• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Kisah Ratu Safiatuddin Didukung Ulama Aceh

Nuruddin Ar-Raniri (w. 1658 M) dan Abdurrauf As-Sinkil (1615 – 1693 M) adalah dua ulama besar dan kharismatis dari Aceh yang memiliki pengaruh besar di kepulauan Nusantara di masanya. Beliau berdua adalah orang yang bertanggung-jawab terhadap pengangkatan sejumlah pemimpin Kesultanan Aceh, termasuk Sultanah Tajul 'Alam Safiatuddin Syah. 

Mubadalah Mubadalah
14/09/2016
in Figur
0
Ratu Safiatuddin

sumber gambar: pixabay

205
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nuruddin Ar-Raniri (w. 1658 M) dan Abdurrauf As-Sinkil (1615 – 1693 M) adalah dua ulama besar dan kharismatis dari Aceh yang memiliki pengaruh besar di kepulauan Nusantara di masanya. Beliau berdua adalah orang yang bertanggung-jawab terhadap pengangkatan sejumlah pemimpin Kesultanan Aceh, termasuk Sultanah Tajul ‘Alam Safiatuddin Syah.

Ketika Sultan Iskandar Tsani (pengganti Sultan Iskandar Muda) meninggal, terjadi kericuhan dalam mencari penggantinya. Satu-satunya keturunan Sultan Iskandar Muda dan yang berhak mewarisi tahta adalah istri dari Sultan Iskandar Tsani yaitu Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah.

Penolakan Ulama Terhadap Kepemimpinan Sultanah Safiatuddin

Sebagian ulama berkeras hati menolak Sultanah Saifuddin sebagai sultan. Mereka  berpendapat bahwa perempuan menjadi pemimpin adalah menyalahi kodrat dan hal ini tidak diperbolehkan dalam agama. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin dengan alasan bahwa perempuan hanya dilarang menjadi imam dalam shalat sedangkan untuk menjadi pemimpin urusan dunia. Nuruddin Ar-Raniri mendukung kepemimpinan perempuan dan menolak argumen ulama yang kontra. Sehingga Ratu Safiatuddin kemudian diangkat menjadi Sultanah Kerajaan Aceh Darussalam.

Ratu Safiatuddin sangat gemar terhadap ilmu pengetahuan dan sastra. Ketika berumur 7 tahun, ia sering belajar kepada para ulama besar seperti Hamzah Fansuri, Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Kamaluddin dan lainnya. Karena latar belakang pendidikaannya yang sangat baik, Sultanah Safiatuddin memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan.

Safiatuddin juga melakukan pembangunan terhadap pertahanan militer dengan membentuk pasukan khusus wanita yang bertugas mengawal istana sekaligus sebagai pasukan elite kerajaan terhadap keamanan kerajaan Aceh Darussalam. Ia juga biasa memeriksa dan mengontrol pasukan khusus dengan menunggang kuda.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Untuk urusan sosial, ia membangun perumahan untuk para janda akibat peperangan dan menyantuni anak-anak merek. Untuk itu mereka dibangunkan sebuah kota yang terkenal dengan nama Kota Inong Balee di Krueng Raja yang pembangunannya dibiayai dengan uang kerajaan dan zakat. Kota ini dijaga ketat pasukan agar para janda dan anak-anak korban perang dapat hidup dengan aman dan layak dengan diberikan tunjangan uang yang cukup.

Pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin, Aceh Darusslam mengalami puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dua orang ulama menjadi penasehat negara. Yaitu Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil yang bergelar Teungku Syiah Kuala. Atas permintaan Ratu, Nuruddin menulis buku berjudul Hidayatul Imam yang ditujukan bagi kepentingan rakyat umum, dan atas permintaan Ratu pula, Abdurrauf Singkil menulis buku berjudul Mir’at al-Thullab fî Tahshil Ma’rifati al-Ahkâm al-Syar’iyyah li Malik al-Wahhab, untuk menjadi pedoman bagi para qadhi dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ratu Safiatuddin bukan saja mengutamakan kesejahteraan negerinya tetapi juga berusaha menjalankan pemerintahannya sesuai dengan hukum Islam.

Penulis: Isti’anah

Tags: kerajaan acehperempuanratu acehulama perempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Ekoteologi

Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

13 Juni 2025
Hj. Biyati Ahwarumi

Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

23 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menstruasi

    Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu
  • Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2
  • Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID