“Bagaimana kita bisa memastikan bahwa penyandang disabilitas tidak terpapar konten-konten intoleran?”
Mubadalah.id – Pertanyaan tersebut muncul dalam forum Akademi Mubadalah 2025 yang mengusung topik Penguatan Hak-hak Disabilitas melalui Penulisan Artikel Populer & Konten Kreatif. Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan. Mulai dari penyandang disabilitas, akademisi, aktivis, penulis, peneliti, praktisi LBH, hingga konten kreator. Mereka memiliki perhatian terhadap isu inklusivitas dan keadilan sosial.
Seperti yang kita ketahui, sebagaian besar sepakat bahwa media keislaman populer saat ini telah banyak mengarusutamakan Islam yang ramah dan moderat. Namun, melalui pertanyaan itu, perlahan memunculkan kesadaran dalam benak saya. Ada sebuah celah yang selama ini belum banyak diperbincangkan, yakni aseksibilitas website bagi penyandang disabilitas.
Secara mendasar, keadilan dalam Islam seharusnya tidak hanya sebatas wacana. Keadilan dalam Islam harus mampu terwujud dalam setiap aspek kehidupan. Hal demikian juga termasuk pada akses informasi. Media keislaman pada hakikatnya memang bertujuan menyebarkan narasi inklusif dan moderat.
Maka, sudah seharusnya mereka memastikan bahwa pesan tersebut dapat dijangkau oleh khalayak luas. Tidak terkeceuali oleh penyandang disabilitas.
Media Keislaman yang Inklusif, tetapi Belum Aksesibel
Banyak dari media-media keislaman termasuk Mubadalah.id telah mengarusutamakan Islam yang inklusif, menyoroti isu-isu keadilan gender, menolak ekstremisme, dan membuka ruang bagi dialog yang lebih luas. Namun, ada aspek penting yang belum mendapatkan perhatian dalam diskursus tersebut, yakni aseksibilitas website bagi penyandang disabilitas.
Berkaca dari hal demikian, Sapda (Sentran Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak) Jogja https://sapdajogja.org/, telah mengembangkan fitur aksesibilitas digital yang ramah terhadap disabilitas. Ikon kursi roda dalam website Sapda sebagai tanda bar aksesibilitas yang menyediakan berbagai fitur untuk meningkatkan kenyamanan pengguna.
Di samping itu adanya opsi untuk menonaktifkan lampu kilat, menandai judul, mengubah warna latar belakang, memperbesar dan memperkecil tampilan, serta menyesuaikan ukuran dan jenis font.
Selain itu, terdapat fitur kontras cerah dan gelap, garis bawah tautan, serta penandaan tautan untuk memudahkan navigasi. Dengan fitur-fitur ini, situs SAPDA berupaya menciptakan lingkungan digital yang lebih inklusif dan ramah bagi semua pengguna.
Dari sini, saya kembali merenungkan:
“Jika media keislaman sudah memiliki narasi inklusif, mengapa tidak sekaligus menghadirkan website yang benar-benar aksesibel pagi penyandang disabilitas?”
Mengapa Media Keislaman Perlu Menciptakan Aseksibilitas Digital?
Penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama dalam mengakses ilmu dan informasi. Apabila mereka tidak dapat menjangkau media Islam yang ramah, mereka akan mencari alternatif lain. Namun kita tahu bahwa ruang digital sangat luas. Tidak semua informasi yang tersedia mengarah pada pemahaman Islam yang damai dan moderat.
Jika mereka kesulitan mengakses media Islam yang inklusif, ada kemungkinan mereka justru terpapar situs-situs dengan narasi eksklusif, radikal, dan ekstrem. Maka, memastikan aseksibilitas website dalam media keislaman bukan hanya soal teknologi, tetapi soal tanggung jawab moral dan sosial.
Dalam konteks ini, selaras dengan perspektif yang digunakan oleh Kongres Ulama Perempuan (KUPI) menjadi sangat relevan. KUPI menegaskan bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah, sedangkan yang lain hanyalah makhluk. Oleh karena itu, harus menjunjung prinsip kesalingan, dan tidak boleh ada pihak yang menempatkan dirinya seolah-olah setara dengan Tuhan. Prinsip ini tertuang dalam tiga pilar utama: martabat, adalah (keadilan), dan maslahah.
Martabat, berarti semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain kecuali dalam ketakwaan. Penyandang disabilitas bukan pengecualian; mereka berhak mendapatkan akses setara dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk informasi terkait Islam yang ramah.
