• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mawaddah dalam Konteks Pernikahan

Kita dapat temukan pasangan yang mengaku mencintai pasangannya, akan tetapi pernikahannya berakhir di pengadilan

Dhuha Hadiyansyah Dhuha Hadiyansyah
28/07/2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Konteks Pernikahan

Konteks Pernikahan

832
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Semua orang pasti ingin mencintai dan dicintai pasangan. Akan tetapi, proses mencintai maupun dicintai tidak selalu berjalan mulus. Kita dapat temukan pasangan yang mengaku mencintai pasangannya, akan tetapi pernikahannya berakhir di pengadilan. Di tempat lain, ada pasangan yang tak merasa dicintai, padahal pasangannya mengaku sangat mencintainya.

Sebuah pandangan mengatakan bahwa perbedaan persepsi tentang cinta terjadi karena dua orang yang sedang menikah memiliki bahasa cinta yang tak serupa. Pendapat lain mengatakan ada yang sedang mengirim guna-guna supaya dua sejoli tak lagi serasi.

Sementara itu, yang menjalani bisa jadi hanya bingung mengapa pernikahan mereka tidak mampu ajeg pada kondisi sakinah yang penuh dengan mawaddah. Di mana yang sering kita sepadankan dengan kata “cinta” dalam Bahasa Indonesia itu.

Terlepas dari pelbagai pandangan di atas, saya pikir kita perlu lebih dulu memahami pola cinta dalam konteks pernikahan. Ada setidaknya empat pola dalam cinta yang perlu kita ketahui.

Pertama, cara kita mencintai pasangan mengambil model dari orang yang mengasuh kita

Ketika dua orang dari latar belakang yang jauh berbeda bertemu, dapat kita pastikan kerumitan mengkomunikasikan cinta satu sama lain.

Baca Juga:

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

Tafsir Sakinah

Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

Cara orang tua membesarkan kita, adalah kode sintas kita dalam menghadapi bahaya. Cukup sering, cara pandang orang tentang hidup tergerakkan oleh motif untuk menghindari bahaya. Motif lainnya adalah untuk mendapatkan dukungan.

Oleh sebab itu, sebelum menikah, mendiskusikan latar belakang keluarga dan bagaimana orang tua atau keluarga membesarkan kita menjadi signifikan. Yakni dalam rangka memastikan bagaimana cinta akan terdistribusikan. Pengetahuan tentang ini akan memberikan kita peta jalan kehidupan pernikahan kita ke depan. Perjalanan yang kita ketahui petanya tentu akan lebih mudah daripada menyusuri rimba dalam kondisi buta.

Kedua, mencintai dan dicintai akan membuat kita dan pasangan lebih kuat

Semakin panjang perjalanan, semakin kita membutuhkan shelter atau rest area yang berkualitas. Pernikahan adalah shelter dan rest area tersebut. Ketika saling mencintai, pernikahan kita akan fungsional dan perjalanan hidup kita akan lebih mudah.

Oleh sebab itu, bersama itu lebih baik—tentu saja kebersamaan yang berkualitas. Sebaliknya, jika proses mencintai dan dicintai ini rusak. Artinya pernikahan juga tidak fungsional, perjalanan hidup akan lebih sulit: jatuh miskin, kehilangan kepercayaan diri, depresi, trauma dengan hubungan, hingga bunuh diri.

Pola ketiga, kunci hubungan yang saling mencintai adalah daya tanggap dan keselarasan emosi

Kondisi ini berarti tiap-tiap pasangan dapat saling menjangkau dan menanggapi satu sama lain. Perceraian emosional mesti mendahului perceraian formal, alias ketidaktersambungan frekuensi satu dengan yang lain. Daya tanggap dan keselarasan emosi membutuhkan hubungan yang setara.

Relasi kuasa yang kita hadirkan dalam hubungan pasti merusak karena ada satu pihak yang harus merepresi emosinya demi mengamankan perasaan yang lain. Hanya dalam posisi setara seseorang bisa saling menjangkau dan menanggapi satu sama lain secara langsung, terbuka dan apa adanya.

Keempat, keterhubungan hanya bisa dijalin dengan mutualisme

Masing-masing pasangan sama-sama perlu untuk saling terhubung. Jika hanya satu pihak yang memulai atau memintal perikatan, maka keterputusan hanya akan menunggu pemantik. Diskoneksi dua orang yang sebelumnya saling mencintai juga bisa terjadi ketika ada salah satu pihak yang berpaling atau tidak bersedia memroses konflik.

Hubungan cinta mutualistik dalam pernikahan bukan berarti tanpa konflik. Tetapi setiap konflik akan terselesaikan dengan tuntas, dan kemudian siap menghadapi konflik selanjutnya.

Dengan demikian, mencintai juga berarti kesiapan untuk hadir pada kondisi apa pun. Menyelesaikan persoalan dengan duduk bersama, apa pun risikonya, sangat berguna untuk menghindari ketidakadilan dan tindakan sewenang-wenang.

Menghadapi (yang sekaligus berarti menyelesaikan) konflik bersama-sama juga merupakan bentuk pertanggungjawaban dari risiko sebuah hubungan. Jika pasangan tak dapat memahami urgensi mutualisme, dia akan kebingungan membedakan antara cinta dan kesewenang-wenangan.

Dalam konteks pernikahan, menjadi niscaya bagi dua insan yang menikah untuk memahami empat pola cinta di atas. Sebagai tujuan, baik sakinah, mawaddah maupun rahmah (QS. Arrum:21), adalah buah dari upaya, bukan kondisi percuma yang akan kita alami usai menandatangani buku nikah. []

 

Tags: Cintaistrimawaddahpernikahansakinahsuami
Dhuha Hadiyansyah

Dhuha Hadiyansyah

Dosen pada Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) dan fasilitator Sekolah Pernikahan

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID