Mubadalah.id – Pernikahan merupakan momen di mana bersatunya dua insan manusia dalam suatu ikatan. Mereka telah memutuskan jiwa serta raganya dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Di dalamnya bukan hanya mempersatukan dua insan yang saling jatuh cinta, namun juga mempersatukan antara dua keluarga, suku, budaya, bahkan bisa saja mempersatukan antar bangsa.
Hal ini menandakan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang krusial bagi beberapa orang. Sehingga untuk menikah perlu adanya persiapan yang matang, bukan sekadar yang penting sudah sah. Namun, di sisi lain ada juga yang menganggap yang penting sah dulu, adapun ke depannya nanti bisa mereka urus belakangan.
Gen Z atau generasi Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1996 hingga 2012. Generasi ini memiliki hubungan dekat dengan jagat maya, seperti sosial media di handphone, browsing di internet, dan lain sebagainya.
Gen Z sering aktif dalam sosial media, mungkin mereka merasa terdapat keperluan di sana. Beberapa di antaranya ialah membagikan karya-karya mereka, membuat portofolio, lalu ada juga yang memposting dokumentasi kegiatan mereka, atau bahkan hanya konten semata.
Konten Media Sosial
Berbicara mengenai konten, zaman sekarang banyak sekali jenis konten yang para kreator buat. Termasuk dari kelompok gen Z yang juga turut banyak berpartisipasi dalam membuat konten. Antara lain konten masak, edukasi, bermain game, dan masih banyak lagi.
Beberapa waktu lalu saya sering menemui konten-konten dari aplikasi Tiktok yang memperlihatkan beberapa anak muda yang sudah memiliki anak. Lalu yang menjadi sorotan saya ada pada tulisan di video tersebut “2005 jadi bayi, 2022 punya bayi”.
Namun, yang disayangkan adalah terlihat pada beberapa komentar, yang di mana konten ini menjadi ajang adu nasib para anak muda sebayanya. Ada yang berkomentar “96 masih mencari tujuan hidup”, “2000 pusing mikirin wisuda”, dan masih banyak lagi.
Konten ini menjadi viral hingga banyak anak muda lain yang senasib dengannya ikut-ikutan membuat video semisal. Tentunya hal ini membuat iri para jomlo dan jomlowati, terutama mereka yang usianya lebih tua dari si pembuat video. Viralnya konten-konten tidak berfaedah seperti ini membuat rusaknya nilai sakral dari pernikahan, karena pernikahan seakan-akan menjadi ajang lomba ‘siapa duluan’.
Romantisasi Pernikahan
Pernikahan anak muda yang dipertontonkan di jagat maya terlalu diromantisasi dalam banyak unggahan sehingga menimbulkan ekspektasi tinggi akan pernikahan impian sebagai gerbang menuju kebahagiaan tiada tara. Tentu hal ini menjadi tekanan sosial bagi para pemuda sebayanya yang belum menikah.
Para muda-mudi menjadi berhalusinasi membayangkan siapa nanti jodohnya. Mendapat gelar seperti apa nanti pernikahannya, akan punya anak berapa nanti, dan halusinasi lainnya. Padahal nilai keurgensian pernikahan bukan kita lihat dari siapa duluan. Namun dari matangnya kesiapan untuk menikah, karena menikah merupakan ibadah terpanjang dari hidup manusia.
Dari sini ada yang perlu dibenahi terhadap mindset anak muda tentang pernikahan, dari mindset menikah dengan siapa dan kapan, harus kita ubah menjadi apa saja yang harus kita persiapkan untuk menjalani kehidupan rumah tangga nanti.
Kita harus membekali diri kita dengan ilmu walaupun pernikahan itu belum terjadi. Karena “al-Ilmu Qabla Qauli wal ‘Amali” yaitu berilmu dahulu sebelum berkata dan beramal. Jadi bukan yang penting halal dulu, tapi yang benar adalah telah siap bekal ilmu dulu, baru kemudian praktiknya.
Pernikahan Harus Dipersiapkan
Dalam ilmu fikih hukum pernikahan itu terbagi menjadi wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hukum pernikahan itu menjadi haram. Salah satu faktornya apabila seseorang belum mampu atau belum memiliki bekal ilmu untuk mendirikan rumah tangga yang baik.
Pernikahan itu butuh pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan pasangan dengan baik, apa yang dilarang kita lakukan terhadap pasangan. Bagaimana cara mendidik dan membesarkan anak yang kelak nanti akan menjadi penerus generasi mendatang, dan bagaimana cara agar bisa bersama dengan keluarga tercinta masuk ke dalam surga-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karena hakikatnya pasangan kita nanti kemungkinannya bisa menjadi surga atau neraka kita, dan itu semuanya tergantung kembali kepada kita. Jadi, harus kita persiapkan dengan baik, dalam rangka terhindar dari zina dan niat ibadah kepada Allah ta’ala. Namun perlu saya garis bawahi yaitu harus kita imbangi dengan kesiapan ilmu, mental, dan materi. []