• Login
  • Register
Kamis, 5 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Ketika Perempuan Desa Memaknai Keberagaman

Dengan begitu sebagai perempuan, saya ingin mengajak teman-teman, terutama perempuan yang ada di daerah untuk berani keluar dari zona nyaman, berani menjadi manusia yang berbeda demi mencapai cita-citanya, berani untuk tidak takut berteman dengan banyak orang, berani untuk menjadi diri sendiri dan berani untuk menjadi manusia yang merdeka/bebas.

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
16/11/2020
in Pernak-pernik, Personal
0
2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Saya adalah seorang perempuan yang lahir dan besar di lingkungan pedesaan. Setelah selesai mondok sekitar tahun 2016 saya mendapatkan kesempatan untuk tinggal dan melanjutkan pendidikan di kota. Tepatnya di Perguruan Tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Bagi saya kesempatan  tersebut adalah rezeki besar yang jarang sekali didapatkan oleh anak perempuan di lingkungan saya. Waktu itu teman-teman perempuan lebih banyak yang sudah menikah dan lebih memilih untuk bekerja di luar kota. Dan tidak jarang dari mereka yang memilih untuk bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga.

Dalam proses belajar di kota, tentu memberikan banyak keuntungan. Saya bisa mendapatkan akses untuk mengikuti berbagai kegiatan yang sebelumnya mustahil untuk diikuti, dan saya juga mempunyai akses untuk berelasi, berkenalan, belajar dan berkolaborasi dengan teman-teman yang berbeda. Saya bersyukur bisa bergaul dengan teman-teman Kristen, Sunda Wiwitan, Hindu,  teman-teman dari LGBTQ serta teman-teman minoritas lainnya.

Sebagai perempuan desa hal tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa, sebab bagi kami yang hidup di pedesaan jangankan untuk berteman, berkenalan dengan kelompok yang berbeda saja masih dianggap tabu. Di sisi lain kami juga sebagai perempuan selalu dituntut untuk menjadi manusia yang tidak banyak tingkah, harus banyak diam di rumah dan tidak boleh banyak bicara.

Alhasil,  jenis perempuan seperti saya yang senang berteman, pergi ke banyak tempat dan aktif dibeberapa komunitas seringkali dianggap sebegai perempuan yang menyalahi kodrat. Tapi saya tidak terlalu menanggapi hal tersebut dengan serius. Saya lebih memilih untuk terus belajar memaknai hidup dengan meyakini bahwa realitas itu tidak tunggal, dan keberagaman serta perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Justru yang harus kita upayakan ketika hidup di tengah keberagaman itu bukan menyamaratakan semua hal yang berbeda, tetapi bagaimana kita bisa menerima semua perbedaan sebagai warna yang indah dalam kehidupan kita. Sehingga kita bisa saling menghargai, menghormati serta mendukung pilihan hidup masing-masing. Kalau mengutif kata-kata Buya Husein sih, beliau bilang bahwa “Ketika engkau menghargai orang lain, sejatinya engkau sedang menghargai dirimu sendiri”.

Selain itu Buya Husein juga sering mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Dengan begitu saya sebagai seorang muslimah yang hidup di Indonesia yang memang masyarakatnya beragam, berpikir bahwa sudah semestinya kita menebar kasih sayang kepada semua makhluk Tuhan. Sebab sebagaimana Hadis Nabi Muhammad Saw “Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya Tuhan menyayangimu”.

Berbekal pelajaran-pelajaran tersebut sebagai perempuan desa saya tidak lagi takut untuk berteman dengan siapa saja, selagi lingkaran pertemanan tersebut sehat dan tidak membawa ke-madharatan apapun bagi saya dan lingkungan di sekitar. Saya juga terus berusaha meruntuhkan cara pandang masyarakat umum pedesaan  tentang perempuan yang tidak boleh mempunyai banyak teman, apalagi teman laki-laki dan teman-teman yang berbeda keyakinan.

Saya paham mengapa cara pandang tersebut masih terus ada dan sulit untuk dirubah. Selama ini sebagian masyarakat masih meyakini bahwa perempuan yang bergaul dengan banyak orang, ia akan mudah terjerumus pada pergaulan bebas, bahkan mungkin hal paling mengerikan bagi mereka adalah perempuan yang berani untuk bergaul dengan orang Kristen misalnya, dia bisa dengan mudah berpindah agama.

Padahal tidak semudah itu loh Fergusho. Buktinya sampai saat ini saya masih percaya pada Tuhan saya yaitu Allah SWT dan masih menjadi  umat Nabi Muhammad Saw. Intinya sesuatu yang lahir dari ke-khawatiran yang berlebihan itu kadang memang tidak baik.

Justru ketika kita banyak berbagi dan bertemu dengan banyak orang, kita bisa mendapatkan banyak relasi, kesempatan belajar dan mengakses banyak hal. Otomatis hal tersebut sangat bermanfaat bagi masa depan perempuan. Apalagi selama ini perempuan seringkali termarjinalkan dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti pendidikan, ekonomi dan yang lainnya. Terutama perempuan yang hidup di lingkungan pedesaan.

Dengan begitu sebagai perempuan, saya ingin mengajak teman-teman, terutama perempuan yang ada di daerah untuk berani keluar dari zona nyaman, berani menjadi manusia yang berbeda demi mencapai cita-citanya, berani untuk tidak takut berteman dengan banyak orang, berani untuk menjadi diri sendiri dan berani untuk menjadi manusia yang merdeka/bebas.

Terakhir, saya juga ingin mengutip kata-kata indah dari Buya Husein dalam buku Kidung Cinta dan Kearifan yang mengatakan bahwa “Kebebasan dalam Islam selalu mengandung penghormatan terhadap semua nilai-nilai moral kemanusiaan yang luhur: persaudaraan, kebersamaan, keadilan, toleransi, kasih sayang, kerendahan hati, kejujuran dan melepaskan keakuan. Dan dasar moralitas ini adalah prinsip manusia pada hakikatnya adalah sama dan setara dihadapan Tuhan.” []

 

 

 

 

 

 

 

Tags: keberagamankemanusiaanKH Husein MuhammadPerdamaiantoleransi
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Batasan Aurat Perempuan

Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

4 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Fiqh Aurat Perempuan

Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

4 Juni 2025
Menutup Aurat

Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

3 Juni 2025
Aurat dalam Fiqh

Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Resident Playbook

    Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh
  • Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam
  • Batasan Aurat Perempuan dalam Tinjauan Madzhab Fiqh
  • Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal
  • Ragam Pendapat Ahli Fiqh tentang Aurat Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID