• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Meresapi Keluh Kesah Ibu Menghadapi Mom Shaming di Posyandu

Mungkin jika pelakunya orang terdekat kita sudah biasa, lalu bagaimana jika mom shaming ini dilakukan oleh kader posyandu dan bidan?

Lizza Zaen Lizza Zaen
07/07/2021
in Keluarga
0
Perempuan

Perempuan

231
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Istilah mom shaming belakangan ini mulai sering muncul di berbagai media. Sebenarnya jika kita cermati lagi, banyak sekali praktek mom shaming yang terjadi di sekitar kita. Menurut Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani, S.Psi. Msi., Psi., mengatakan bahwa berdasarkan hasil riset menunjukkan pelaku mom shaming kebanyakan adalah orang-orang terdekat kita seperti mertua, orangtua, kakak kandung, dan saudara ipar. Mungkin jika pelakunya orang terdekat kita sudah biasa, lalu bagaimana jika mom shaming ini dilakukan oleh kader posyandu dan bidan?

Idealnya kader posyandu dan bidan dapat memberikan layanan yang baik kepada peserta posyandu yang notabene ibu hamil dan ibu balita. Apalagi posyandu merupakan media paling mudah diakses oleh masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan ibu dan anak.  Namun, saya kerap mendengar keluh kesah dari ibu-ibu yang malas datang ke posyandu. Keluh kesah ini disampaikan oleh beberapa ibu di desa tempat saya tinggal, maupun beberapa di daerah lainnya, kebetulan dulu saya juga pernah terlibat dalam survey pelayanan kesehatan ibu dan anak di beberapa daerah.

Rasa malas ibu-ibu datang ke posyandu salah satunya disebabkan pernah mendapat kritik atau komentar negatif dari kader dan bidan di posyandu. Ibu-ibu ini juga mengeluhkan sikap kader dan bidan yang ketus dan judes. Sepertinya pendekatan yang digunakan oleh kader dan bidan terhadap peserta posyandu kurang menggunakan human touch. Beberapa ibu tidak dapat menerima komentar dan kritik dari kader atau bidan karena merasa sakit hati.

Beberapa komentar yang didapat ibu-ibu ini seperti kalimat “anakmu ini mengalami gizi buruk,” “anaknya kurus, ngasih makannya nggak bener ini,” “pergi ke dokter sana kalau anaknya masih susah naik berat badannya.” Ibu-ibu ini merasa tertekan, malu ketika mendapat komentar seperti itu, apalagi di posyandu tersebut ramai peserta lainnya. Saya pun pernah mendapat komentar negatif dari salah satu ibu kader ketika mengetahui kalau saya tidak bisa memberikan ASI Eksklusif kepada anak saya.

Saya memang tidak bisa memberikan ASI Eksklusif pada anak saya karena produksi ASI saya sejak awal melahirkan tidak lancar, sehingga harus dibantu susu formula. Kemudian, setelah beberapa bulan mulai lancar, saya mengalami mastitis parah sehingga anak saya sempat tidak mau menyusu dan berdampak pada berhentinya produksi ASI. Sayangnya apa yang saya alami justru mendapat komentar negatif dari ibu kader tanpa mendengar alasan dan kondisi saya terlebih dahulu.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Kader posyandu ini dengan entengnya bilang sama saya “Wong nggak kerja aja kok ngasih susu formula, ASI nya jelek ya, ASI nya pahit kali, pasti kamu makan-makanan nggak bergizi, anaknya kurus nanti,” tidak ada motivasi dan edukasi dari ibu kader ini, justru rasanya seperti mendapat penghakiman sekaligus mom shaming. Saya sempat merespon komentar ibu kader dengan menjelaskan kondisi saya, tapi sayangnya ibu kader ini tidak merespon dengan serius dan saya pun memilih pulang saja daripada hati saya dongkol.

Sesampainya di rumah, saya menceritakan percakapan antara saya dan ibu kader kepada suami. Mendengar cerita saya, suami saya langsung bilang “Nggak usah ke posyandu, periksa ke bidan swasta aja, sakit hati saya, istri saya sudah susah payah, sakit-sakit ngasih ASI ke anak sampe berdarah-darah malah dinyiyirin kader posyandu.” Cukup mengejutkan karena ternyata suami saya ikut sakit hati mendengar perkataan ibu kader.

Sebenarnya saya pribadi menganggap komentar ibu kader sebagai angin lalu. Tapi, kalau saya mengingat keluh kesah ibu-ibu lain yang merasa tertekan karena komentar bidan dan kader posyandu, sepertinya memang ada hal yang perlu dibenahi dari pelayanan posyandu di Indonesia. Perlu dicatat, keluhan ibu-ibu terkait sikap bidan dan kader posyandu ini bukan berasal dari satu daerah saja, saya pernah menemukan di daerah lain dan poinnya sama. Ini soal etika bidan dan kader posyandu dalam memberi konseling kepada peserta.

Mungkin mereka tidak berniat melakukan mom shaming, melainkan memberi konseling. Sayangnya, cara penyampaiannya kurang sesuai sehingga terkesan mom shaming. Saya pribadi menganggap komentar negatif yang pernah saya terima merupakan ketidaktahuan kader dan bidan posyandu terkait etika memberikan konseling yang baik kepada peserta. Saya berpikir positif saja mereka memang belum tahu.

Kader posyandu dan bidan di desa sepertinya perlu dilatih lagi bagaimana etikanya memberikan konseling kepada ibu-ibu agar tidak menimbulkan kesan negatif terhadap pelayanan posyandu. Memang tidak semua ibu-ibu mengeluhkan sikap bidan dan kader posyandu, tapi berapapun jumlah yang mengeluh, seharusnya tetap menjadi perhatian untuk memberikan layanan yang lebih baik. Menurut saya ada beberapa cara agar konseling berjalan efektif.

Pertama, hendaknya kader atau bidan menyampaikan konseling secara pribadi, tidak di tengah peserta posyandu lainnya. Kedua, pilihlah kalimat yang lebih halus ketika konseling kehamilan atau tumbuh kembang anak agar tidak terderngar seperti mom shaming. Ketiga, berikan support kepada peserta dengan kalimat penyemangat agar peserta termotivasi dan pulang tanpa rasa tertekan dan malu. Biarkan peserta ini pulang dengan rasa optimis untuk memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan anak. Tinggalkan kesan yang baik agar peserta mau datang ke posyandu lagi.

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya mencoba memberikan contoh kalimat yang baik dalam menyampaikan pesan kepada peserta posyandu, jika anaknya terindikasi kurang gizi karena berat badannya jauh dari standar yang ditentukan.

”Mohon maaf ibu, dari hasil pemantauan tumbuh kembang, anak ibu menunjukkan bahwa sudah beberapa bulan berat badannya tidak naik, jadi ibu perlu mengejar target kenaikan berat badan anak ibu, ibu nggak usah khawatir, anak ibu masih bisa naik berat badannya, usahakan beri makan yang teratur dan bergizi, kalau ada masalah makan sama anak, ibu bisa konsultasikan ke saya, ibu jangan patah semangat, ibu pasti bisa, kalau ada yang perlu ditanyakan, tanyakan langsung saja ke saya bu, atau ibu bisa hubungi ke nomor saya, bisa lewat WA, telepon, SMS atau langsung bicara ke saya waktu di posyandu atau datang ke rumah saya.” []

Tags: anakIbukeluargaKesehatan MentalMom Shamingorang tuaparentingperempuan
Lizza Zaen

Lizza Zaen

Ibu-ibu doyan nulis yang tergabung dalam Wadon Dermayu Menulis

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version