• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Lasminingrat: Meruntuhkan Stigma Negatif Perempuan

Rena Asyari Rena Asyari
19/12/2022
in Publik
0
Lasminingrat
52
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Tjarita Maoeng Jeung Pamadjikan Toekang Tani” adalah salah satu judul cerita dari buku yang ditulis Lasminingrat tahun 1887. Dari judulnya kita seolah sudah bisa menebak arah cerita yaitu kisah seekor harimau dan istri pak Tani. Pemilihan judul yang dipilih Lasminingrat tentu tak dapat kita abaikan begitu saja, istri petani, seorang perempuan menjadi tokoh utama sekaligus lawan berat bagi harimau.

Tak ada sedikitpun ditampilkan sosok perempuan lemah seperti yang selama ini dicitrakan dalam kultur masyarakat kita. Lasmi membuat tokoh perempuan, istri petani itu menjadi sosok pemberani, tangguh, dan cerdik. Menghadapi harimau agar tak menjadi santapannya tentu harus mengerahkan segala daya upaya. Harimau bukanlah lawan yang seimbang untuk diajak beradu fisik.

Istri pak Tani tersebut lantas memutar otak ketika suaminya datang dari ladang sambil mengadu dan bingung akan janjinya menyediakan daging empuk dan lezat untuk harimau. Perempuan itu pun berkata dengan marahnya “kenapa? apakah Akang sudah gila, masa sapi mau dikasihkan ke harimau? Darimana kita bisa membeli susu untuk anak-anak, dan darimana kita dapat mentega untuk bahan menggoreng?kenapa akang tidak mencari akal lain…”. (Tjarita Maoeng Jeung Pamadjikan Tukang Tani- hal 148”).

Mendengar penuturan suaminya, ia bukannya takut, baginya tak ada alasan untuk menyerahkan sapinya begitu saja pada harimau. Nalurinya sebagai perempuan bergerak lebih cepat ketimbang resiko yang akan ia hadapi. Gizi untuk anak-anaknya jauh lebih ia perhatikan daripada sekedar keinginan harimau.

Buku yang dibuat abad 19 tersebut menjadi semacam saksi tentang relasi suami istri yang harus saling mengisi. Sifat takut dimiliki oleh manusia tidak terlepas dia laki-laki atau perempuan. Kehidupan dalam berumah tangga yang ditampilkan dalam cerita ini menampilkan rumah tangga bukanlah suatu kompetisi antar pasangan melainkan saling mendukung satu sama lain.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Sayangnya, hal tersebut masih pro kontra dalam masyarakat kita hari ini yang sudah kadung dikandung dan dibesarkan dalam sistem patriarki ini.

Dengan penuh percaya diri, istri petani menyamar menjadi laki-laki, ia dengan cekatan menunggang kuda, memacu kudanya ke ladang menemui harimau. Hatinya berdebar, terselip sedikit rasa takut tetapi tekadnya untuk menyelamatkan hewan yang ia pelihara membuat ia tak surut untuk melangkah.

Ia berani mengambil resiko kehilangan semua, nyawanya, kerbau dan sapinya. Perlawanannya belum memastikan ia akan menjadi sang juara. Tetapi baginya, kalah dan menang bukanlah perkara, setidaknya ia pernah mencoba melawan.

Tak surut karena ancaman, tak takut karena gertakan, ia hanya punya satu tekad, mempertahankan kerbau dan sapinya untuk kebutuhan rumah tangganya dan anaknya. Nalurinya sebagai perempuan tak mengizinkan anaknya dan keluarganya kekurangan asupan gizi.

Ia, perempuan yang percaya jika ingin mendapatkan sesuatu harus bekerja keras bukan hanya meminta. Tak rela ia, Kerbau dan Sapi yang membantunya mencari kehidupan yang ia dapat dengan jerih payah harus diserahkan secara cuma-cuma pada harimau. Tanpa Kerbau, suaminya akan kesulitan menggarap sawahnya. Tenaga kerbau masih sangat ia butuhkan. Begitu juga dengan Sapi yang susunya selalu ia perah setiap hari. Ia buat susu dan mentega.

Suaminya, tak habis takjub dengan kecerdikan istrinya, ia bahkan merasa sedikit malu karena tak mengenal perempuan yang telah dinikahinya bertahun-tahun itu. Istri petani hatinya masih bergemuruh bahagia, Kerbau dan sapi miliknya aman.

Kecerdasannya tak meminta kesepakatan masyarakat, seperti halnya stigma cerdas yang dilekatkan masyarakat hanya pada laki-laki. Siasatnya harus diacungi jempol. Sirna sudah ungkapan bahwa hanya laki-laki yang berhak mempunyai akal, nyatanya istri pak Tani membuktikan bahwa perempuan tak hanya kaya nurani tetapi kaya akal.

***

Cerita Harimau dan Istri Pak Tani merupakan saduran dari dongeng Eropa. Lasminingrat menambahkan banyak sekali warna lokal. Jika selama ini, potret perempuan selalu diibaratkan sebagai pelengkap dalam kehidupan rumah tangga, mempunyai fisik lemah, mengharuskan ia hanya sebatas menunggui rumah, sedikit akal seolah-olah perempuan tak mampu berpikir. Maka, di tahun 1887, cerita yang ditulis Lasminingrat dengan tokoh perempuan yang gagah berani adalah sebuah lompatan.

Dengan cerita ini Lasmi menunjukkan sosok perempuan perkasa. Lasmi menambah konsep perkasa dengan sudut pandang yang luas. Perkasa bagi Lasmi bukan hanya dengan mengangkat pedang bertempur di medan perang. Tetapi, melalui cerita sederhananya, Lasmi mengangkat isu feminisme.

Perempuan dihadirkan bukan hanya sebagai pelengkap dalam rumah tangga, perempuan pun bertindak sebagai pengambil keputusan. Tak hanya menempati ranah domestik tetapi berani mengangkat cerita bahwa perempuan pun layak mendapat tempat di ranah publik.

Isu feminisme hingga hari ini masih menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk setiap perempuan. Dapat dibayangkan bagaimana satu setengah abad yang lalu, kondisinya bisa jadi lebih parah dari hari ini. Melalui tulisan, Lasmi mengeluarkan pemikirannya.

Pemikiran yang tak mungkin ia lontarkan secara lisan. Media tulisan menjadi media penolong, karena sifat tulisan fiksi tidak menghakimi. Ada niat dan upaya tersembunyi Lasmi saat itu untuk memberikan sedikit gambaran pada masyarakat pribumi terlebih wanita tentang kesiapan dan kesigapan menjadi perempuan.

Naskah yang ditulis Lasmi sangat kaya, bukan hanya berisi dongeng yang hanya bisa dinikmati anak-anak semata, tetapi memberikan motivasi dan inspirasi untuk menjadi perempuan yang mandiri. Hampir satu setengah abad yang lalu, ia telah memberikan bekal pada anak-anak dan perempuan di Sunda agar menjadi pribadi-pribadi yang dapat mengatasi zaman.[]

Rena Asyari

Rena Asyari

Dosen. Pengelola www.seratpena.com. Podcast dan youtube Seratpena.

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version