Mubadalah.id – Pada Senin siang, 16 September 2024 merupakan pertama kali aku merayakan maulid nabi (Pelal) di Makam Gunung Jati, Cirebon. Ibu Mimin sekeluarga mengajak untuk melihat kemeriahan acara tersebut secara langsung, tentu aku bersemangat untuk ikut.
Desa Astana Gunung Jati Kabupaten Cirebon yang merupakan lokasi Pelal sangat ramai baik dari anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, hingga lansia menanti kemeriahan malam Pelal.
Mereka sangat antusias sekali, di malam puncak Pelal sebagian besar pengunjung yang berada di dalam area Makam Gunung Jati ikut serta dalam pembacaan marhaban (membaca kitab maulid Barjanzi atau Diba’i).
Para sesepuh dan tokoh masyarakat membacakan prosa sejarah Nabi Muhammad SAW atau marhabanan, para santri dan masyarakat luar tentu juga ikut meramaikan Pelal ini. Bahkan ada pengunjung dari luar kota yang rela datang untuk menyaksikan puncak malam Pelal Maulid Nabi di Gung Jati.
Tradisi Pelal dan Panjang Jimat di Makam Gunung Jati
Masyarakat Cirebon menamai Pelal sebagai sebutan untuk tradisi Panjang Jimat. Acara ini merupakan puncak dari rangkaian Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini sudah berjalan ratusan tahun dan menjadi agenda tersendiri bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya.
Makna dari Panjang Jimat itu sendiri terdiri dari dua kata yakni Panjang dan Jimat. Kata “panjang” berarti “piring” atau “ambeng”, masayarakat setempat meyakini ambeng tersebut adalah tempat makan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Lalu kata “jimat” merupakan dua kata dari “di aji” dan “di rumah” dengan makna mempelajari dan mengamalkan. Acara pelal dilaksanakan setelah salat Isya.
Kami memulai proses pengawalan panjang jimat dari rumah Jeneng hingga memasuki Gapura Manglayang dan menuju Paseban Agung, proses ini melibatkan semua usaha dan sumber daya yang tersedia.
Bahkan, beberapa polisi mengawal proses ini dan membentuk barikade demi menjaga dan mengamankan acara tersebut, agar Jeneng dan penghulu (sesepuh masjid sebagai simbol-simbol kehormatan di Pesambangan) tetap aman begitu juga lilin yang tetap menyala dan tidak boleh padam.
Ribuan orang memadati sepanjang jalur iring-iringan panjang jimat ini. Mereka berdiri berdesak-desakan, saling berimpitan, dengan penuh harapan. Yakni untuk mendapatkan berkah dari prosesi panjang jimat ini.
Satu hari sebelum acara Pelal masyarakat memberikan suguhan makanan pokok dan bermacam buah-buahan kepada petugas (wong kemit). Masyarakat berharap dengan suguhan tersebut keberkahan akan berlimpah dalam hidup mereka.
Di samping itu ada pembuatan panggung yang diyakini juga sebagai rasa syukur atas kelahiran Kanjeng Nabi SAW.
Peran Perempuan dalam Acara Pelal Maulid Nabi SAW
Masyarakat setempat khususnya para perempuan di sana sebelum acara pada malam hari mereka juga ikut berziarah ke makam. Namun setelahnya, mereka kembali fokus ke dapur untuk mempersiapkan makanan.
Dalam pelaksanan pelal ini pada umumnya tidak ada perempuan yang ikut serta dalam acara inti hanya laki-laki saja. Karena tradisi sudah turum-temurun.
Kemudian, pada malam puncak setelah pembacaan marhaban hingga kisaran pukul 22.00 WIB, masyarakat yang mengikuti acara inti menikmati hidangan yang sudah tersedia dari sebagian masyarakat.
Sebagai pendatang aku tentu antusias dengan acara pelal ini, bisa mengikuti marhabanan, dan melihat acara pelal di Makam Gunung Jati secara langsung. Ini juga pertama kalinya aku mengikuti Pelal.
Dari apa yang aku lihat keterlibatan anatara laki-laki dan perempuan masih ada pembeda yang cukup signifikan di masyarakat. Laki-laki punya kesempatan untuk mengikuti acara inti sedangkan perempuan bertugas di dapur menyiapkan makan.
Seperti yang kita ketahui memang masih banyak daerah yang kurang melibatkan perempuan dalam mengisi ruang-ruang publik. Salah satunya karena mengikuti adat/kebiasaan yang sudah melekat pada masyarakat. Sehingga sampai saat ini peran permpuan masih berada di ruang domestik.
Perspektif Sejarah Partisipasi Perempuan dalam Peringatan Maulid Nabi
Meskipun acara Maulid Nabi sebagai perayaan formal yang baru muncul setelah masa Nabi Muhammad SAW dan generasi awal Islam, prinsip keterlibatan perempuan dalam kegiatan keagamaan telah ada sejak masa itu.
Perempuan pada masa Nabi terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan dan sosial, berdakwah, dan memperoleh pengetahuan keagaman. Perayaan Maulid berkembang dengan cara yang berbeda di berbagai wilayah.
Di beberapa tempat, perempuan terlibat dalam berbagai aspek acara Maulid, termasuk persiapan makanan, penyusunan acara, dan pelaksanaan doa serta pujian, sesuai dengan kebiasaan budaya dan agama setempat.
Namun pada pelal yang aku lihat di Gunung Jati, perempuan hanya sampai pada tahap menyiapkan makanan dan tidak terlibat pada doa serta pujian di panggung utama. Padahal pengunjung perempuan sama banyaknya seperti pengunjung laki-laki.
Meskipun begitu, perayaan Pelal ini tetap menarik perhatian masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Hal ini membuktikan bahwa kecintaan masyarakat Gunung Jati kepada Nabi Muhammad Saw masih terus terlaksana tentunya melalui tradisi yang kita kenal dengan istilah Pelal dan panjang jimat. []