Mubadalah.id – Setelah lebih dari 10 tahun masyarakat Makkah terus melakukan penolakan, pemboikatan, kekerasan, bahkan pengusiran, Nabi Muhammad Saw mencoba mencari daerah atau negeri lain yang bisa menerima dan mendukung dakwah Islam.
Dan setidaknya menerima dengan tanpa melakukan perundungan, persekusi, dan kekerasan. Nabi mengutus para sahabat untuk mencoba hidup dan tinggal di Etiopia, sejauh 4.000 kilo meter dari Kota Mekkah.
Raja Etiopia menerima para sahabat dengan baik, memberi tempat, dan memberikan segala keperluan hidup mereka selama di Etiopia.
Beberapa sahabat bahkan memilih tetap tinggal di Etiopia sampai akhir kehidupan Nabi Muhammad Saw seperti keponakan beliau, Ja’far bin Abu Thalib Ra.
Eksperimen Etiopia ini menarik dan belum banyak dikaji sebagai sumber fiqh dan akhlak relasi dengan yang berbeda agama.
Kala itu, umat Islam hidup berdampingan dengan masyarakat Kristen, dan bahkan berada dalam kekuasaan agama Kristen, sekalipun sudah ada masyarakat Madinah yang nabi pimpin.
Nabi Muhammad Saw juga menjajaki penerimaan dan perlindungan dari kabilah Tha’if, sekitar 85 kilo meter dari Makkah. Nabi ditolak, bahkan diusir.
Tetapi, nabi mendoakan agar mereka kelak, dari anak cucunya, ada yang memperoleh hidayah dan beriman (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 3267).
Hijrah ke Irak
Nabi juga mencoba menawarkan diri pada delegasi Hirah dari Irak, sekitar 1.800 kilo meter dari Makkah. Mereka menerima dan menghormati nabi, tetapi tidak bersedia memberikan perlindungan penuh. Nabi memahami dan menghormati mereka.
Kelompok yang bersedia memberikan perlindungan bagi Nabi Muhammad Saw. adalah delegasi dua kabilah dari Kota Yatsrib, yang kelak berubah nama menjadi Madinah.
Nabi melakukan pertemuan dua kali, pada tahun yang berbeda, dan mengakhirinya dengan sumpah setia (baiat) untuk saling memberikan perlindungan penuh, jiwa, raga, dan harta.
Atas dasar ini, nabi meminta para sahabat di Makkah untuk segera berhijrah ke Madinah. Nabi sendiri, bersama Abu Bakar ash-Shiddiq Ra secara sembunyi-sembunyi berhijrah ke Madinah.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.