Mubadalah.id – Sya’ban kita kenal dengan bulan tempat manusia lalai, sebab mereka sudah terhanyut dengan istimewanya Rajab yang merupakan salah satu dari empat bulan haram. Lalu menanti bulan sesudahnya yaitu Ramadan.
Tatkala manusia lalai, inilah mengapa terdapat keutamaan untuk seseorang melakukan amalan-amalan saleh. Di antara fadhilah yang kita kerjakan di bulan Sya’ban adalah menghidupkan malam nifsu Sya’ban. Mu’adz bin Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
*مَنْ أَحْيَا الليَالِيْ الخَمْس ؛ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّة: لَيْلَةَ التَّرْوِيَةِ، وَلَيْلَةَ عَرَفَةَ، وَلَيْلَةَ النَّحْرِ، وَلَيْلَةَ الْفِطْرِ، وَلَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ*
“Barangsiapa menghidupkan lima malam, maka wajib baginya surga. Yaitu malam Tarwiyah, malam Arafah, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, dan malam nisfu Sya’ban.”
Mengenai menghidupkan malam sebagaimana penjelasan para guru salihin yaitu minimalnya dengan salat Subuh dan salat Isya’ berjamaah. Selain itu ada anjuran untuk memperbanyak salat sunnah, mendawamkan dzikir seperti istighfar dan selawat, dan membaca QS. Yasin. Berapapun banyaknya tidak menjadi masalah, namun yang dianjurkan dan telah para salafunasshalih amalkan adalah sebanyak tiga kali kita sertai dengan niat tertentu, dan juga membaca doa khusus.
Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih mengutip Imam Syafi’i yang mengatakan,
“Saya pernah mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad bersabda tentang lima malam yang doa tidak ditolak Allah salah satunya malam nifsu Sya’ban. Sehingga para ulama saleh mengajarkan umat untuk membaca doa-doa nifsu Sya’ban yang telah masyhur.”
Malam Penetapan Nasib Manusia
Malam nifsu Sya’ban juga merupakan malam penetapan nasib manusia dalam lauhul mahfudz. Ketika Nabi Muhammad membacakan firman Allah QS. ad-Dukhan ayat 3-4.
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami adalah para pemberi peringatan. Di dalamnya dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
Meskipun jumhur ulama berpendapat bahwa maksud dari “malam yang berkah” tersebut adalah malam Lailatul Qadar. Namun menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menerangkan bahwa “malam yang terberkahi” itu adalah malam nifsu Sya’ban yang telah beberapa ulama riwayatkan. Di mana hal itu memiliki dasar dan pijakan ilmu dalam menetapkan amaliyah khususnya di malam tersebut.
Oleh karenanya pada malam nisfu Sya‘ban, anjuran bagi seorang Muslim untuk banyak-banyak memohon ampun dan berdoa, seperti memohon terhindar dari takdir-takdir yang buruk. Di mana takdir yang buruk tersebut terganti yang lebih baik. Takdir-takdir yang telah tercatat itu kita mohonkan agar mendapat rahmat dan berkah untuk tahun tersebut.
Dalam menghaturkan doa kepada Allah seperti di nifsu Sya’ban alangkah baiknya untuk mengikuti doa-doa yang telah orang-orang saleh riwayatkan. Habib Novel bin Jindan mengatakan bahwa alasan mengapa seseorang harus mengikuti amalan dan doa orang saleh sebab mereka adalah muqorrobin yang hatinya telah terpaut dengan Allah. Dia mengetahui betul bagaimana jalan menujuNya, sehingga ada keberkahan dari lafadz-lafadz doa tersebut juga kemungkinan besar untuk diijabah oleh Allah.
Doa Malam Nisfu Sya’ban
Seperti doa yang Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani Martapura anjurkan. Sebab ia mengatakan bahwa malam nifsu sya’ban adalah juga lailatul takfir atau malam ampunan.
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ والْمُعَفَةَ الدَّائِمَةَ فِي الدِّينِي وَالدُّنْيَايَ وَالأََخِرَةِ وفِى الأهْلِ والجَسَدِ وَالمَالِ والوَلَدِ والمُسْلمِيْنَ
Artinya: “Wahai Allah, Engkau Maha Pengampun dan Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah aku. Wahai Allah, aku memohon kepadaMu ampunanMu dan kesejahteraan di dunia dan akhirat dan untuk keluarga saya, jasad, harta, dan anak-anak saya, serta muslimin.”
Dan juga doa yang telah banyak masyarakat ketahui seperti doa dari Mufti Betawi Sayyid Utsman bin Yahya dalam Kitab Maslakul Akhyar.
اَللّٰهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ يَا ذَا الطَوْلِ وَالإِنْعَامِ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ وَجَارَ المُسْتَجِيْرِيْنَ وَمَأْمَنَ الخَائِفِيْنَاللّٰهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ الكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُومًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ فِي الرِزْقِ، فَامْحُ اللّٰهُمَّ فِي أُمِّ الكِتَابِ شَقَاوَتِي وَحِرْمَانِي وَاقْتِتَارَ رِزْقِيْ، وَاكْتُبْنِيْ عِنْدَكَ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ المُنْزَلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ المُرْسَلِ “يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ” وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَــالَمِيْنَ
Artinya: “Wahai Allah yang maha pemberi, engkau tidak diberi. Wahai Tuhan pemilik kebesaran dan kemuliaan. Wahai Tuhan pemberi segala kekayaan dan segala nikmat. Tiada tuhan selain Engkau, kekuatan orang-orang yang meminta pertolongan, lindungan orang-orang yang mencari perlindungan, dan tempat aman orang-orang yang takut. Yaa Allah, jika Engkau mencatatku di sisi-Mu pada Lauh Mahfuzh sebagai orang celaka, sial, atau orang yang sempit rezeki, maka hapuskanlah di Lauh Mahfuzh kecelakaan, kesialan, dan kesempitan rezekiku.
Catatlah aku di sisi-Mu sebagai orang yang mujur, murah rezeki, dan taufiq untuk berbuat kebaikan karena Engkau telah berkata-sementara perkataan-Mu adalah benar-di kitabmu yang diturunkan melalui ucapan Rasul utusan-Mu, ‘Allah menghapus dan menetapkan apa yang Ia kehendaki. Di sisi-Nya Lauh Mahfuzh.’ Semoga Allah memberikan shalawat kepada Sayyidina Muhammad SAW dan keluarga beserta para sahabatnya. Segala puji bagi Allah SWT.”
Doa Berulang
Sebagai penutup, Hubabah Zahro al-Haddar, Ibunda Habib Umar bin Hafidz mengajarkan doa yang selalu beliau baca berulang kali di malam nifsu Sya’ban.
أَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِى عَابِدَ إِحْسَان ولا تَجْعَلْنِى عَابِدَ إِمْتِحَانِ
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah hamba tempat Engkau memberi karunia, jangan jadikan hamba tempat Engkau memberi ujian.”
Wallahu a’lam. []