Mubadalah.Id– Selama ini nusyuz selalu disematkan pada istri sebagai pembangkangan atau ketidaktaatan istri terhadap suami. Hal itu ditegaskan pula dalam aturan hukum keluarga kita (KHI) yang hanya mengatur nusyuz istri (pasal 84, ayat 1-4). Lantas bagaimana Langkah-langkah penyelesaian nusyuz menurut Al-Quran?
Padahal dalam al-Quran surat an-Nisa, terdapat dua ayat yang menjelaskan tentang masalah ini, yaitu ayat 34 dan ayat 128.
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا (النساء: ٣٤)
“Dan (para istri) yang kalian khawatirkan akan berbuat nusyuz, maka nasehatilah mereka, berpisahlah dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Jika mereka mentaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan (celah untuk menyalahkan) mereka. Sesungguhnya Allah Maha Agung lagi Maha Besar.”
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ اللّٰـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (النساء: ١٢٨)
“Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau berpaling, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.
Dan jika kamu memperbaiki (relasi dan pergaulan dengan pasanganmu) dan memelihara dirimu (dari sikap dan tindakan buruk seperti nusyuz dan sikap berpaling), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Secara literal, ayat 34 dapat dipahami sebagai nusyuz istri; dan ayat 128 sebagai nusyuz suami. Dengan kata lain, baik istri ataupun suami, masing-masing punya potensi untuk melakukan nusyuz.
Langkah-langkah Penyelesaian Nusyuz Menurut Al-Quran
Nusyuz diartikan sebagai durhaka atau kebalikan dari taat. Ketaatan dalam relasi suami istri bukan berarti ketaatan satu pihak (istri) kepada pihak lainnya (suami), melainkan ketaatan untuk memiliki komitmen bersama menghadirkan segala kebaikan ke dalam rumah tangga.
Dalam hal ini adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang untuk pasangannya yang dapat mewujudkan sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pada saat salah satunya tidak mampu menjaga dan menaati komitmen itu, maka ia dianggap nusyuz.
Berkebalikan dari taat, maka nusyuz adalah segala tindakan negatif dalam relasi suami istri yang melemahkan ikatan berpasangan antara keduanya, sehingga menjadi jauh dari kondisi sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Ketika salah satu pihak dikhawatirkan berperilaku nusyuz, dua ayat di atas dapat menjadi pedoman dalam menyelesaikan masalah ini.
Dalam ayat 128, Allah menganjurkan supaya keduanya berdamai (shulh) agar kembali pada komitmen bersama sebagai pasangan yang saling mencintai dan menguatkan satu sama lain.
Kembali berdamai adalah lebih baik, dengan win-win solution, sekalipun masing-masing biasanya akan egois (syuhh, kikir adalah bagian dari egois).
Untuk tujuan damai ini, keduanya diminta untuk meningkatkan perbuatan baik (ihsan) kepada pasangan, dan menghentikan serta membentengi diri (taqwa) dari segala sikap, pernyataan, dan tindakan buruk kepada pasangan.
Sedangkan dalam ayat 34, dijelaskan tahapan penyelesaian nusyuz. Kepada suami atau istri yang nusyuz, berilah ia nasehat agar kembali pada kondisi taat pada komitmen pernikahan.
Nasehat di sini artinya berkomunikasi secara baik-baik, agar ia dapat memahami, sadar dan bisa kembali memperbaiki hubungan.
Setelah diajak bicara, beri kesempatan kepadanya untuk merenung, berfikir dan berefleksi.
Dalam ayat ini disebut pisah ranjang, artinya masing-masing tidur menyendiri agar bisa berefleksi, tidak diganggu pasangan, sehingga diharapkan bisa kembali segar dan memegang kembali komitmen berpasangan seperti semula.
Nasihat dan pisah ranjang ini merupakan tahapan untuk berdamai. Adapun memukul yang secara leterlek tertulis dalam ayat ini sebagai tahapan terakhir dalam penyelesaian masalah nusyuz.
Banyak dalil yang menyatakan bahwa pemukulan atau segala jenis kekerasan tidak direkomendasikan untuk menyelesaikan persoalan relasi suami istri.
Kekerasan tidak akan membantu dan tidak sejalan dengan tujuan rekonsiliasi itu sendiri. Bahkan kekerasan malah dapat melahirkan sakit hati dan kebencian.
Hal itu justru bertentangan dengan pilar pernikahan, yaitu untuk saling berbuat baik satu sama lain (mu’âsyarah bil ma’rûf).
Demikian penjelasan langkah-langkah penyelesaian nusyuz menurut Al-Quran. Wallâhu a’lam.[]