Mubadalah.id – Seluruh umat muslim di seantero dunia, senantiasa menantikan kehadiran bulan yang penuh berkah, yakni bulan Ramadan. Bulan ini dipenuhi dengan berbagai keberkahan, maghfirah dari Allah serta dilipatgandakannya pahala ibadah yang kita lakukan dengan niat yang tulus karena Allah Swt. Dalam bulan ini, semua orang berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas maupun kuantitas ibadah, baik ibadah wajib maupun sunah. Bulan ini pun tepat kita jadikan sebagai momentum kewajiban orang tua untuk mengajarkan ibadah kepada anak-anaknya yang masih kecil, utamanya berkaitan dengan ibadah puasa.
Secara istilah puasa kita artikan sebagai menahan diri makan dan minum, serta segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Berpuasa menjadi suatu ibadah yang harus diajarkan kepada anak sedini mungkin. Anak perlu kita latih untuk menahan diri dari haus maupun lapar, sebagaimana tuntunan dalam berpuasa.
Kewajiban orang tua perlu memberikan pemahaman berkaitan dengan ibadah puasa, serta memberikan contoh berpuasa kepada anak. Dengan melaksanakan ibadah puasa secara bersama-sama, mulai dari makan sahur, jamaah salat wajib, hingga berbuka bersama, kitaharapkan pembelajaran tentang puasa akan lebih mudah diterima oleh anak. Kapan dan bagaimana agar lebih mudah dalam mengajarkan anak berpuasa?
Berkaitan dengan kapan, maka tentu kita sesuaikan dengan kondisi anak masing-masing. Sebab kesiapan satu anak dengan anak yang lain berbeda. Namun pada umumnya usia 8 tahun dianggap sebagai usia yang tepat untuk memulai berpuasa.(Pratiwi, 2022). Dan di antara hal-hal yang perlu kita perhatikan agar lebih mudah mengajarkan anak untuk berpuasa adalah pertama, kita lakukan secara bertahap. Kedua, menghargai usaha anak untuk berpuasa. Ketiga, mengajak anak melakukan aktivitas yang menyenangkan. Keempat, memberikan asupan yang bergizi saat sahur dan berbuka puasa.
Ketika Anak Belajar Berpuasa
Pentingnya belajar berpuasa kita lakukan secara bertahap adalah agar anak tidak merasa berat, sehingga ia dapat menikmati proses belajar berpuasa dengan perasaan riang gembira. Sebab jika tiba-tiba ia kita paksa untuk berpuasa, tentu bisa jadi berpuasa akan menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak.
Pada tahap awal perkenalan berpuasa, bisa jadi dilakukan anak selama setengah hari. Atau yang biasa disebut dengan puasa bedug. Setelahnya maka kita dapat menambah waktu puasa secara perlahan, hingga anak kita rasa mampu berpuasa sampai waktu berbuka tiba.
Selanjutnya yang terpenting lagi untuk kita perhatikan adalah senantiasa menghargai usaha anak pada setiap tahapan puasa. Pujian dalam bentuk kalimat-kalimat positif bisa menjadi penyemangat bagi anak untuk terus berlatih berpuasa. Pemberian hadiah/reward atas pencapaian puasa anak juga bisa kita jadikan sebagai motivasi agar anak lebih bersemangat belajar berpuasa.
Mengajak anak melakukan aktivitas yang ia senangi, dapat membuat ia lupa akan rasa haus dan lapar. Namun yang perlu kita ingat adalah seyogyanya aktivitas tersebut tidak terlalu mengeluarkan banyak tenaga. Aktivitas yang kita lakukan di dalam ruangan bisa menjadi pilihan. Misalnya saja membaca buku, menonton film, maupun bermain balok. Dan terakhir tidak lupa untuk memberikan makanan yang bergizi pada saat berbuka maupun sahur. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga tubuh anak agar tetap sehat.
Selanjutnya agar pembelajaran berpuasa berhasil, maka perlu kita perhatikan beberapa pendekatan sebagaimana saya kutip dari pendapat Ramayulis tentang pendekatan dalam pendidikan Islam. Di antara beberapa pendekatan tersebut adalah adalah pendekatan keteladanan, pengalaman, pembiasaan, emosional, rasional, dan fungsional. (Ramayulis, 2015).
Pendekatan Keteladan dalam Berpuasa
Di antara beberapa pendekatan tersebut, pendekatan keteladanan merupakan pendekatan yang penting untuk kita terapkan. Khususnya di lingkungan keluarga. Keteladanan dalam hal ibadah ini didapatkan anak dari kedua orang tuanya. Baik ayah maupun ibu merupakan contoh bagi anak-anaknya.
Setiap apa yang orang tua lakukan, secara langsung maupun tidak langsung akan anak lihat dan tirukan Oleh sebab itu menjadi suatu kewajiban bagi orang tua untuk berupaya memberikan contoh yang terbaik bagi anak. Utamanya dalam hal ibadah, baik sholat lima waktu, membaca Al Quran, maupun berpuasa. Melalui keteladanan ini akan lebih mudah bagi anak untuk belajar ibadah termasuk berpuasa.
Sementara itu, pendekatan pengalaman adalah proses pembelajaran yang menekankan pada praktik. Yakni bagaimana suatu ibadah tersebut kita laksanakan. Sehingga dalam menerapkan pendekatan ini, seorang pendidik tidak hanya memberikan teori saja, melainkan mengajak anak untuk mempraktikannya secara langsung.
Sedangkan, pendekatan pembiasaan merupakan pendekatan dengan mengkondisikan anak untuk terbiasa melakukan sesuatu. Melalui pendekatan ini, secara tidak langsung suatu ibadah akan dapat anak lakukan secara terus-menerus.
Memberi Pemahaman tentang Manfaat Puasa
Kemudian pendekatan emosional, rasional dan fungsional adalah pendekatan yang dapat kita lakukan dengan mengajak anak untuk berdiskusi terkait puasa dan manfaat puasa bagi kesehatan, maupun manfaat pada aspek yang lain.
Pendekatan emosional adalah pendekatan dengan upaya menggugah perasaan dan emosi anak agar memahami dan meyakini sesuatu hal. Sementara pendekatan rasional adalah pendekatan yang mempergunakan rasio/akal untuk dapat memahami dan menerima sesuatu hal.
Dan terakhir pendekatan fungsional adalah pendekatan yang menekankan aspek manfaat dari sesuatu hal. Sehingga berkaitan dengan ibadah puasa, maka pada pendekatan emosional kita dapat menekankan bahwa berpuasa menjadi sarana agar bisa merasakan penderitaan sesama kita, yang mungkin sering merasakan kelaparan.
Sementara pendekatan rasional dan fungsional dapat kita tekankan melalui pemahaman tentang manfaat puasa secara kesehatan jasmani maupun ruhani. Berbagai pendekatan tersebut dapat kita kombinasikan agar lebih mendorong keberhasilan belajar berpuasa bagi anak. []