Mubadalah.id – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi salah satu kasus kekerasan yang masih banyak terjadi di lingkungan sekitar kita.
Merujuk data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bahwa sepanjang Januari – 14 September 2023 tecatat jumlah korban dalam kasus KDRT mencapai 12.158 atau tertinggi dibandingkan kategori lainnya.
Dari data tersebut, artinya, di dalam kehidupan keluarga kita sendiri masih belum ada ruang yang aman. Karena pelaku kekerasan itu, ya orang dekat dengan kita.
Bahkan tidak sedikit, orang yang menjadi pelaku adalah keluarga kita sendiri, ya misalkan suami kepada istrinya.
Namun sayangnya, hampir semua kasus pemukulan suami terhadap istri itu kerap kali dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Sehingga banyak para istri yang menjadi korban KDRT, ia tidak berani untuk speak up dan melaporkan kasusnya.
Padahal semua bentuk kekerasan itu sudah memiliki payung hukum yang jelas. Bagi saya, korban sudah seharusnya berani untuk melaporkan kasusnya. Ia bisa meminta kepada para lembaga-lembaga pendamping atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk membantu menyelesaikan kasusnya.
Karena kasus KDRT ini, kasus yang bisa dilaporkan. Bahkan dalam pasal 44 sampai dengan pasal 50 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekekasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya disebut UU PKDRT) pelaku KDRT akan dikenakan sanksi 15 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00.
Bertentangan dengan Islam
Selain melaporkan kasusnya, dalam Islam tindak KDRT seperti merujuk buku Perempuan bukan Makhluk Domestik karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Karena dalam beberapa teks Hadis Nabi Muhammad Saw justru menyarakan kepada perempuan, jangan menerima lamaran dari laki-laki yang suka memukul. Larangan ini seperti dalam Hadis sebagai berikut:
Nabi Saw menyarankan Fatimah bint Qays r.a. untuk tidak menerima lamaran laki-laki yang ringan tangan terhadap perempuan. (Shahih Muslim, no. 3786).
Dalam berbagai kesempatan, Nabi Saw juga menyindir mereka yang suka memukul istrinya sebagai orang yang tidak tahu malu, karena memperlakukan juga menggaulinya (Shahih Al Bukhari, 5259 dan berbagai riwayat dari berbagai kitab hadits lain).
Teks-teks Hadis di atas menurut Kiai Faqih, dengan jelas menyatakan bahwa pemukulan bukan bagian dari ajaran Islam, juga bukan dari teladan Nabi Saw.
Menceritakan suami yang memukul istri, dengan maksud mencari cara agar tidak lagi terjadi, bukan bagian menceritakan aib yang dilarang. Namun, bagian dari amar makruf dan nahi munkar.
Gerakan untuk menguatkan daya dorong (amar makruf) kita semua untuk selalu berbuat baik. Sekaligus daya tahan (nahi Munkar) kita semua agar tidak terjerumus pada tindakan-tindakan buruk dan zalim.
Oleh sebab itu, semua bentuk KDRT adalah bagian dari perilaku buruk, yang tindak sesuai dengan akhlak karimah yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. Bahkan, hal tersebut juga tidak sejalan dengan visi Islam rahmat lil a’lamin.
Dengan begitu, mari kita semua untuk menyadarkan seluruh keluarga kita untuk kembali pada akhlak kenabian. Yaitu menolak KDRT maupun segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. []