Mubadalah.id – Dalam pendekatan mubadalah, maqashid asy-syari’ah dengan al-kulliyat al-khams harus benar-benar melindungi jiwa, akal, harta, agama, dan kehormatan perempuan, dengan mengambil pelajaran dari pengalaman mereka yang nyata dan langsung. Bukan diatasnamakan oleh laki-laki, atau hanya dari pengalaman laki-laki.
Surat an-Nisa’ 4:19 yang dikutip Bu Nyai Badriyah Fayumi sebagai landasan konsep makruf, maka dalam pendekatan mubadalah, tidak hanya tentang suami yang harus memperlakukan secara baik terhadap istrinya, tetapi juga tentang istri terhadap suaminya.
Artinya, menurut mubadalah, ayat ini sejatinya adalah tentang pasangan suami istri, di mana satu sama lain dituntut untuk saling berbuat baik kepada pasangannya, dengan kebaikan yang berangkat dari perasaan, harapan, dan pengalaman keduanya.
Perempuan dan laki-laki adalah subjek setara. Keduanya adalah sama-sama hamba-Nya yang menjadi khalifah di muka bumi.
Laki-laki dan perempuan adalah manusia yang utuh, dalam kaitannya dengan kebaikan-kebaikan yang harus hadir dalam kehidupan domestik maupun publik. Maupun keburukan-keburukan yang harus kita hindari dan jauhkan.
Keduanya berhak atas kebaikan dan atas partisipasi aktif dalam mewujudkannya (amar ma’ruf). Begitu pun berhak terhindar dari keburukan dan atas partisipasi aktif dalam menghapuskannya dari kehidupan (nahy munkar).
Keadilan Hakiki
Fatwa-fatwa KUPI sangat kentara mengadopsi pendekatan mubadalah yang sudah kita resmikan dalam Kongres di Cirebon pada bulan April 2017. Pendekatan mubadalah ini secara substantif, juga meniscayakan pendekatan keadilan hakiki, yang juga resmi pada Kongres Cirebon, atas Inisiatif Bu Nyai Nur Rofiah.
Karena perempuan dianggap sebagai manusia utuh dan subjek yang setara, keadilan hakiki meniscayakan pertimbangan pada pengalamannya yang bisa berbeda secara biologis dan sosial dari laki-laki.
Dalam pendekatan keadilan hakiki, kebaikan yang harus perempuan terima adalah yang berangkat dari pengalamannya yang khas dan bisa berbeda dari pengalaman laki-laki.
Sebagai subjek yang setara dan manusia utuh, laki-laki dan perempuan berhak atas segala kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan. Namun, jenis kebaikan yang laki-laki terima bisa berbeda dari yang perempuan terima.
Begitu pun bentuk kemaslahatan bagi perempuan, karena pengalamannya yang khas, bisa berbeda dari bagi laki-laki.
Setidaknya, dari perbedaan alat reproduksi, perempuan memiliki lima pengalaman yang tidak laki-laki alami. Yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Sehingga, kesakitan terkait hal ini, atau kesehatan, dan juga kebaikan mengenai semua hal ini, tidak bisa laki-laki definisikan. Terlebih dalam forum-forum yang hanya berisi laki-laki.
Melainkan dari pengalaman nyata para perempuan, yang satu sama lain bisa beragam, dan keputusan forum yang harus melibatkan mereka. []