Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan tentang kontroversi donor ASI.
Kontroversi donor ASI ini, kata Nyai Badriyah, berawal dari tragadi badai Katrina yang mengguncang Amerika.
Badai Katrina, menurut Nyai Badriyah, menyisakan banyak cerita duka termasuk banyaknya ibu yang tidak bisa menyusui bayinya karena depresi maupun tak memiliki ASI yang cukup.
Hal ini mendorong beberapa lembaga sosial untuk menghimpun ASI dari para ibu yang sedang menyusui demi menyelamatkan bayi-bayi tersebut.
Saat ini, Nyai Badriyah mengungkapkan, terdapat sedikitnya 11 bank susu di Amerika Utara saja. Para pendonor akan diseleksi secara ketat riwayat kesehatannya sebelum mereka mendonorkan ASI-nya.
Tersedia pula imbalan atas setiap liter susu yang disumbangkan. Sebagian besar dari penyumbang ASI itu tidak memiliki pertalian darah dengan anak yang mendapat bantuan air susu mereka.
Bank susu ini umumnya terdapat di rumah bersalin dan penerima donor terbesar adalah bayi yang lahir secara prematur.
Pandang Islam Terhadap Donor Susu
Nyai Badriyah menyampaikan, pengertian radha’ah (penyusuan) oleh Ibnu Taimiyah, seorang ahli fikih yang bermazhab pada Hambali, apabila seorang bayi yang masih berumur di bawah dua tahun menyusui sebanyak lima kali susuan yang mengenyangkan.
Pendapat ini lebih berdasarkan pada hadis Aisyah ra. yang berbunyi,
“Telah turun dalam al-Qur’an bahwa sepuluh susuan itu hukumnya haram, lalu hal itu di -nasakh menjadi lima susuan yang mengetahui itu mengharamkan hingga Rasulullah wafat dan perkara tersebut tetap seperti itu.” (HR. Muslim).
Hadis tersebut, Nyai Badriyah menegaskan bahwa susuan tersebut telah mengharamkan apa yang diharamkan melalui keturunan, termasuk pernikahan.
Sehingga mereka yang menyusu pada orang yang sama telah menjadi saudara susuan dan hukumnya haram untuk menikah. (Rul)