Mubadalah.id – Profesi pekerjaan juga sering kali dikaitkan dengan gender. Kuatnya budaya patriarkhi menggiring masyarakat untuk memahami bahwa terdapat beberapa profesi yang hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki saja atau sebaliknya. Padahal, hal tersebut tidak demikian. Namun, beberapa sektor profesi yang dianggap demikian juga bisa dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki.
Masyarakat sering menyebutkan bahwa profesi yang berkaitan dengan teknik seperti bengkel, arsitektur atau kuli bangunan adalah profesi yang membutuhkan tenaga keras dan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Sama halnya dengan profesi seperti perawat, perias, pekerja sosial, dan koki adalah profesi yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan. Anggapan masyarakat yang demikian melahirkan pandangan yang tidak lazim atau aneh terhadap seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan pandangan masyarakat secara luas.
Pandangan-pandangan tersebut berkembang di masyarakat secara tidak sadar akibat dari kuatnya budaya patriarkhi yang mengakar. Tulisan ini akan berfokus menguraikan secara sederhana tentang posisi laki-laki dalam dominasi profesi perempuan. Profesi perempuan yang dimaksud di sini adalah profesi yang berkaitan dengan pola pengasuhan atau carring yang sejauh ini dipahami oleh masyarakat sebagai peran seorang Ibu.
Pemahaman bahwa mengasuh dan carring adalah profesi dan tugas seorang Ibu atau keahlian yang hanya dimiliki oleh perempuan saja. Bahkan, anggapan bahwa profesi tersebut merupakan perpanjangan dari peran seorang Ibu. Hal tersebut yang selanjutnya mendorong banyaknya perempuan menempati posisi pekerjaan yang berkaitan dengan pengasuhan atau perawatan. Profesi-profesi tersebut seperti profesi perawat dan pekerja sosial.
Beberapa penelitian mengenai posisi laki-laki dalam dominasi profesi pernah dilakukan oleh Bob Paese yang berjudul Men in Social Work Challanging or Reproducing an Unequel Gender? Penelitian ini mengatakan bahwa walaupun jumlah laki-laki dalam profesi pekerjaan sosial sedikit tetapi mereka memiliki dorongan untuk menuju posisi-posisi level manajerial. Artinya, walaupun sebuah profesi tersebut didominasi oleh perempuan tetapi perempuan belum tentu memiliki kesempatan dalam kekuasaan. Perempuan tetaplah pada posisi bawahan.
Kuatnya budaya patriarkhi atau peran tradisional laki-laki adalah akibat terjadinya permasalahan di atas. Artikel ini juga memaparkan sebuah alternatif sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi. Bob Paese dalam artikelnya menjelaskan bahwa laki-laki dalam dominasi profesi perempuan sangat perlu mengimplementasikan perspektif feminisme.
Sebab, dengan penerapan feminisme, laki-laki dalam lingkungan kerjanya akan memberikan ruang kepada perempuan dan mampu menempati level kesadaran dan kerelaan dalam melepaskan hak-hak istimewa yang selama ini dimiliki seperti kekuasaan.
Dunia profesionalitas kerja yang masih dianggap hanya bisa dilakukan oleh perempuan atau sebaliknya juga perlahan perlu didobrak. Karena, sebenarnya keragamaan sangat diperlukan dalam berbagai sektor termasuk dunia kerja. Kerjasama antara laki-laki dan perempuan mampu melahirkan profesionalitas yang sempurna. Tetapi, dalam hal ini penting mempunyai pengetahuan tentang feminisme bagi pekerja laki-laki. Pengetahuan tersebut pada intinya akan mengantarkan pada penghapusan kekerasan perempuan dalam dunia kerja.
Pekerja laki-laki yang mengimplementasikan pengetahuan feminisme dalam dunia kerja juga bagian dari tanggung jawab laki-laki dalam menentang dunia yang patriarkhi dan menegakkan kesetaraan gender dalam sebuah profesi. Konsep menghapus ketidakadilan tentu bagian dari tugas setiap manusia, dalam bahasa Islam adalah amar ma’ruf nahi mungkar.
Bagi penulis ini bagian dari hal tersebut, sehingga sudah bukan hal yang patut untuk ditunda dalam pelaksanaannya. Upaya mulia ini perlu terus diupayakan untuk mencapai tujuan yang damai tanpa ketidakadilan. Tulisan ini semoga menjadi bagian kecil pemupuk semangat para pembaharu untuk ikut mengkampanyekan hal-hal baik guna menghapus ketidakadilan di lingkungan sekitar. Sekian. []