangi.
Ketika sistem perbudakan masih ada, pemahaman bahwa ayat perbudakan semangatnya untuk menghapuskan perbudakan dianggap aneh. Sekarang pemahaman seperti itu sudah dianggap biasa saja. Malah aneh kalau meyakini sebaliknya. Begitu pun dengan ayat-ayat tentang KDRT, bukan? []