Mubadalah.id – Penduduk Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammad Saw dengan penuh antusias.
Begitu tiba, Nabi Saw segera membentuk traktat perjanjian untuk seluruh penduduk Madinah, baik yang datang dari Makkah maupun yang sudah berada di Madinah, yaitu kabilah ‘Aus dan Khazraj, dan juga penduduk Yahudi, dan kabilah-kabilah lain.
Traktat ini kita kenal dengan Piagam Madinah atau Watsiqah Madinah. Ia berisi kesepakatan untuk saling menghormati dan saling menjaga, baik jiwa maupun harta kepemilikan, secara bersama-sama. Termasuk saling menghormati agama dan keyakinan masingmasing.
Nabi Muhammad Saw berkawan dan memiliki tetangga yang berbeda agama. Salah satu bentuk keimanan, tegas nabi adalah menghormati dan memuliakan tetangga (Shahih alBukhari, hadits nomor 6088).
Kata Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M) tetangga yang berbeda agama tetap memiliki hak sebagai tetangga, yang harus dihormati, dikunjungi, saling menjaga, dan saling menolong satu sama lain.
Nabi pernah mendapatkan undang makan di rumah tetangga Yahudi yang berprofesi sebagai penjahit, dan nabi memenuhi undangan tersebut (Musnad Ahmad, hadits nomor 13403 dan 14068).
Nabi Muhammad Saw juga pernah menyalahkan seorang Muslim yang menuduh seorang Yahudi secara gegabah, tanpa bukti yang kuat. Beliau memulihkan nama baik tetangga Yahudi tersebut, lalu turun ayat tentang hal ini (QS. an-Nisa’ (4:105).
Namun, nabi juga pernah membalas perundungan orang Yahudi yang bertamu ke rumah beliau dengan bahasa yang lebih santun sambil menasihati Aisyah Ra untuk tidak membalas perilaku mereka dengan bahasa yang kasar.
Berikut hadis Nabi Saw yang artinya: “Tenang, Allah itu Maha Lembut dan mencintai sikap yang lembut dalam segala hal.” (HR. Bukhari, hadits nomor 6093).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.