Mubadalah.id – Jika merujuk dalam sebuah hadis tentang teladan perilaku Nabi Muhammad Saw kepada anak-anak, maka perilaku Nabi Saw sangat menyayangi anak-anak.
Bentuk teladan kasih sayang tersebut seperti kisah Nabi Muhammad Saw di hadapan Aqra’ bin Habis al-Tamimi.
Kisah ini tertulis di dalam Shahih al-Bukhari No. 6063, Shahih Muslim No. 6170, Sunan al-Tirmidzi No. 2035, Sunan Abu Dawud No. 5220, dan Musnad Ahmad, No. 7242.
Di bawah ini adalah riwayat al-Bukhari:
“Dari al-Zuhri, diceritakan kepada kami oleh Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw mencium sang cucu, Hasan bin Ali, dengan penuh kasih sayang.
Di samping beliau ada Aqra’ bin Habis al-Tamimi menimpali, Aku punya sepuluh anak, tidak ada satupun yang aku cium. Nabi Saw memandangnya penuh heran, orang yang tidak menyayangi [anak, atau orang lain], akan sulit disayangi [Tuhan dan atau manusia]. (Shahih al-Bukhari, No. 6063).
Selain hadis di atas, Dr. Faqihuddin Abdul Kodir menyebutkan bahwa banyak teks hadis lain yang menggambarkan prinsip kasih sayang Nabi Saw kepada anak-anak.
Misalnya jika merujuk dalam buku Ensiklopedia Akhlak, prinsip kasih sayang ini sebagai prinsip akhlak al-Qur’an yang Nabi Muhammad Saw teladankan dalam kehidupan.
Bahkan setidaknya terdapat 199 ayat yang ensiklopedia ini rujuk sebagai sumber ajaran kasih sayang dalam al-Qur’an, dan menyimpulkan bahwa:
“Menebarkan kasih sayang di antara anggota masyarakat akan mengangkat derajat masyarakat tersebut dan menyatukan kekuatannya.”
Menyadari kerentananya, tentu saja, anak adalah anggota masyarakat yang paling membutuhkan perlakuan kasih sayang.
Berakhlak Mulia
Ketika salah satu implementasi dari prinsip kasih sayang ini adalah berakhlak mulia. Maka anak juga berhak atas perlakuan akhlak mulia dari orang dewasa. Termasuk bagi mereka sebagai orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
Abdullah bin Mubarak (118-181 H/726-797 M), seorang tokoh ulama generasi Tabi’in, mendefinisikan akhlak mulia sebagai berikut:
“Dari Abdullah bin Mubarak, ia mendeskripsikan akhlak yang baik dengan pernyataan, ‘Menampakkan wajah yang ceria, memberikan hal baik dan tidak melakukan hal yang menyakiti,” (Sunan al-Tirmidzi)
Merujuk pada definisi ini, kata Kang Faqih, ketika pondasi akhlak mulianya kuat. Maka ketiga sifat baik tersebut di atas harus menjadi prinsip yang mendasar.
Dengan pondasi tiga sifat akhlak mulia ini, anak-anak harus memperoleh ruang yang membahagiakannya. Kemudian memperoleh kemaslahatan yang terbaik bagi mereka, dan terbebas dari segala jenis tindakan yang menyakitinya. (Rul)