Mubadalah.id – Bagaimana kita membayangkan sebuah kehidupan rumah tangga yang tercipta peran ibu dalam ranah domestik begitu besar? Tentu, gambaran umum itu tidak sulit kita bayangkan. Sebab ibu kita, hampir semua melakukan peran domestik yang begitu besar.
Bagi orang yang belum menikah, membahas peran dan keterlibatan seorang laki-laki dalam ranah domestik, mengurus anak, masih berupa sebuah impian. Namun, hal itu bukanlah tidak bisa kita wujudkan ketika pembicaraan sebelum menikah tentang pola pengasuhan, kehidupan rumah tangga, selalu menjadi pembicaraan.
Kita menyebut relasi keluarga yang semacam itu adalah konsep keluarga pembaharu. Konsep ini mengacu kepada pelibatan semua pihak, baik laki-laki dan perempuan dalam melakukan tanggung jawab domestik. Mengapa hal ini sangat kita perlukan? Selama ini, laki-laki terlalu menikmati privilege dan kekuasaan dalam keluarga, privilege itu membawa konsekuensi negatif bagi perempuan yang memiliki beban kerja tanpa dibayar.
Beban Ganda Perempuan
Selama ini perempuan memiliki beban yang berlapis dalam melakukan perannya. Di satu sisi, ketika ia seorang perempuan pekerja, tanggung jawab domestik juga ia lakukan. Sehingga, beban antara pekerjaan rumah dan di kantor dipikul sendiri. Di sisi lain, apabila seorang perempuan full time mengerjakan pekerjaan rumah/ ibu rumah tangga, justru dianggap sebagai orang yang tidak bekerja.
Akhirnya, stigma negatif selalu tersematkan kepada ibu rumah tangga melalui sebutan tidak bekerja, hidup santai, tidak memiliki tanggungan. Padahal, waktu yang ia butuhkan untuk melakukan pekerjaan rumah sangatlah panjang. Apalagi untuk mengurus anak, memasak, membersihkan rumah. Membutuhkan waktu tanpa jeda.
Alasan lain mengapa keluarga pembaharu ini sangat penting. Karena hari ini dunia berada dalam persimpangan akibat cepatnya perubahan yang terjadi. Tekanan datang dari pelbagai arah. Informasi semakin tidak terbendung. Begitu banyak dampak peperangan, kondisi strata sosial yang tidak seimbang menyebabkan orang miskin semakin miskin, begitu sebaliknya.
Kenyataan ini membuat pihak tertentu memanfaatkan momentum sesuai dengan kepentingannya. Namun, kondisi ini tidak bisa kita hadapi oleh satu pihak saja. Artinya, butuh kerjasama kolektif antara masyarakat sipil, pemerintah dan elemen lainnya. Selama ini, kita lebih fokus terhadap kegiatan, gerakan yang besar tanpa melihat unit terkecil dari sebuah negara, yakni keluarga.
Keluarga merupakan ruang private yang menjadi kunci dari terjalinnya relasi yang begitu kuat dalam sistem sosial. Segala bentuk informasi, ideologi, pemikiran, bahkan apapun, terlebih dahulu masuk kepada keluarga. Khususnya kepada bapak dan ibu yang memiliki peran penting dalam pola pengasuhan keluarga. Apabila relasi keluarga sudah kuat, berbicara tentang pemberdayaan perempuan dalam skala besarpun, sangat baik untuk dilakukan.
Peran Setara Ayah dan Ibu sebagai Orang Tua
Keluarga adalah kunci dari awal melakukan hubungan yang begitu luas. Maka memerlukan peran bapak dan ibu, yang sama-sama memiliki tanggung jawab besar terhadap kerja-kerja domestik. Hal ini akan tercapai apabila, keduanya memiliki kesadaran penuh tentang tanggung jawab bersama dalam keluarga.
Dalam konteks ini, paternity leave dan maternity leave seharusnya kita sadari atas pilihan keduanya. Paternity leave adalah waktu cuti yang seorang ayah ambil untuk mengurus bayi. Sedangkan maternity leave adalah waktu cuti untuk seorang ibu.
Mengapa paternity leave penting? Butuh penyesuaian bagi sang anak yang baru lahir, sehingga membutuhkan peran untuk mendampingi. Lagipula, secara psikis, seorang ibu yang baru melahirkan tentunya butuh adaptasi dan penyesuaian dengan seorang bayi. Sehingga butuh peran suami untuk mampu melakukannya.
Di kota maju, seperti Inggris, Amerika, sudah menerapkan paternity leave. Sebutan ini memang sangat baru masyarakat Indonesia. Apalagi, konsep tersebut akan mengancam posisi pekerja pada sebuah perusahaan. Sehingga jikalaupun ada, pasti memilih untuk tidak mengambil posisi tersebut lantaran khawatir tidak mendapatkan promosi jabatan atau dirumahkan oleh perusahaan.
PR panjang untuk menciptakan relasi setara antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, tidak hanya dari faktor kesadaran diri. Akan tetapi, juga tempat kerja, lingkungan, harus juga mendukung pelibatan laki-laki dalam ranah domestik. Dengan demikian, ketika laki-laki juga terlibat dalam ranah domestik, tercipta keluarga mandiri dan berdaya, dengan pola pengasuhan yang baik dari bapak dan ibu. []