Yakinlah, di Jalan-Cinta itu: Tuhan akan selalu bersama-Mu .
_Maulana Jalaluddin Rumi_
Mubadalah.id – Sahabat Salingers!! Tau gak sih, salah satu pandangan yang masih menjadi keyakinan sebagian para sesepuh kita, khususnya yang lahir pada era 1960-1970 bahkan 1980 an;
“Apabila seorang pemuda (terune) atau gadis (dedare) keluar pada malam- malam bulan Syawal, apalagi tidak meminta izin terlebih dahulu, lalu tidak pulang sampai keesokan harinya, satu atau dua hari bahkan lebih, maka akan banyak yang mengira bahwa ia telah merariq (menikah dengan cara dicuri)”. (Penj. adat sasak).
Mengapa demikian? Karena kebanyakan para sesepuh kita masih berpegang pada asumsi “Bulan Syawwal adalah bulan penuh keberkahan dan penuh pernikahan”. Sehingga tidak heran jika banyak yang sebar undangan, banyak yang kabur-kaburan bersama pasangan, bahkan pertanyaaan “Kapan Nikah” pun kadang menjadi pertanyaan andalan.
Asumsi ini Benar Gak sih? Mitos atau Fakta? Sunnah atau Bid’ah? Yuk, lanjut.
Nikah
Islam memandang pernikahan sebagai fenomena sosial yang sangat penting. Saking pentingnya Allah merahasiakan siapa dengan siapa kita akan menikah, kapan waktu yang tepat untuk menikah, dan dimana pernikahan tersebut akan berlangsung.
Bahkan pernikahan adalah penentu sempurnanya Islam seseorang. Pernikahan juga termasuk dalam salah satu kategori Al-dlaruriyyat al- khamsah, yaitu untuk menjaga keturunan (Hifzl An-nasl). Agar mendapatkan kemaslahatan hidup dunia dan akhirat.
Dalam QS. An-Nisa’ (1), Allah berfirman yang artinya; “Hai Manusia, bertaqwalah kepada tuhanMu yang menciptakan kamu dari satu jiwa, dan darinya dia menciptakan jodohnya, dan mengembang biakkan darinya laki-laki dan perempuan; dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan kekerabatan. Sesungguhnya Allah adalah pengawas atas kamu”.
Dalam dunia intelektual Islam, terdapat kaidah Ushul Fiqh “Al-‘adah muhakkamah” (Adat itu adalah Syari’at yang dihukumkan atau adat itu dapat menjadi hukum).
Sehingga terkadang adat istiadat ini mampu menjadi sebuah kearifan lokal, terutama pada kasus maraknya pernikahan yang terjadi pada bulan Syawal. Sebab, hal itu tidak menyalahi Syari’at, tidak pula menyimpang dari adat. So, boleh-boleh saja.
Mengapa Harus Bulan Syawwal?
Mengapa harus Syawal? Bukan malah bulan Ramadan, atau bahkan Sya’ban, yang mendapat julukan bulan penuh pernikahan dan bulan sunnah untuk menikah?
Mungkin satu penyebabnya adalah karena bulan Ramadan kita kenal dengan bulan penuh ampunan, dan Bulan Sya’ban adalah bulan persiapan menyambut datangnya bulan Ramadan, takutnya kalau nikahnya bulan Sya’ban, gak jadi sambut Ramadan, karna sibuk sambut tamu undangan. Jadi, ya bulan Syawal aja.
Menurut sejarah pada kajian living hadis, faktor yang menjadikan Syawal sebagai salah satu bulan sunnah menikah, sunnah juga untuk menikahkan serta para ‘Ulama sangat menganjurkan untuk melaksanakan pernikahan pada bulan Syawal ialah; karena pada bulan Syawal Rasulullah SAW menikahi Siti Aisyah RA. dan pada bulan Syawal pula beliau mulai untuk tinggal serumah dan menjalani bahtera rumah tangga bersama.
Sebagaimana tersebut dalam hadist; Dari Aisyah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW menikahi aku pada bulan Syawwal dan menggauliku pertama kali juga pada bulan Syawwal. Lalu manakah istri-istri beliau SAW. yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku? (Muttafaqun ‘alaih).
Hadis tersebut menunjukkan betapa mulianya melangsungnya pernikahan pada bulan Syawal, ibarat rembulan antara bintang-bintang juga seumpama kasih sayang Rasul kepada Siti Aisyah.
Bulan Syawwal dalam Pandangan Masyarakat Jahiliyah
Melansir dari Tribbunnews.com bahwa fenomena pernikahan pada bulan Syawal seperti penuturan sebelumnya, erat kaitan dan hubungannya dengan pandangan dan tradisi masyarakat jahiliyah. Di mana masyarakat Jahiliyah dahulu menganggap bulan Syawal adalah bulan pantangan untuk menikah.
Lalu, hadirlah Rasulullah SAW dan beliau lantas menepikan keyakinan dan adat istiadat tersebut dengan melangsungkan pernikahan bersama Siti Aisyah pada bulan Syawal.
Namun, perlu kita pahami juga, dalam mengamalkan sunnah tersebut, harus kiranya untuk senantiasa menyesuaikan dan mempertimbangkan secara konteks lahir batin. Apabila memungkinkan, maka lakukanlah. Tetapi jika tidak memungkinkan, maka berserahlah kepada Allah.
Semoga Syawal tahun ini bisa menjadi ibrah bagi kita semua, untuk lebih cinta kepada Allah dan RasulNya. Bagi Sahabat-sahabat salingers yang telah SIAP dan MAMPU untuk menikah, semoga Allah segerakan jodoh terbaik versi Nya, sebagai partner dan pengingat dalam mendekatkan diri kepadaNya. Aamiinn. []