Adalah,
Adalah, dalam konteks ini, menegaskan bahwa bagi mereka yang memiliki hak istimewa, baik dalam bentuk harta, kekuasaan, maupun ilmu, berkewajiban untuk berbagi dan memberdayakan kelompok yang rentan.
Jika media keislaman memiliki sumber daya, penulis kontributor yang aktif menulis narasi-narasi keislaman inklusif, tim teknis, dan platform digital yang berkembang, maka ada baiknya mereka memastikan bahwa penyandang disabilitas juga dapat menikmati akses yang sama terhadap keislaman.
Maslahah, merupakan tujuan akhir dari keadilan yang ingin dicapai. Artinya, membangunsistem dan struktur yang harus memberikan manfaat nyata bagi semua pihak, termasuk penyandang disabilitas.
Penerapan prinsip maslahah ini, sejalan dengantujuan utama media keilaman, yakni menyebarkan Islam yang rahmatan lil’alamin. Islam yang benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, termasuk penyandang disabilitas yang sering kali minim akses dalam ruang digital.
Langkah Menuju Media Keislaman yang Lebih Aksesibel dan Inklusif
Mengembangkan Fitur Aseksibilitas dalam Website
Mengembangkan website yang aksesibel terhadap disabilitas, menjadi sebuah langkah utama. Salah satu cara efektif adalah menyediakan tombol aseksibilitas yang memungkinkan pengguna menyesuaikan tampilan sesuai kebutuhan mereka.
Fitur ini mungkin dapat mencakup mode kontras tinggi, pengaturan ukuran dan jenis font yang lebih ramah bagi pengguna dengan gangguan penglihatan. Selain itu, navigasi berbasis keyboard untuk memastikan akses tanpa harus menggunakan mouse.
Untuk mengakomodasi pengguna dengan sensitivitas terhadap efek visual tertentu, perlu menyediakan opsi untuk menonaktifkan elemen berkedip atau animasi yang berpotensi mengganggu. Tidak kalah penting, situs media keislaman juga dapat menghadirkan fitur tambahan seperti menandai judul, menggarisbawahi tautan, serta memberikan opsi pengaturan warna latar belakang agar lebih nyaman bagi semua pengguna.
Melibatkan Penyandang Disabilitas dalam Pengembangan Media
Selama ini, KUPI aktif menyuarakan bahwa tidak cukup sekadar tahu, tetapi juga harus berangkat dari pengalaman konkret. Dalam menghasilkan fatwa-fatwa, KUPI selalu berkaca pada pengalaman nyata, bukan hanya pemahaman teoretis. Hal ini juga relevan dalam konteks disabilitas, di mana melibatkan komunitas disabilitas dalam pengembangan media bukan sekedar formalitas maupun seremonial belaka, tetapi memastikan bahwa aksesibilitas benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan mengundang mereka untuk menguji fitur dan memberikan masukan, media keislaman dapat menghadirkan solusi yang bukan hanya simbolis, tetapi benar-benar inklusif. Partisipasi aktif ini menjadi bentuk penghormatan terhadap hak mereka untuk mengakses informasi terkait Islam. Desain yang kebih adapatif merupakan langkah implementatif yang dapat menghilangkan hambatan dalam mengakses informasi.
Menyelenggarakan Lokakarya bagi Pengelola Website Media Keislaman
Aseksibilitas digital bukan hanya terkait penambahan fitur teknsi, tetapi juga tentang membangun kesadaran di antara para pengelola media website keislaman. Banyak pengelola media yang mungkin saja memiliki niat dan inisiatif yang tinggi untuk menyebarkan narasi keislaman yang inklusif.
Akan tetapi, mereka belum menyadari bahwa platform mereka masih sulit diakses oleh penyandang disabilitas. Untuk itu, inisiatif untuk mengadakan lokakarya bagi pengelolan website media keislaman, pengembang situs, serta tim editorial menjadi langkah strategis.
Kita dapat menggarisbawahi, apabila kita benar-benar ingin menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh makhluk, melalui media digital, maka tidak hanya berhenti pada narasi yang inklusif saja. Kita perlu bergerak lebih jauh. Media keislaman tidak hanya mengusung narasi-narasi yang ramah.
Namun, juga harus memastikan semua orang, termasuk penyandang disabilitas mampu mengakses informasi yang mudah. Sebab, Islam yang inklusif bukan hanya persoalan apa yang kita katakan, mainstreaming-kan, tetapi juga bagaimana kita memastikan semua orang bisa mengaksesnya, membacanya, mendengarnyam dan memahaminya. Wallahu A’lam bis Shawab. []