Mubadalah.id – Lebaran tidak hanya menjadi momen perayaan yang kita lakukan setelah melakukan ritual puasa selama sebulan penuh. Lebaran juga menjadi momentum spiritual yang menghadirkan kesempatan bagi setiap individu untuk merefleksi dan mereset hubungan, terutama dalam kehidupan rumah tangga.
Tradisi memohon dan memberi maaf tidak hanya menjadi formalitas sosial, tetapi juga jalan untuk membersihkan hati dari dendam dan kekhilafan yang mungkin terjadi dalam interaksi sehari-hari. Dalam Islam, memaafkan adalah salah satu bentuk ketakwaan yang dianjurkan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A’raf (7:199):
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ ١٩٩
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
Memaafkan dalam konteks rumah tangga tidak hanya tentang menghapus kesalahan, tetapi juga tentang bagaimana membangun kembali ikatan yang lebih kuat. Kesalahan dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari dinamika rumah tangga. Dengan sikap saling memaafkan, pasangan dapat menciptakan ruang untuk tumbuh bersama.
Dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali menekankan bahwa keharmonisan rumah tangga dapat tercapai dengan kesalingan dalam kebaikan, kasih sayang, dan kesabaran. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa pernikahan bukan hanya ikatan fisik, tetapi juga jalan menuju penyempurnaan akhlak dan kebahagiaan di dunia serta akhirat (Imam Ghazali, ‘Revival Of Religious Learnings (Ihya Ulum-Id-Din), II, 1993).
Oleh karena itu, momentum Lebaran bisa menjadi awal bagi pasangan untuk menciptakan relasi yang lebih harmonis dan seimbang.
Mengapa Momen Lebaran Penting untuk Relasi Rumah Tangga?
Lebaran menghadirkan nuansa kebersamaan yang kuat. Hal ini karena lebaran merupakan saat di mana banyak keluarga berkumpul, menjalin kembali silaturahmi, dan menghidupkan nilai-nilai kasih sayang. Dalam rumah tangga, momen ini bisa menjadi refleksi tentang bagaimana pasangan telah berinteraksi satu sama lain selama setahun terakhir. Konflik yang terjadi, bisa kita jadikan bahan evaluasi agar ke depan dapat menjalin relasi yang lebih sehat dan berlandaskan prinsip keadilan.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Tuhfatul Maudud bi Ahkam al-Maulud menekankan bahwa pernikahan yang harmonis harus berlandaskan kasih sayang (mawaddah) dan keadilan (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Tuhfatul Maudud bi Ahkam al-Maulud, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994).
Menurutnya, keadilan dalam rumah tangga tidak hanya terkait dengan aspek materi, tetapi juga dalam hal perhatian, penghargaan, dan perlakuan yang penuh cinta terhadap pasangan.
Oleh karena itu, lebaran memberikan peluang bagi pasangan suami istri untuk saling mengevaluasi, menyampaikan perasaan mereka dengan jujur, dan berkomitmen untuk memperbaiki hubungan. Dalam hadis Nabi menyebutkan, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.” (HR. Tirmidzi). Oleh karena itu, menjadikan lebaran sebagai awal untuk membangun rumah tangga yang lebih harmonis adalah langkah yang sejalan dengan ajaran Islam.
Memulai Relasi Seimbang Setelah Lebaran
Setelah saling memaafkan, pasangan suami istri perlu mengambil langkah konkrit untuk memastikan relasi dalam rumah tangga tetap dalam keadaan sehat dan seimbang. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membangun komunikasi yang lebih terbuka.
Komunikasi yang jujur dan transparan akan membuat pasangan bisa lebih memahami kebutuhan satu sama lain, menghindari prasangka buruk, serta menciptakan ruang bagi kedekatan emosional di antara keduanya.
Selain komunikasi, hal yang penting pasangan suami istri lakukan adalah dengan saling menegaskan kembali komitmen terhadap nilai-nilai kesalingan. Kesalingan dalam rumah tangga berarti bahwa baik suami maupun istri memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam membangun kehidupan bersama.
Islam mengajarkan prinsip ini dalam QS. Al-Baqarah (2: 187) yang menegaskan pentingnya peran saling melindungi dan mendukung satu sama lain.:
هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنّ
“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka,”
Selain itu, hal yang paling penting dilakukan oleh pasangan suami istri adalah dengan membagi peran dalam rumah tangga secara adil. Rasulullah SAW memberikan teladan dalam hal ini, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits bahwa beliau membantu pekerjaan rumah tangga dan berinteraksi dengan keluarganya dengan penuh kasih sayang (HR. Bukhari). Pembagian peran yang proporsional dapat membantu mencegah ketimpangan dan menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.
Relasi yang seimbang juga harus kita imbangi dengan meluangkan waktu yang berkualitas bersama. Kegiatan sederhana seperti berbincang dari hati ke hati, berjalan-jalan bersama, atau merencanakan masa depan dapat mempererat hubungan di antara keduanya. Hal ini karena menjadikan waktu berkualitas sebagai prioritas akan membantu menjaga keintiman dalam rumah tangga. Terutama bagi pasangan suami istri yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi.
Menjaga Relasi Harmonis dalam Rumah Tangga
Sejatinya, relasi yang seimbang dan harmonis tidak dapat tercapai hanya dalam satu malam saja, tetapi harus terus dipupuk dengan kesabaran dan kesalingan di setiap harinya. Salah satu cara untuk mempertahankan hubungan yang sehat adalah dengan senantiasa mengedepankan rasa syukur dan penghargaan terhadap pasangan. Memperlakukan pasangan dengan penuh kasih sayang dan penghormatan merupakan bagian dari akhlak yang baik dalam Islam.
Selain itu, hal yang tak kalah penting untuk dilakukan oleh pasangan suami istri adalah dengan menumbuhkan empati dalam rumah tangga. Dengan memahami perspektif pasangan, maka konflik akan dapat kita minimalisir, dan hubungan menjadi lebih kokoh. Dalam QS. Ar-Rum (30: 21), Allah berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.”
Dari semua penjelasan di atas, maka dapat kita pahami bahwa lebaran bukan hanya tentang perayaan belaka, tetapi juga tentang bagaimana melakukan refleksi dan perbaikan diri, termasuk dalam relasi rumah tangga. Dengan menjadikan momen ini sebagai titik awal untuk membangun kembali hubungan yang lebih sehat, adil, dan harmonis, pasangan suami istri dapat menciptakan rumah tangga yang penuh berkah dan kebahagiaan.
Selain itu, membangun komunikasi yang baik, pembagian peran yang adil, serta kasih sayang yang berkelanjutan, dapat menjadikan rumah tangga menjadi ruang yang nyaman dan mendukung bagi setiap anggota keluarga. []