Mubadalah.id – Memahami karakter calon pasangan itu penting banget lho. Dalam buku Para Ulama dan Intelektual yang Memilih Menjomblo, Buya Husein mengatakan bahwa jodoh itu tanasubur ruh, kesesuaian ruh antara dua orang atau kesesuaian karakter.
Dalam bahasa anak muda, kesesuaian karakter ini sering disebut chemistry. Semakin banyak karakter yang sesuai, semakin kuat hubungan antara keduanya.
Kisah Seorang Perempuan yang Tidak Mengenal Karakter Calon Pasangannya
Sebut saja namanya Bu Veni, seorang pengajar di salah satu madrasah swasta. Bu Veni bercerita bahwa dulu dia menikah karena dijodohkan. Dia yang waktu itu masih menempuh pendidikan strata 1 tentu saja menolak. Namun apa daya, ketika ayahnya sudah berkehendak.
Ada mitos di sebagian orang Jawa, “Jangan menolak lamaran seorang pemuda, nanti jodohnya sulit”, atau “nanti jadi perawan tua”. Mitos ini menjadi momok bagi keluarga tertentu, termasuk keluarga Bu Veni.
Itu kan hanya mitos, kenapa harus percaya?
Jadi, Bu Veni ini punya tetangga yang memiliki dua anak gadis. Singkat cerita, anak sulung tetangganya beberapa kali menolak lamaran pemuda dengan alasan masih ingin lanjut sekolah. Setelah usianya menginjak 30-an lebih, tidak ada satu pemuda pun yang datang dan melamarnya. Si sulung ini kemudian mendapat julukan “perawan tua”.
Nah, kondisi si sulung ini berimbas kepada si bungsu. Karena kakaknya tak kunjung menikah, maka pantang bagi si bungsu melangkahi kakaknya. Akhirnya, sampai di usia kepala tiga lebih, si bungsu juga tak kunjung menikah.
Situasi ini mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mitos tersebut.
Singkat cerita, Bu Veni akhirnya menikah dengan si pemuda karena tidak mau mendapat julukan anak durhaka.
Lalu, apakah Bu Veni bahagia?
Berdasarkan pengakuannya, setelah menikah, karakter asli si pemuda perlahan muncul. Kasar, temperamen, tidak peduli, pemalas, dan masih banyak lagi.
Karakter “Baik” Adalah Kunci
Dalam pengajian KGI yang disampaikan bu Nur Rofiah bil Uzm, beliau menyampaikan nasehat terkait persiapan membangun relasi dengan pasangan yang isinya kurang lebih seperti ini,
Pertama, cari pasangan yang cantik atau ganteng itu boleh, tapi baik dulu. Karena bisa jadi dengan parasnya yang rupawan itu, dia akan tebar pesona dan membuat hatimu tidak tenang.
Kedua, cari pasangan yang kaya itu boleh, tapi baik dulu. Karena bisa jadi dengan kekayaannya dia akan menyakitimu.
Ketiga, cari pasangan yang ilmu agamanya tinggi itu boleh, tapi baik dulu. Karena boleh jadi dengan kealimannya, dia akan menekanmu dengan dalih agama.
Keempat, cari pasangan yang keluarganya terpandang itu boleh, tapi pastikan baik dulu. Karena bisa jadi dengan kedudukannya, dia akan merendahkanmu.
Dari empat nasehat tersebut, kita bisa menarik satu kata kunci, yaitu “baik”. Baik di sini selaras dengan konsep tauhid dan taqwa yang berarti baiknya relasi dengan Allah yang kemudian melahirkan relasi yang baik pula kepada sesama makhluk.
Maka, hal yang harus kita pastikan sebelum memilih pasangan adalah sifat “baik” pasangan, baik kepada Allah maupun kepada sesama.
Seringkali, di tahap awal menjalin sebuah hubungan, karakter asli tertutupi karena alasan-alasan tertentu, misalnya, mengambil hati calon pasangan dan keluarga besarnya. Inilah yang harus kita waspadai dalam memilih pasangan.
Pernikahan Sebagai Ibadah Seumur Hidup
Tidak salah jika kita mengatakan bahwa pernikahan itu ibadah terpanjang, seumur hidup, tidak bisa izin atau cuti selayaknya orang bekerja.
Maka, ikhtiar untuk mencari pasangan yang tepat, yang tanasubur ruh, menjadi sangat penting demi mencapai pernikahan sakinah mawaddah warahmah.
Jika chemistry antara pasangan kuat, dua jiwa bisa berjalan dalam satu frekuensi yang saling menguatkan, maka prinsip mitsaqan gholidzan (ikatan yang kuat) dan Zawaj (berpasangan) sebagai salah satu prinsip dasar pernikahan dapat dipahami dengan baik, sehingga terbentuklah keluarga yang berkarakter mubadalah, yakni hubungan kesalingan dalam pernikahan. []