Mubadalah.id – Imam Ja’far ash-Shadiq mengatakan, “Manakala Nabi Muhammad Saw. hendak menikahi Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, Abu Thalib, paman Nabi, bersama serombongan keluarganya bersama-sama mendatangi Waraqah bin Naufal, paman Khadijah.”
Sesudah bertemu dan berbicara sedikit, Abu Thalib menyampaikan kata-kata lamaran:
“Ahamdu li Rabb hadza al-Bait (segala puji bagi Pemilik Rumah ini) yang telah menjadikan kita sebagai keturunan Ibrahim dan keluarga besar Ismail. Kita berada di tempat/tanah air yang mulia dan aman. Kita juga menjadi pemimpin masyarakat. Semoga Dia memberkahi negeri yang aman sentosa ini.”
“Kemudian, laki-laki anak saudara saya ini (Muhammad Saw.) adalah pemuda Quraisy yang terkemuka dan sangat dikenal kebaikannya.”
“Tidak ada seseorang pun yang bisa menyamai kebesarannya. Tidak pula ada seseorang yang lebih adil darinya, meskipun ia seorang miskin yang tidak punya harta, sesuatu yang pada saatnya akan hilang, suatu naungan yang lenyap.”
“Anak muda ini tertarik kepada Khadijah sebagaimana juga Khadijah tertarik kepadanya. Kami datang kepadamu untuk melamar/meminang ia (Khadijah) dengan persetujuan dan atas perintahnya.”
“Maskawinnya aku yang menanggungnya dari uangku sendiri, sebanyak yang kalian minta, baik tunai maupun tempo. Dan, ia (Muhammad) anak muda yang hebat, berakhlak mulia, cerdas, dan jenius.”
Sesudah Abu Thalib menyampaikan kata-kata lamaran itu, paman Khadijah menyambut dengan ucapan terbata-bata. Ia menjawab dengan singkat dan mengulang-ulang. Ia adalah seorang pendeta. Khadijah kemudian menyela dengan mengatakan:
“Pamanku, meskipun engkau lebih utama dariku untuk menyampaikan kesaksian ini, tetapi engkau tidak lebih utama dariku untuk kepentingan diriku sendiri.
“Muhammad, aku menikahkan diriku denganmu. Maskawinnya dariku sendiri. Suruhlah pamanmu untuk menyembelih unta lalu walimah tasyakuran, dan masuklah kepada keluargamu.”
Menerima Pinangan
Abu Thalib mengatakan, “Saudara-saudara sekalian, saksikanlah. Ia (Khadijah) telah menerima pinangan/lamaran Muhammad, dan ia yang memberikan mahar/maskawinnya dari hartanya sendiri.”
“Sebagian orang Quraisy yang hadir dan menyaksikan acara ini mengatakan, “Wah, ini aneh sekali, mahar/maskawin, kok, dari perempuan, dari hartanya sendiri.”
Mendengar ucapan orang tersebut, Abu Thalib tidak suka mendengar kritikan itu. Lalu, ia mengatakan,
“Jika mereka seperti keponakanku ini, laki-laki harus memberikan mahar tinggi. Jika seperti kalian, niscaya kalian tidak akan menikahkannya kecuali dengan maskawin yang tinggi, mahal.”
Sesudah itu, Abu Thalib kemudian menyembelih unta untuk walimah. Dan, Rasulullah Saw., masuk kamar bersama istrinya Khadijah. []