Mubadalah.id – Perlu kita sadari, sebagian besar pasangan menganggap konflik dalam keluarga sebagai tanda bahwa pernikahan mereka sedang bermasalah atau gagal. Padahal, konflik justru bisa menjadi ruang belajar dan peluang untuk memperdalam pemahaman terhadap pasangan.
Persoalannya, banyak pasangan tidak menyadari cara mereka menyelesaikan konflik. Sebagian memilih mendiamkan masalah. Sebagian lagi memilih konfrontasi yang emosional tanpa arah penyelesaian yang jelas.
Kedua cara ini sama-sama berisiko. Konflik yang dibiarkan tanpa diselesaikan hanya akan mengendap menjadi luka batin, memperlebar masalah antar pasangan. Sementara konfrontasi tanpa kontrol bisa merusak kepercayaan dan komunikasi.
Dalam pandangan Islam, konflik tidak boleh dihindari, tetapi harus dihadapi dengan hikmah, adab, dan niat mencari kebaikan bersama.
Prinsip Negosiasi dalam Rumah Tangga
Menurut Buku Fondasi Keluarga Sakinah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dkk, penyelesaian konflik keluarga membutuhkan tiga hal: kesadaran, komunikasi, dan kesalingan.
Pertama, kesadaran bahwa setiap pihak punya emosi dan perspektif yang sah. Kedua, komunikasi terbuka untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhan tanpa menyalahkan. Ketiga, kesalingan yaitu kesediaan untuk mendengar, memahami, dan mencari titik temu, bukan sekadar membenarkan diri.
Karena, negosiasi adalah bentuk komunikasi yang matang, di mana suami dan istri bersama-sama mencari solusi yang adil dan maslahat.
Islam sendiri mengajarkan bahwa kepemimpinan dalam keluarga adalah tanggung jawab untuk menjaga keadilan dan keseimbangan. Dalam proses negosiasi, kedua belah pihak berhak menyampaikan pandangan dan harapannya tanpa takut merasa terhakimi. []









































